Media Lokal Menutupi, Media AS Washington Post Kagumi Kiprah FPI Menolong Korban Bencana



Jum'at, 14 Juni 2019

Faktakini.net, Jakarta - Walaupun selalu ditutup-tutupi oleh sebagian besar media-media nasional, Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) dalam membantu korban bencana alam di Indonesia akhirnya diketahui oleh warga Amerika Serikat.

Media dan warga Amerika akhirnya mengetahui dan mengakui organisasi bentukan Habib Rizieq Shihab itu selalu terdepan dalam setiap penanganan bencana.

Bahkan wartawan Stephen Wright menulis dedikasi FPI tersebut dalam artikel berjudul “When Disaster Hits, Indonesia’s Islamists are First to Help” yang diunggah di The Washington Post yang diunggah pada 11 Juni lalu.

Dia mengawali tulisan itu dengan menceritakan bendera FPI yang terpasang dirumah Anwar Ragaua, korban tsunami Palu lalu. Laki berusia 50 tahun itu menghiraukan perintah polisi untuk menurunkan bendera tersebut.

Anwar adalah satu-satunya nelayan yang selamat saat tsunami melanda ibukota Sulawesi Tengah 28 September lalu. Anwar mengenang bahwa saat itu tidak ada polisi dan pemerintah yang membantu evakuasi di daerahnya.

Sebaliknya, pihak pertama yang menawarkan harapan kepadanya adalah FPI. Bahkan FPI turut menyerahkan kapal baru untuknya kembali melaut.

Wright menguraikan sejak didirikan dua dekade lalu, FPI konsisten mendorong hukum Islam untuk mengatur kehidupan 230 juta muslim Indonesia. FPI memandang ada kesalahan konstitusi di Indonesia yang mengubah negara menjadi lebih sekuler.

FPI didirikan oleh Habib Rizieq Shihab di Indonesia
setelah jatuhnya rezim Suharto pada tahun 1998 sebagai alat untuk membela Islam, bangsa dan negara dalam menghadapi aktivis Komunisme, liberalisme dan paham jahat lainnya.

Berdasarkan pernyataan Panglima Laskar Pembela Islam (LPI) sayap juang FPI Ustadz Maman Suryadi Abdurrahman, jumlah anggota FPI saat ini mencapai lebih dari satu juta orang. Ustadz Maman juga memastikan bahwa FPI tidak dalam tujuan mendorong Indonesia berpaham khilafah.

Mereka bahkan memasang bendera merah putih dalam seragam untuk memastikan tidak anti dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

“Tujuan kami adalah menjadikan Indonesia, di mana Islam adalah agama mayoritas rakyat, menjadi religius dan bersih dari amoralitas,” kata Abdurrahman.

“Kami menginginkan negara Islami, bukan negara Islam, karena negara yang religius akan mencegah negara dari menderita ketidakadilan sosial,” sambungnya.

Kehadiran FPI dalam tanggap bencana mulai dilakukan pada saat terjadi tsunami Aceh tahun 2004. Tsunami ini menewaskan lebih dari 100 ribu orang di Serambi Mekah.

Teranyar, FPI turut berperan dalam mengevakuasi korban gempa dan tsunami Palu yang menewaskan lebih dari 4.000 jiwa. Mereka membantu pencarian korban, mendistribusikan bantuan ke daerah pelosok, dan membangun perumahan sementara dan masjid baru.

Bahkan ke daerah terpencil yang sulit terjangkau, seperti di kampung nelayan Anwar.

Komentar salah satu pembaca di Media Sosial:

Saya sdh membaca artikel yg dimuat The Washington Post. Dimuat tgl 11 Junin2019, berarti masih hangat. Itu boleh dianggap sbg “hadiah lebaran” buat FPI, ormas keagamaan yang selama ini dimarjinalkan oleh media utama lokal.

Artinya, buat FPI, tulisan itu merupakan pengakuan media internasional berkelas atas upaya kemanusiaan mereka di daerah bencana.
WP adalah salah satu media profesional yang berpengaruh dan kredibel di AS.

Media itu mau memberi halaman panjang utk artikel yang memuji “gerak baru” FPI dalam kegiatan kemanusiaan, hemat saya, adalah pengakuan dan penghargaan besar buat FPI.                       
Semoga tulisan bagus yg belum pernah saya baca ditulis oleh media lokal kita, menjadi stimulan/pendorong  kuat bagi FPI untuk terus bekarya dan berkiprah lebih aktif lagi dalam kegiatan untuk kemanusiaan ( bencana alam, gempa besar, tsunami dll) yg sering terjadi di tanah air kita.
Bravo, FPI.👍👍👍