Asyari Usman: Megawati Mau Pisahkan Prabowo dari Umat Islam, Tendang LBP, Cegah SBY

Kamis, 24 Juli 2019

Faktakini.net

Megawati Mau Pisahkan Prabowo dari Umat Islam, Tendang LBP, Cegah SBY

By Asyari Usman

Pada hari Rabu (24 Juli 2019), berlangsung pertemuan Prabowo dan Megawati di kediaman mantan presiden kelima itu, di Jalan Teuku Umar. Semula diberitakan pertemuan ini akan dihadiri oleh Jokowi. Tetapi, akhirnya, hanya berlangsung antara Prabowo dan Bu Mega.

Menyusul pertemuan Stasiun Lebak Bulus antara Jokowo dan Prabowo (13 Juli 2019), pertemuan Teuku Umar semakin memperjelas arah yang ingin ditempuh para penguasa politik. Semakin jelas apa yang hendak mereka lakukan.

Mereka sedang berusaha merangkul Prabowo dan Gerindra. Lalu, apa tujuan mereka merangkul? Banyak yang bisa dibaca dari pertemuan Lebak Bulus dan Teuku Umar.

Tujuan pertama dan utama adalah upaya untuk memisahkan Prabowo dari umat Islam. Tujuan ini tidak samar-samar. Sangat gamblang. Bisa dilihat dari sejumlah isyarat yang ditunjukkan secara terbuka oleh para politisi yang terlibat di dalam proses rekonsiliasi antara Kubu 01 dan Kubu 02.

Prabowo, tampaknya, dianggap sudah terlalu jauh berfusi (menyatu) dengan umat Islam (i.e. umat garis lurus). Para politisi sekuler-nasionalis anti-Islam di semua kekuatan politik melihat kedekatan Prabowo dan umat serta para ulama bisa membentuk kekuatan besar yang akan menggusur mereka. 

Kentalnya fusi Prabowo dan umat terbukti dalam kampanye pilpres 2019. Kampanye Prabowo-Sandi yang selalu gegap-gempita di mana-mana. Kemudian, silaturahmi keliling Indonesia yang dilakukan Sandiaga Uno selama enam (6) bulan sebelum kampanye, juga meledak di mana-mana. Fakta-fakta inilah yang membuat proyeksi kemenangan Prabowo-Sandi menjadi sangat diyakini akan terjadi. Tapi, akhirnya, proyeksi kemenangan itu kandas di tangan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Kemenangan Prabowo akan menjadi simbol kemenangan umat Islam. Pantas diduga proyeksi kemenangan itu membuat para penguasa politik dan para penguasa institusi yang sama-sama anti-Islam, menjadi resah. Karena itu, tidaklah mengherankan kalau terasa ada yang “tak wajar” dalam proses yang berlangsung di KPU dan tahap-tahap berikutnya di luar KPU. Para pendukung Prabowo yakin ada kekuatan yang merancang proses di lembaga penyelenggara pemilu ini.

Kepala BIN Budi Gunawan (BG) pasti punya banyak informasi tentang dukungan kuat umat garis lurus kepada Prabowo. Pak BG juga pasti tahu tentang fakta-fakta pilpres 2019. Tak mungkin tidak, beliau juga memiliki detail perolehan suara Jokowi dan Prabowo. Pengetahuan Pak BG tentang perolehan suara itulah yang membuat dia berinisiatif merangkul Prabowo setelah muncul reaksi keras pendukung 02 terhadap keputusan KPU.

Membiarkan Prabowo kesal dan rundung dalam kekalahannya diperkirakan akan semakin memperkuat aliansi dia dengan umat Islam dan para ulama. Kekuatan yang “dikalahkan” ini dikhawatirkan akan bergejolak terus seperti perut gunung berapi. Karena itu, mencabut Prabowo dari pusaran gejolak itu menjadi prioritas. Mereka perkirakan, mencabut Prabowo dari umat akan melemahkan perlawanan. Dan ternyata taktik memisahkan Prabowo dari gerbongnya, sejauh ini, cukup ampuh.

Umat Islam pendukung Prabowo terbelah-belah akibat ucapan selamat dari Prabowo untuk Jokowi di Lebak Bulus. Terpecah menjadi tiga. Pertama, kelompok yang setuju dengan langkah Prabowo menerima rekonsiliasi bahkan berkoalisi dengan Jokowi. Kedua, kalangan yang menentang keras rekonsiliasi/koalisi. Ketiga, mereka yang diam saja. Mayoritas adalah kelompok kedua, yaitu mereka yang menentang keras. Tetapi, suara mayoritas itu menjadi tidak efektif dan malahan para pentolannya dijadikan target kriminalisasi.

Prabowo terus “dihibur” dengan skenario yang menyenangkan. Setelah Lebak Bulus, hiburan itu dilanjutkan dengan makan nasi goreng di rumah Mega. Pertemuan ini akan menumbuhkan keyakinan di dalam diri Prabowo bahwa dia sedang “dihargai”. Sedang “dihargai” ini bisa juga punya arti yang tersirat. Salah satu kemungkinan maknanya adalah “diberi harga”.

Kedua arti itu seharusnya paralel. Sulit dibantah. Menafikan ini akan sama dengan menolak dalil absolut bahwa setiap makhluk hidup pasti perlu makan ketika ia lapar.

Sekali lagi, itulah tujuan pertama dan utama pertemuan Lebak Bulus dan Teuku Umar. Yaitu, mencabut Prabowo dari pendukungnya yang mayoritas umat Islam (garis lurus).

Tujuan pertama ini tampak dari gelagat yang terjadi. Yang mengumumkan pertemuan Prabowo-Megawati adalah FX Arief Poyuono. Dia adalah salah seorang dari faksi alergi-Islam di tubuh Gerindra. Faksi inilah yang sekarang banyak berperan sebagai ‘jurubicara’ Prabowo. Faksi alergi-Islam di Gerindra menjadi dominan menjelang Lebak Bulus. Saat ini, faksi Poyu harus diakui paling kuat pengaruhnya terhadap Prabowo. Cuma, untuk meredam kecurigaan umat, Poyuono tidak diikutkan di Teuku Umar.

Sebagai tambahan, catatan sejarah menunjukkan FX Arief Poyuono pernah menjadi kader PDIP. Besar kemungkinan ‘darah PDIP’ yang mengalir di tubuh Poyu membuat dia lebih lincah berkomunikasi dengan Kubu 01. Dan juga dengan pimpinan PDIP.

Benarkah ada gejala anti-Islam di Gerindra? Kecenderungan itu tidak sulit untuk diidentifikasikan. Antara lain dapat terbaca dari hubungan yang mulai renggang dan semakin melebar jaraknya antara Prabowo (plus faksi Poyu) di satu pihak dengan para ulama GNPF dan para pemuka PA-212 di pihak lain. Pertemuan Lebak Bulus dan Teuku Umar hampir pasti berlangsung tanpa komunikasi dengan para ulama yang selama ini menyertai Prabowo.

Tujuan kedua. Mencabut Prabowo dari umat Islam sekaligus mengirimkan sinyal kepada umat garis lurus bahwa mereka sedang dialianisasikan. Proses pengucilan sudah dimulai. Mereka akan ‘digarap’ di periode kedua Jokowi. Diperkirakan, akan banyak kebijakan dan tindakan langsung Presiden yang ditujukan untuk melemahkan umat garis lurus dengan dalih membasmi radikalisme.

Selanjutnya tujuan ketiga. Merangkul Prabowo ke Kubu 01 sekaligus memberikan isyarat ‘tendang out’ untuk Luhu Binsar Pandjaitan (LBP). Sejak Lebak Bulus, LBP paham bahwa dia akan dibuang dari lingkaran Jokowi.

Sebetulnya, Mega sudah lama ingin mendepak LBP. Namun, selalu tak punya alasan kuat untuk disampaikan kepada Jokowi. Tidak mudah menyingkirkan LBP. Sekaranglah saat yang tepat. Mega bisa meyakinkan Jokowi bahwa LBP lebih banyak menjadi masalah ketimbang solusi.

Tujuan keempat. Dengan merangkul Prabowo, Megawati menunjukkan bahasa tubuh kepada SBY dan Partai Demokrat bahwa mereka sebenarnya tidak disukai masuk ke lingkaran Jokowi. Sejak Lebak Bulus, dan sekarang pertemuan Teuku Umar, SBY dan orang-orang Demokrat paham betul bahwa mereka tidak akan diberi ruang untuk bermanuver. Mega pastilah melihat jauh ke pilpres 2024. Kalau dia berhasil merangkul Prabowo dan Gerindra (sebagai partai nomor dua di DPR), itu berarti rencana yang sedang disiapkan Mega untuk pilpres lima tahu lagi kemungkinan besar akan sukses.

Tujuan kelima. Megawati merangkul Prabowo untuk mengatakan kepada partai-partai lain di Kubu 01 bahwa bukan mereka yang mengatur Jokowi. Bukan mereka yang menentukan kabinet baru Jokowi. Bu Mega ingin menegaskan bahwa beliau dan BG-lah yang sekarang menjadi episentrum kekuasaan Jokowi periode kedua. Mega mengirimkan isyarat bahwa partai-partai koalisi Jokowi harus menerima kalau Prabowo dan Gerindra ikut masuk kabinet.

Begitulah lebih kurang kemungkinan tujuan Megawati dan Jokowi merangkul Prabowo. Tetapi, harus ada disclaimer bahwa bisa saja Prabowo akan mengalami pengelabuan seperti yang pernah dialaminya lewat Perjanjian Batu Tulis 2009. Waktu itu, Megawati mangkir janji untuk mendukung Prabowo di pilpres 2014.

(Penulis adalah wartawan senior)
25 Juli 2019