Keharuan Habib Mundzir Almusawwa Saat Berdakwah Di Papua

Kamis, 18 Juli 2019

Faktakini.net

Kisah KETIKA HABIB MUNZIR MENANGIS PENUH RASA MALU...

Saat Habib Zein bin Umar bin Smith Ketua Umum Rabithah Alawiyah bersilaturahmi ke kantor Republika pada hari Rabu, 7/2/2018 beliau mengungkapkan kesedihannya melihat banyaknya dai-dai atau para Ulama yang dibenturkan. Terlebih, dai-dai dibenturkan hanya karena memiliki perbedaan cara dakwah.

"Sedih kalau ada dai yang dakwahnya terlalu lembut dan terlalu keras dibenturkan," kata Habib Zein.

Habib Zein menyatakan mendukung cara dakwah tegas Habib Rizieq Shihab Imam Besar FPI dalam menegakkan amar ma'ruf nahi munkar. Karena ia menegaskan, dai miliki cara dakwah masing-masing dan tidak boleh dibenturkan. Sebab, hal itu akan membuat umat bingung.

Karenanya, Rabithah Alawiyah mendukung dakwah lembut semisal yang dilakukan Habib Luthfi bin Yahya, maupun dakwah tegas semisal yang dilakukan Habib Rizieq Shihab.

Tapi, ia mengingatkan, tidak pernah ada dai-dai yang miliki niat menghancurkan Bhineka Tunggal Ika, karena semua dai pasti akan senantiasa berusaha menjaga kesatuan NKRI yang sudah mutlak. Maka itu, Habib Zein menekankan, Rabithah Alawiyah mengajarkan dakwah yang tidak melupakan akar budayanya.

"Rabithah Alawiyah senantiasa berusaha agar seseorang bisa menegakkan agama tanpa melupakan akarnya," ujar Zein.

Habib Zein menambahkan, Rabithah Alawiyah sendiri bisa dibilang rumah dari habib-habib, yang biasanya memiliki ma'had masing-masing. Mereka yang memiliki ma'had sendiri seperti Habib Jindan, Habib Rizieq, maupun almarhum Habib Munzir dengan Majelis Rasulullah-nya.

"Tapi, Rabithah Alawiyah memiliki semacam company culture, lima pilar, dan lima pilar itu yang akan menjaga kita," kata Habib Zein.

Kali ini akan diceritakan mengenai perjalanan dakwah Habib Mundzir Almusawwa.

Di tengah perjalanan dakwah dari Sorong menuju Teminabuan Papua, Habib Munzir dan rombongan menyewa  mobil 4×4 bak terbuka. Di tengah perjalanan rombongan ini diberhentikan oleh salah seorang Biarawati berusia di atas 50an tahun. Sepertinya ia ingin ikut menumpang mobil. Bang Asri (yang menyupir mobil) menanyakan kepada Habib Munzir, karena mobil ini sudah dicarter oleh Habib Munzir dan rombongan. "Habib, apakah ibu Biarawati ini boleh dinaikkan...?". Tanya Bang Asri kepada Habib Munzir.

Tanpa pikir panjang lagi Habib Munzir menjawab : "Boleh, tapi mau ditempatkan dimana...? Disini sudah tidak ada tempat".
"Taruh di bak belakang aja Bib, bersama barang-barang" kata Bang Asri.

"Hmmm...tapi saya merasa tidak tega jika Ibu itu harus duduk di belakang bersama barang-barang" jawab Habib Munzir.

"Dia sudah biasa seperti itu kok Bib" jawab Bang Asri.

Mendengar jawaban "sudah biasa" tersebut, Habib Munzir merasa kaget dan terkejut, beliau menceritakan, saya kaget dan merasa tercekik mendengarnya, "sudah biasa...?", "Dia sudah biasa seperti itu Bib", seorang Biarawati penyeru kepada Agama keyakinannya, ia ternyata sudah terbiasa untuk berjalan dan duduk di bak bagian belakang dari kampung ke kampung demi berjuang untuk menyebarkan keyakinannya.

Kata Habib Munzir lagi : "Maka tidak salah kalau seandainya Agama non muslim yang menjadi maju, karena para Da'i muslim hanya bersembunyi di kota-kota besar, tidak mau keluar seperti mereka. Maka jangan salahkan mereka jika muslimin semakin mundur, karena para Da'inya juga semakin mundur. Dan ketika sopir mengatakan ia sudah terbiasa, maka semakin sakit hati saya, bukan semakin tenang tapi semakin sakit saya mendengarnya."

Dan Ibu Biarawati tersebut pun naik di bak belakang mobil 4X4 yang dipakai, 1 tempat bersama barang-barang.

Perjalanan pun diteruskan, 1 jam perjalanan terasa rintik-rintik gerimis mulai turun. Melihat itu Habib Munzir menjadi gelisah, risau, tak tenang, ia terpikir kepada Ibu Biarawati yang sedang duduk di bak belakang.

Kata Habib Munzir : "Hati saya terasa tercekik, sungguh..! walaupun ia adalah seorang non muslim, tapi bagaimanapun ia adalah seorang wanita yang usianya cukup tua, duduk di bak terbuka di belakang dengan terpaan hujan, ia seorang pemuka dan guru agama non muslim, ia sangat tabah dalam berdakwah membela agamanya dengan semangat juang yang luar biasa, ia berjalan dari kampung ke kampung, terus mengajar dengan sukarela sepanjang hidupnya, mengabdi pada agamanya, sampai-sampai ia rela duduk di bak belakang mobil, dalam terpaan hujan dan panas, ia wanita, sudah cukup lanjut usia, demikian tabahnya Da’i non muslim ini, hati saya seperti tercabik-cabik, saya malu, malu sekali..."

Hujan pun turun semakin deras, Habib Munzir semakin gelisah. Beliau sudah tak tahan lagi, semakin risau dengan keadaan Ibu Biarawati tersebut.

"Berhenti Bang Asri, berhenti..!" kata Habib Munzir seketika sambil memegang tangan Bang Asri. Lalu Bang Asri pun menghentikan mobil.

"Ada apa Bib...?" Tanya Bang Asri

"Saya mau pindah ke bak belakang menggantikan posisi Ibu itu, biar Ibu itu duduk di dalam sini menggantikan tempat duduk saya" jawab Habib Munzir.

Mendengar hal itu Bang Asri menjadi kaget dan tentu saja menolak. "Itu tidak mungkin Habib, tidak mungkin Habib turun dan pindah ke bak belakang..!, Habib sudah carter mobil saya...!!, lagi pula ini sedang hujan Habib...!!"

Habib Munzir menjawab : "Dia seorang wanita yang lebih tua dari saya, meskipun ia beda Agama, Rasulullah SAW sangat menghormati orang yang lebih tua..."

Habib Munzir tetap bersikeras memaksa, akhirnya mau tidak mau Bang Asri yang menyupir mobil pun pasrah menuruti.

Habib Munzir pindah ke bak belakang, beberapa rombongan yang lain pun ikut ingin ke belakang, tetapi Habib Munzir melarang mereka : "Yang lainnya tetap pada posisinya, cukup 1 orang yang menemani saya di bak belakang, sudah ada 1 orang penjaga barang kok di belakang"

Dan mereka pun sangat bersempit-sempit 4 orang di kursi belakang. Tapi ternyata Ibu itu tak mau pindah, ia tetap mau duduk di bak saja, ia seakan merasa tahu diri bahwa dirinya menumpang, ia merasa malu dan haru.

"Kalau Ibu tidak mau turun dan masuk ke dalam maka saya tidak akan mau naik ke mobil" jawab Habib Munzir.

Mau tidak mau akhirnya ibu itu pun masuk ke dalam mobil. Habib Munzir duduk di bak belakang di temani KH. Ahmad Baihaqi. Di saat itu hujan turun semakin deras membasahi tubuh Habib Munzir yang duduk di bak terbuka. Habib Munzir membuka Imamah (sorban) dan kacamatanya, ia hanya memakai peci putih. Dalam perjalan Habib Munzir menangis, bukan menangis karena keadaannya, tetapi menangis karena faktor Biarawati tadi.

Kata Habib Munzir : "Saya menangis, memikirkan, betapa kuat dan tabahnya Biarawati itu dan betapa malunya saya, karena saya dimanjakan di Jakarta, saya hanya sekedar turun dari mobil dan naik ke mimbar, sedangkan mereka, para Da'i non muslim di wilayah pedalaman, terus berdakwah, maka siapa yang akan terjun ke sana jika kita para Da'i muslim hanya duduk di kota-kota besar...?"

Dalam derasnya hujan itu mobil kembali berhenti. Bang Ipul (Saeful Zahri) turun dan meminta agar Habib Munzir masuk ke dalam menggantikan tempat duduknya, tapi Habib Munzir menolak : "Saya sudah duduk dan malas berdiri lagi, kalau mau ganti saja KH. Ahmad Baihaqi ke depan, tapi saya tidak mau pindah".

Maka demikian bergantian beberapa waktu terus 4 personil bergantian pindah ke belakang, namun Habib Munzir tetap tak ingin beranjak dari tempat duduknya, hanya yang lain saja bergantian.

Habib Munzir menceritakan : "Saya duduk di bak belakang untuk membalas rasa pilu saya akan semangat seorang wanita tua itu, yang penyeru kepada Agama non muslim, aku seorang penyeru ke jalan Allah SWT, aku malu, malu pada Allah...Patutnya aku berjalan kaki 200 Km, bukan duduk di bak terbuka yang masih bisa santai, apa yang harus saya jawab apabila Allah SWT menanyakan akan hal ini kepada saya di Yaumil Kiyamah..." Habib Munzir menambahkan ucapan dalam batinnya "Kau di Jakarta dimanjakan, ribuan orang berebutan ingin mencium tanganmu. Kau dimuliakan dan disanjung. Perjuangan
dakwahmu hanya sebatas naik turun mimbar dalam kemuliaan dan sanjungan. Sekarang patut kau rasakan dakwah yang seperti ini, inilah medan seorang da'i penyeru ke Jalan Allah. Wahai tubuh rapuh yg
sakit-sakitan! Kau terlalu dimanjakan, kau harus merasakan juga dakwah yang seperti ini." Lalu syaitan membisikiku, "Kau sudah banyak penyakit, ada peradangan di otak belakang, Asma, bahkan pernah dua
kali terkena stroke, sering tertatih tatih berjalan dan sering tidak mampu berdiri karena lemah saat menyampaikan ceramah, duduklah ditempat yang layak bagimu di kursi depan." Maka ku jawab dengan menghardik diriku sendiri, "Rasakan ledzatnya dakwah, duduk di tempat itu dan bertahan, wahai Munzir pendosa, pemalas dan manja!"
Tubuh serasa hancur dihempas-hempas dalam speed tinggi di bak belakang. Angin terus menerpa, menggigil tubuh kedinginan terkena terpaan angin petang dan hujan, bertahanlah wahai munzir pemalas! "
---------------------------------------------------

Masya Allah...Demikian indahnya akhlak Guru kita .Semoga Allah SWT muliakan ruhnya bersama Para Sholihin, Para Shiddiqin dan Imam Ahlus Sholihin wa Shiddiqin...Datuknya Sayyidinaa Muhammad SAW...dan semoga kita sebagai penerusnya bisa menjaga semanga. tnya dalam meneruskan dakwah dengan apapun yang kita punya  Aamiin Yaa Robbal Aalamiin...

(Keterangan : Foto ketika Habib Munzir duduk di bak belakang mobil dan Perjuangan Habib Munzir berdakwah di Papua - Irian Barat)

#alfatihah