Sarat Muatan Feminisme dan Liberalisme, Forhati Tolak RUU Penghapusan Kekerasan Seksual
Kamis, 18 Juli 2019
Faktakini.net, Jakarta - Majelis Nasional Forum Alumni HMI-Wati (Forhati) menolak RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual yang saat ini sedang dibahas di DPR. Alasan penolakannya karena RUU tersebut dinilai melanggar norma agama serta sarat dengan muatan feminisme dan liberalisme.
“Secara sosiologis, ada muatan yang sarat dengan feminisme dan liberalisme ini, sehingga RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini memungkinkan munculnya celah legalisasi tindakan LGBT, serta pergaulan bebas,” kata Majelis Nasional Formati melalui pernyataan tertulisnya di Jakarta, Senin 15 Juli 2019.
Pernyataan Kohati itu ditandatangani Koordinator Majelis Nasional Forhati, Hanifah Husein, dan Sekretaris Majelis Nasional Forhati, Jumrana Salikki.
Majelis Nasional Forhati juga menilai, secara filosofis RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka katakan, dianut bangsa Indonesia.
Menurut Husein dan Malikki, kedua faktor yang dinilai tidak sesuai dengan norma bangsa Indonesia itu merupakan hasil kajian Majelis Nasional Formati.
Majelis Nasional Formati juga mengusulkan agar RUU
Penghapusan Kekerasan Seksual diganti menjadi RUU tentang Penghapusan Kejahatan Seksual (RUU PJS), karena kata “kejahatan” memiliki makna lebih luas dan komprehensif.
Majelis Nasional Formati juga meminta pemerintah dan DPR untuk membuat RUU PJS secara komprehensif, untuk perlindungan terhadap perempuan dengan menerima masukan dan usulan dari aspirasi seluruh elemen masyarakat.
Pada kesempatan tersebut, Forhati juga mengajak elemen masyarakat, lembaga adat, lembaga agama, organisasi massa, organisasi pelajar, mahasiswa, dan pemuda, untuk terus mengawal dan mendukung upaya-upaya mengantisipasi penyakit sosial, terutama perihal kejahatan seksual, penyimpangan seksual, pergaulan bebas, narkotika dan kerusakan moral lain.
Foto: Hanifah Husein
Sumber: suara-islam.id