Chusnatul Jannah: Deislamisasi, Intermezo dari Enzo
Jum'at, 8 Agustus 2019
Faktakini.net, Jakarta - Enzo Zenz Allie, Santri dari Pondok Pesantren Al Bayan yang bercita-cita menjadi TNI tersandung fitnah.
Menguasai empat bahasa, yakni bahasa Indonesia, Perancis, Bahasa Inggris, dan Arab tak membuat pengidap Islamofobia akut berempati.
Anak Yatim blasteran Perancis itu mulai dipersoalkan kecintaannya pada Pancasila dan NKRI.
Ya, Enzo Zenz Allie menjadi korban bully karena Bendera Nabi. Hal itu bermula saat diketahui foto profil akun media sosialnya memanggul bendera tauhid di tas belakangnya. Buru-buru Menhan bereaksi. Ia perintahkan untuk segera mencoretnya dari calon taruna Akmil TNI jika terbukti terlibat HTI.
Tak butuh waktu lama, pihak TNI pun langsung menelusuri riwayat keluarga Enzo. Ia dicurigai terpapar paham radikal. Terafiliasi dengan ormas yang sudah dibubarkan, HTI. Hanya gegara pasang foto dengan bendera tauhid, semudah itu menudingnya terpapar radikalisme. Masih segar pula di ingatan bagaimana reaktifnya Kemenag saat kedapatan siswa MAN di Sukabumi mengibar bendera tauhid. Persis reaksi Menhan saat mengetahui calon taruna TNI membawa bendera tauhid.
Berulangkali dikatakan bendera tauhid itu panji Rasulullah saw. Kebanggaan beliau dan para sahabat berjihad melawan musuh-musuh Allah. Kalimat suci yang diharapkan terucap kala meninggal nanti. Masih saja dicap milik ormas tertentu. Seolah ia hina dina. Sungguh terlalu. Islamofobia kian akut. Bahkan tengah menjangkiti mereka yang mengaku muslim.
Sadar atau tidak. Deislamisasi tengah mewabah di negeri mayoritas muslim ini. Kasus Enzo mungkin intermezo bahwa gerah dan alergi dengan istilah Islam dan simbol-simbolnya adalah gejala Islamofobia akut. Sebagai upaya mencegah Islamisasi makin meluas. Menggaungkan deradikalisasi agar makin alergi dengan Islam dan syariatnya. Inilah proyek Barat. Kalau dulu kita mengenal Global War On Terorism, maka istilah itu kini diganti dengan deradikalisasi yang berarti deislamisasi.
Intermezo dari Enzo harusnya membuat kita makin paham. Narasi radikalisme, Pancasila, dan NKRI hanyalah kedok untuk menyerang Islam. Tak mau dibilang anti Islam, mereka berlindung dibalik slogan Pancasila dan NKRI. Kasus Enzo bukanlah yang pertama, mungkin pula bukan yang terakhir. Selama istilah radikalisme ditafsiri sekehendak hati pemilik kepentingan, persekusi terhadap Islam masih akan terjadi. Menggiring opini agar masyarakat fobia terhadap Islam. Waspadalah!
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban
Sumber: suara-islam.id