Lengkap! Ini Penjelasan Khilafah Islamiyah Versi FPI Oleh Ustadz Munarman Di Acara Dua Sisi TvOne
Jum'at, 2 Agustus 2019
Faktakini.net, Jakarta - Acara DUA SISI di stasiun televisi tvOne pada hari Kamis (1/8/2019) malam mengambil tema "Tarik Ulur Izin FPI: Karena Ideologi Atau Pilihan Politik?".
Nara sumber pada malam hari ini adalah Sekretaris Umum DPP FPI Haji Munarman, Wasekjen MUI KH Tengku Zulkarnain, Dirjen Keormasan Kemendagri Lutfi, dan Ade Armando. Dan host pada acara tersebut adalah Indiarto Priadi.
Mengawali pembicaraan, Ustadz Munarman mengatakan kata "izin" ini nomenklaturnya tidak ada dalam UU maupun Permendagri.
"Kalau kita menggunakan diksi izin, itu keliru besar, jadi (yang benar) Registrasi, Registrasi ulang sebetulnya. Jadi nomenklatur izin itu tidak ada", ujar Ustadz Munarman.
Hal ini perlu dijelaskan oleh Ustadz Munarman, karena judulnya saja Surat Keterangan Terdaftar (SKT), bukan izin.
"Karena tanpa terdaftar pun menurut Putusan MK nomor 82 tahun 2013, itu sebuah ormas bebas melakukan kegiatan. Jadi kalau tadi disebutkan izin operasional atau apa istilahnya, itu tidak ada terminologi itu, nomenklatur itu tidak ada. Jadi pendaftaran itu di dalam putusan MK nomor 82 tahun 2013 itu konsekwensi hukumnya adalah sebuah Ormas itu, satu Ormas itu hanya berhak mendapatkan layanan dari pemerintah. Hanya itu. Jadi kelebihan antara Ormas yang mendaftarkan diri di Kemendagri dengan Ormas yang tidak mendaftarkan diri itu hanya soal layanan", tegas beliau.
Sekum DPP FPI itu lalu menjelaskan bantuan layanan itu bentuknya macam-macam, seperti bantuan keuangan atau hibah yang selama ini disinyalir banyak dimanfaatkan sebagai alat politik oleh kepala daerah tertentu dengan Ormas abal-abal.
Serta bantuan dalam bentuk kerjasama-kerjasama, seperti yang sudah dilakukan oleh FPI dengan pemerintah.
"Misalnya selama ini kita itu membantu pemerintah dalam konteks bedah kampung. Di tahun 2010 sampai 2012 kita itu ada kerjasama dengan Kemensos, (yaitu) bedah kampung, jadi memperbaiki rumah-rumah yang tidak layak huni, kita kerjasama,
kita sediakan tenaganya, waktu itu Kemensos menawarkan dana untuk kita kelola langsung, tapi kita tidak, kita bilang silahkan keuangannya, bahan-bahannya dikelola langsung oleh Kemensos, kami menyumbangkan Relawan untuk membangun rumah itu. Jadi hal-hal itu".
Ustadz Munarman pun mengungkapkan bahwa aksi sosial kemanusiaan FPI itu masih terus dilakukan hingga hari ini.
"Jadi hal-hal yang begini ini masih terus berlangsung. Bahkan sampai hari ini FPI itu di kebakaran yang di Jakarta barusan dan gempa di Halmahera itu (masih) tetap bekerja."
Lalu beliau menyebut berkas untuk perpanjangan SKT sudah diserahkan oleh FPI ke Kemendagri, FPI sudah mencicil persyaratan demi persyaratan dan hanya kurang satu persyaratan yaitu Rekomendasi dari Kementrian Agama dan itu sudah diurus, jadi FPI tinggal menunggu saja.
Lutfi Dirjen Ormas Kemendagri kemudian FPI telah mengajukan perpanjangan SKT pada 20 Juni 2019, namun masih perlu melengkapi beberapa persyaratan.
Saat ditanya oleh Indiarto apa konsekwensi bila SKT tidak berlaku, Lutfi hanya menyatakan FPI tetap bebas melakukan kegiatan hanya saja tidak memiliki status. FPI tetap dipersilahkan oleh Kemendagri untuk melanjutkan membantu orang-orang susah dan sebagainya.
"Itu silahkan (FPI membantu orang-orang susah), karena kan MK membuka ruang untuk itu", ujar Lutfi.
Lutfi menyebut Kemendagri telah memeriksa dan mengurus SKT FPI, hanya saja di peraturan terbaru Ormas berbasis keagamaan harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Agama.
Wasekjen MUI KH Tengku Zulkarnain lalu menyatakan ada 66 lebih Ormas Islam yang berada di bawah tenda MUI termasuk NU, Muhammadiyah, FPI, Mathlaul Anwar, Al Washliyah dan lainnya. Dan semuanya sudah sepakat Pancasila itu falsafah negara.
"Atas kesepakatan negara bahwa Pancasila itu falsafah negara, UUD 1945 sebagai dasar negara, NKRI bentuk negara, itu semua (66 lebih Ormas Islam yang bernaung dibawah MUI) sepakat, tidak ada yang tidak sepakat, dan MUI tentu berpegang pada itu", ujar Kyai Tengku.
Maka itu beliau menegaskan tidak boleh ada gerakan untuk menghalangi 66 Ormas-Ormas Islam yang berada di bawah naungan MUI itu.
"Tidak boleh ada gerakan untuk menghalangi mereka. Itu kan hak mereka untuk berkumpul dan mengeluarkan pendapat dijamin konstitusi UUD 1945.
Kalau misalnya MUI diperlukan untuk mendampingi FPI pasti MUI akan melakukan pendampingan, karena kita juga ada komisi hukum dan ada bidang hukum dan perundang-undangan, ini sikap MUI, apalagi MUI menurut Perpres nomor 54 tahun 2014 adalah Mitra pemerintah dalam urusan agama Islam. Jadi kita itu bukan organisasi kaleng-kaleng, ada Perpres nya itu", ujar Kyai Tengku.
Wakil Sekjen MUI itu pun menyatakan wajar saja apabila orang ada yang tidak suka dengan FPI. Suka atau tidak suka itu tidak menjadi ukuran.
Beliau menyebut Nabi Muhammad SAW yang ma'sum saja dibunuh. Sayidina Umar, Sayidina Usman, dan Sayidina Ali juga dibunuh.
"Artinya apa, suka atau tidak suka gak boleh menjadi ukuran. Ukuran itu adalah UU yang berlaku sebagai kesepakatan", ujarnya.
Beliau pun menyebut banyak yang suka dan tidak suka dengan NU, Muhammadiyah, Jamaah Tabligh dan lain-lain.
Ade Armando pun mengamini pernyataan Kyai Tengku, "Kali ini saya setuju dengan Kyai Tengku Zulkarnain".
Ade pun menyebut bahwa bila Kemenag tidak mengeluarkan rekomendasi untuk FPI, artinya hanyalah FPI tidak bisa terdaftar, hanya itu. Tetapi FPI tetap legal (syah) dan bisa melakukan berbagai kegiatannya, karena itu hak warga negara.
"Jadi publik harus tau bahwa pemerintah tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan (FPI) kalau ini yang terjadi", tegas Ade.
Lalu Ade mempertanyakan AD / ART FPI yang ada menyebut menegakan syariat Islam secara kaffah dibawah khilafah.
Ustadz Munarman lalu menjelaskan, "Di dalam AD FPI memang ada pasal 6, visi misi ya, itu menyatakan visi misinya itu penegakan syariat Islam secara kaffah dibawah naungan khilafah islamiyah berdasarkan manhaj nubuwwah melalui dakwah, hisbah dah jihad. Nah kemudian penjelasan itu kalau sekedar membaca Anggaran Dasar itu memang tidak ditemukan, nah, kita penjelasan di AD adalah Anggaran Rumah Tangga, di ART itu ada 3 poin penjelasan tentang ini. Ini saya menjelaskan dari aspek Document Legal FPI dulu".
"Yang dimaksud dengan penegakan syariat Islam secara kaffah artinya penegakan syariat Islam di sektor ibadah, muamalah, munakahah dan jinayah. Itu aspek ilmu fiqih. Bahasa Indonesianya itu di bidang ibadah individu ya (yaitu) Sholat Puasa segala macam, kemudian di bidang hukum keluarga, sosial, kebudayaan, ekonomi, kan kita sudah ada UU Perbankan Syariah, kemudian di bidang jinayah di Aceh ada Qanun tentang jinayah, tentang hukuman tidak boleh berkhalwat, cambuk macam-macam, itu yang bagi kita adalah seluruh aspek tadi", lanjut Ustadz Munarman.
"Yang kedua penjelasannya itu, ditegakkan di sektor itu individu, keluarga, masyarakat dan negara. Bagi FPI penegakan syariat Islam ini, ini adalah harus melalui proses legal konstitusional. Pertama, di Indonesia itu ada UU tentang haji, itu syariat Islam, ada UU tentang zakat, itu syariat Islam, ada UU tentang perbankan syariah muamalah, itu syariat Islam, bagi kita itu yang kita inginkan, itu yang didorong melalui proses parlementer".
"Yang ketiga, bagi FPI yang dimaksud dengan khilafah islamiyah itu adalah mendorong kerjasama antar negara OKI (Organisasi Konferensi Islam), Indonesia ini adalah salah satu negara OKI, dalam sektor pasar bersama, mata uang bersama, bebas visa dan bebas paspor kunjungan antar negara Islam, penguatan peran Parlemen antar negara Islam, pembentukan pengadilan Mahkamah di antara negara - negara OKI. Dan itu justru sudah dipraktekkan oleh Eropa dengan adanya Uni Eropa, di Uni Eropa ada mata uang Euro, ada pengadilan Parlemen Eropa, ada pengadilan HAM di sektor Eropa, jadi itu sudah dipraktekkan sebetulnya di negara yang tidak berbasiskan Islam, nah kenapa tidak dilakukan oleh negara-negara anggota OKI. Itu perspektif FPI dalam konteks penegakan syariat Islam secara kaffah", jelas Ustadz Munarman.
Ustadz Munarman mengakui masih banyak pihak yang tidak memahami tentang khilafah yaitu karena keterbelakangan intelektual alias perlu menambah khazanah dan membaca, dan satu lagi karena keterbelakangan mental yaitu Islamophobia.
Ade Armando kemudian mengaku kaget bahwa Ustadz Munarman mampu menjelaskan soal khilafah dengan mendetail dah tenang. Lalu Ade mengaku bahwa bila mendengar kata khilafah, yang pertama ia ingat hanyalah HTI. Oleh Ustadz Munarman kemudian Ade pun langsung 'disentil', "harusnya begitu kita mendengar kata khilafah itu, pertama-tama yang kita ingat itu adalah Khulafaur Rasyidin begitu, rujukannya harusnya begitu, bukan HTI ya hahaha", ujar Ustadz Munarman sambil tertawa.
Ustadz Munarman lalu menjelaskan kesalahan persepsi tentang khilafah islamiyah menurut Ade Armando.
"Yang dipraktekkan oleh daulah khilafah Utsmaniyah itu dipraktekkan oleh Inggris sekarang. Saya kasih contoh konkret tiga negara, Canada, New Zealand dan Australia itu kepala negaranya Ratu Inggris. Kepala negaranya disebut Ratu Inggris. Disana itu ada Gubernur Jendral nya dan kemudian Perdana Menteri. Dia tetap sebagai Inggris sebagai negara induknya. Nah, dulu Turki Utsmani itu juga begitu, karena itu Sultan Jogja pada pembukaan Kongres Umat Islam yang ke-enam itu juga menyebutkan sejarah itu".
Mendengar penjelasan runut dan lengkap Ustadz Munarman, Ade Armando pun menyatakan, "Saya gak mau bantah itu. Saya setuju sekali".
Kemudian Ustadz Munarman menjelaskan definisi Khilafah antara FPI dengan HTI itu berbeda, dan itu secara jelas ada di dalam AD / ART FPI.
Dan ia menegaskan karena itu info tentang FPI harus lengkap diterima oleh berbagai pihak jangan sampai pemerintah mengambil kebijakan berdasarkan informasi yang salah.
Kyai Tengku lalu menjelaskan syariat Islam dalam bab ibadah sejak jaman Belanda pun sudah diurus, seperti dalam soal ibadah haji, Belanda menyiapkan kapal untuk naik haji, lalu membangun masjid di Medan, Aceh dan sebagainya.
Yang menjadi masalah adalah dalam bidang muamalah, sejak lama MUI berjuang menbuat UU agar syariat Islam jalan, sampai keluarlah UU Bank Syariah, Asuransi Syariah, Finance Syariah, Arbitrase Syariah, itu perjuangan melalui konsitusional. Itu semua adalah Syariat Islam dan dijamin Pasal 29 ayat 2 UUD 45, ujar Kyai Tengku.
Dalam video acara Dua Sisi yang disaksikan oleh Redaksi Faktakini.net itu, Ustadz Munarman kemudian menjelaskan salah satu syarat yang diminta oleh Kemendagri tentang klausul mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal, itu sudah ada dalam ART FPI Pasal 92.
"Ini jawabannya ada di ART, ini ada di pasal 92 karena saya yang ngedrop itu, ada Mahkamah Tinggi Front namanya, ini yang kita sebut sebagai mekanisme penyelesaian sengketa apabila ada sengketa internal di tubuh FPI. Jadi sudah ada pak Lutfi, nanti silahkan cek di ART kita di pasal 92, eksplisit (tertulis), sudah kita sediakan ruang mekanismenya", ujar Ustadz Munarman.
Ade Armando lalu menuding soal stigma kekerasan FPI yang ia sebut berupa ucapan keras para Tokoh FPI, dan isu (hoax / fitnah) yang beredar bahwa FPI telah memalak (memeras) night club, restoran, tempat hiburan dan sebagainya. Serta aksi demo yang kerap dilakukan FPI, lalu bentrokan dengan AKKBB di tahun 2008 dan sebagainya.
Ustadz Munarman kemudian menjelaskan bahwa stigma negatif FPI itu akibat pengulangan dan memori yang terus menerus ditanamkan di publik, sehingga masuk ke dalam alam bawah sadar masyarakat.
"Label (negatif) yang disematkan kepada FPI itu juga akibat dari pengulangan-pengulangan yang terus menerus. Saya bisa juga ambil data dari media baik media mainstream maupun media sosial itu memang ada kelompok yang selalu mengulang -ngulang itu, sehingga memori masyarakat, memori publik merujuk kepada hal itu".
Ustadz Munarman melanjutkan bahwa karena itulah FPI akhirnya menampilkan juga informasi aksi-aksi sosial kemanusiaan FPI selama ini, yang sebetulnya FPI tidak mau menyebarkannya bahkan telah menutupinya, tetapi akhirnya dibuka juga supaya informasi tentang FPI di masyarakat bisa berimbang.
Soal gaya ceramah atau retorika tokoh FPI di atas panggung yang dinilai keras, menurut Ustadz Munarman itu hanya gaya masing-masing.
Beliau lalu mengungkapkan FPI selama ini "olahraga kekerasannya" hanya pada konteks kemaksiatan. Padahal Taliban yang sehari-hari berperang saja (mengangkat senjata) telah diterima oleh Wakil Presiden RI, PBNU. Jadi stigma kekerasan terhadap FPI hanya masalah persepsi.
"Karena FPI juga sering menerima kekerasan verbal sebetulnya", ujar Sekretaris Umum DPP FPI itu.
Kyai Tengku kemudian menegaskan FPI adalah Ormas Islam yang merupakan aset negara dan sangat dicintai oleh umat Islam khususnya di Aceh atas kontribusi FPI melakukan aksi sosial kemanusiaan.
"Sikap MUI secara resmi itu (tentang FPI) setelah diputuskan Rapim itu akan diumumkan secara verbal. Tapi yang saya sampaikan hari ini adalah sikap MUI secara umum saja, bahwa FPI ini adalah Ormas Islam, ada dalam tenda MUI, kita kalau ada hal-hal yang menyimpang atau dirasa kurang baik kita bersedia untuk sama-sama memperbaikinya, kan aset negara ini FPI".
"Kalau ditanya di Aceh FPI harum sekali, sebab ketika terjadi tsunami yang mati-matian membela mereka itu (membersihkan) sampah setinggi gunung itu, TNI Polri dan FPI", ujar Kyai Tengku.
Lalu Kyai Tengku bercerita perjuangan luar biasa FPI di Aceh.
"Saya bayangkan ya, enam hari setelah Tsunami, 1 Januari (2005) itu Dien Syamsudin Sekjen MUI waktu itu membawa uang Rp 1 Milyar naik Hercules belum ada listrik, malam itu liat tangannya (saja) gak kelihatan, dan kami juga kesana kan itu kampung halaman nenek kami. Empat bulan kemudian sampah setinggi gunung itu gak ada lagi, bersih! Siapa yang bersihkan? TNI Polri dan FPI. Sehingga kalau kita datang ke Aceh, tanyalah semua orang Aceh bagaimana FPI itu? Semua orang akan mengatakan FPI hebat!", ujar Wasekjen MUI itu.