Perbandingan Anggaran Sampah DKI Jakarta (Ibukota RI) Dengan (Kotamadya) Surabaya
Kamis, 1 Agustus 2019
Faktakini.net
Tatak Ujiyati
Tahan Jangan Emosi, Cek Ulang Datanya. Benarkah anggaran pengelolaan sampah Surabaya cuma Rp 30 M?
Hasil terlusuran Tirto menemukan anggaran indikatif program pengelolaan kebersihan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Surabaya tahun 2019 sebesar Rp 474.924.244.882. Hampir Rp 500 Milyar! Lalu Rp 30 Milyar yang disebut Risma itu anggaran apa? Nggak mungkinlah seorang pejabat sekelas Ibu Risma berbohong.
Menjadi pertanyaan saya juga, mengapa Tirto hanya dapat data anggaran indikatif. Apakah di Surabaya tak ada sistem e budgeting yang bisa diakses bebas oleh publik?
Tapi pada intinya anggaran Surabaya perlu dicek ulang.
Lantas bagaimana dengan anggaran Jakarta. Benarkah anggarannya adalah Rp 3.7 Triliun seperti yang disebut Bestari Barus? Kita gampang cek. Karena Anggaran Jakarta terbuka. Selalu bisa dicek di e budgeting oleh siapa saja. Tirto menyebut total anggaran untuk urusan lingkungan hidup adalah Rp 3.498.235.091.581. Kalau Pak Bestari mengacu pada angka itu, ia keliru sebut. Bukan Rp 3,7 T tapi Rp 3,5 Triliun.
Anggaran Jakarta besar sekali? Eit tunggu dulu. Lihat detailnya. Alokasi untuk pengelola sampah terpadu ternyata hanya sekitar Rp 1 T. Dan alokasi terbesar dari jumlah itu digunakan untuk pengadaan lahan ITF (fasilitas sampah menjadi listrik) yaitu Rp 750 miliar. Jadi kalau anggaran pembangunan ITF dikeluarkan, anggaran pengelolaan sampah DKI hanya Rp 336.537.095.446.
Jika mencermati temuan Tirto bisa dong kita bandingkan anggaran pengelolaan sampah Jakarta Surabaya adalah Rp 336 Milyar vs Rp 474 Milyar!
Rincian Anggaran Rp 474 M Surabaya. Satu, anggaran operasional pengangkutan sampah di Surabaya mencapai Rp41.397.202.610. Dua, biaya operasional pembersihan sampah di saluran mencapai Rp23.005.508.595. Tiga, ongkos Pemeliharaan Sarana Pembersihan, Pengangkutan Sampah dan Toilet yang besarnya mencapai Rp37.754.879.804.
Masak sih ya anggarannya lebih besar Surabaya? Saya juga ragu. Karena Surabaya itu kan cuma sebesar Jakarta Pusat. Kecil. Jumlah penduduknya juga cuma sepertiga Jakarta.
Itu dia. Pada titik ini tidak bisa kita membandingkan Jakarta dengan Surabaya, dalam soal anggaran pengelolaan sampah ini. Perlu dicek ulang data anggarannya.
Sistem anggaran Jakarta terbuka dan bisa bebas kita akses. Sementara Surabaya, saya tidak tahu. Ada baiknya tahan dulu. Pak Bestari, Ibu Risma, dan juga media yang sudah membuat analisa dan kesimpulan soal manajemen persampahan ini, sekali lagi CEK data anggarannya. Cek programnya. Agar kita bisa tahu dan membandingkan. Siapa yang lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan sampah.
Paling enak sih kalau ada pihak ketiga yang memberi penilaian. Dengan indikator-indikator obyektif. Soal infrastruktur pengelolaan sampah, manajemennya, dan juga kualitas lingkungan hidupnya. Semacam penilaian atas HDI, indeks korupsi atau penghargaan iklim berusaha. Semacam itulah. Sehingga kita bisa tahu daerah mana yang memang baik dalam pengelolaan sampah. Secara obyektif. Bukan sekedar kira-kira.
Kita bukan ingin saling menyalahkan bukan? Tapi ingin saling belajar bukan antar institusi pemerintah? Jadi mari kembali pada data, analisa dan simpulan yang obyektif. Semuanya tentu demi Indonesia yang lebih baik.
Tatak Ujiyati on FB
#jakartabisa #goodgovernance #indonesiabisa
Sumber:
https://tirto.id/mengapa-anggaran-pengelolaan-sampah-dki-lebih-besar-dari-surabaya-efkr
Faktakini.net
Tatak Ujiyati
Tahan Jangan Emosi, Cek Ulang Datanya. Benarkah anggaran pengelolaan sampah Surabaya cuma Rp 30 M?
Hasil terlusuran Tirto menemukan anggaran indikatif program pengelolaan kebersihan dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah Surabaya tahun 2019 sebesar Rp 474.924.244.882. Hampir Rp 500 Milyar! Lalu Rp 30 Milyar yang disebut Risma itu anggaran apa? Nggak mungkinlah seorang pejabat sekelas Ibu Risma berbohong.
Menjadi pertanyaan saya juga, mengapa Tirto hanya dapat data anggaran indikatif. Apakah di Surabaya tak ada sistem e budgeting yang bisa diakses bebas oleh publik?
Tapi pada intinya anggaran Surabaya perlu dicek ulang.
Lantas bagaimana dengan anggaran Jakarta. Benarkah anggarannya adalah Rp 3.7 Triliun seperti yang disebut Bestari Barus? Kita gampang cek. Karena Anggaran Jakarta terbuka. Selalu bisa dicek di e budgeting oleh siapa saja. Tirto menyebut total anggaran untuk urusan lingkungan hidup adalah Rp 3.498.235.091.581. Kalau Pak Bestari mengacu pada angka itu, ia keliru sebut. Bukan Rp 3,7 T tapi Rp 3,5 Triliun.
Anggaran Jakarta besar sekali? Eit tunggu dulu. Lihat detailnya. Alokasi untuk pengelola sampah terpadu ternyata hanya sekitar Rp 1 T. Dan alokasi terbesar dari jumlah itu digunakan untuk pengadaan lahan ITF (fasilitas sampah menjadi listrik) yaitu Rp 750 miliar. Jadi kalau anggaran pembangunan ITF dikeluarkan, anggaran pengelolaan sampah DKI hanya Rp 336.537.095.446.
Jika mencermati temuan Tirto bisa dong kita bandingkan anggaran pengelolaan sampah Jakarta Surabaya adalah Rp 336 Milyar vs Rp 474 Milyar!
Rincian Anggaran Rp 474 M Surabaya. Satu, anggaran operasional pengangkutan sampah di Surabaya mencapai Rp41.397.202.610. Dua, biaya operasional pembersihan sampah di saluran mencapai Rp23.005.508.595. Tiga, ongkos Pemeliharaan Sarana Pembersihan, Pengangkutan Sampah dan Toilet yang besarnya mencapai Rp37.754.879.804.
Masak sih ya anggarannya lebih besar Surabaya? Saya juga ragu. Karena Surabaya itu kan cuma sebesar Jakarta Pusat. Kecil. Jumlah penduduknya juga cuma sepertiga Jakarta.
Itu dia. Pada titik ini tidak bisa kita membandingkan Jakarta dengan Surabaya, dalam soal anggaran pengelolaan sampah ini. Perlu dicek ulang data anggarannya.
Sistem anggaran Jakarta terbuka dan bisa bebas kita akses. Sementara Surabaya, saya tidak tahu. Ada baiknya tahan dulu. Pak Bestari, Ibu Risma, dan juga media yang sudah membuat analisa dan kesimpulan soal manajemen persampahan ini, sekali lagi CEK data anggarannya. Cek programnya. Agar kita bisa tahu dan membandingkan. Siapa yang lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan sampah.
Paling enak sih kalau ada pihak ketiga yang memberi penilaian. Dengan indikator-indikator obyektif. Soal infrastruktur pengelolaan sampah, manajemennya, dan juga kualitas lingkungan hidupnya. Semacam penilaian atas HDI, indeks korupsi atau penghargaan iklim berusaha. Semacam itulah. Sehingga kita bisa tahu daerah mana yang memang baik dalam pengelolaan sampah. Secara obyektif. Bukan sekedar kira-kira.
Kita bukan ingin saling menyalahkan bukan? Tapi ingin saling belajar bukan antar institusi pemerintah? Jadi mari kembali pada data, analisa dan simpulan yang obyektif. Semuanya tentu demi Indonesia yang lebih baik.
Tatak Ujiyati on FB
#jakartabisa #goodgovernance #indonesiabisa
Sumber:
https://tirto.id/mengapa-anggaran-pengelolaan-sampah-dki-lebih-besar-dari-surabaya-efkr