Tanggapi Jokowi, Ustadz Awit: Jika FPI Anti Pancasila Ada Dimana Pointnya?
Sabtu, 3 Agustus 2019
Faktakini.net, Jakarta - Ketua Bidang Penegakan Khilafah DPP FPI KH Awit Mashuri memberikan respons tegas untuk menjawab pernyataan Jokowi tentang FPI. Kyai Awit meminta bukti bila FPI dituding anti Pancasila, ada dimana pointnya?
Hal itu beliau nyatakan saat tampil sebagai salah satu nara sumber pada acara Mata Najwa hari Rabu, 31 Juli 2019 pukul 20.00 WIB di stasiun televisi Trans7, dimana disitu dibahas mengenai kiprah Ormas Islam Front Pembela Islam (FPI).
Pembahasan tentang FPI kali ini terkait Surat Keterangan Terdaftar (SKT) FPI yang berakhir pada 20 Juni 2019 lalu dan telah diajukan perpanjangannya oleh FPI namun hingga kini belum disetujui oleh Kemendagri.
Pada kesempatan itu, hadir Ketua Bidang Penegakan Khilafah DPP FPI KH Awit Mashuri, Kuasa Hukum FPI Sugito Atmo Pawiro, Dirjen Ormas Kemendagri Luthfi, Ketua DPP PKS Dr Mardani Ali Sera dari PKS, politisi PKB Maman Imanulhaq dan Ketua PBNU Marsudi Syuhud, serta Hendrik Rosdinar dari Koalisi Kebebasan Berserikat
Pada acara yang mengambil tema "FPI: Simalakama Ormas" ini, Najwa Shihab kemudian menanyakan apa tanggapan FPI terhadap ucapan kontroversial Jokowi yang menyindir soal FPI dan Pancasila.
Kyai Awit kemudian menjelaskan silahkan sebut saja dimana anti Pancasila nya FPI. Beliau kemudian menjelaskan FPI itu didirikan dan dideklarasikan itu pada tanggal 17 Agustus, yang juga merupakan tanggal kemerdekaan Republik Indonesia.
"Dari situ saja sudah terlihat kita ini NKRI banget", ujarnya.
"Lalu di dalam azas, FPI ini adalah Ormas Islam, berakidahkan Ahlussunnah wal Jamaah, dimana Fiqih kami adalah bermazhab Imam Syafi'i. Lalu kemudian akidah kami adalah Imam Abu Hasan Asy'ari, Tasawuf nya Imam Ghozali", tegas Kyai Awit.
Karena itu ia minta jangan diragukan lagi bahwa FPI Berpancasila.
"Kalau FPI misalkan bertentangan dengan Pancasila, saya yakin dari awal kami mendaftarkan sebagai Ormas tidak akan diterima di negeri ini. Tetapi alhamdulillah dalam waktu 21 tahun FPI ada di Indonesia aman-aman saja. Baru sekarang aja nih kelihatannya kemudian agak dipermasalahkan dalam perpanjangan".
Najwa kemudian menanyakan tentang AD / ART FPI yang menyinggung soal penerapan Syariat Islam dan Khilafah.
Kyai Awit membenarkan bahwa yang dimaksud oleh Najwa adalah hasil Munas FPI tahun 2013 di Asrama Haji Pondok Gede, Bekasi.
Dan di hasil Munas itu FPI menyoroti soal kasus Palestina, saudara kita di Rohingya Myanmar dan tempat-tenpat lain, maka itu FPI melahirkan keputusan demikian.
"Yang dimaksud adalah Khilafah Islamiyah versi FPI yaitu menurut Manhaj Nubuwah. Manhaj Nubuwah terbagi dua di dalam versi FPI, yang pertama tentang Khilafah individu, jadi sosok yang menjadi khalifah, itu di dalam qoul yang muktabar ala manhaj Aswaja, bahwa itu nanti hanya sekali lagi yang akan dipimpin oleh Imam Mahdi yang bernama Muhammad, abahnya Abdullah lalu nanti akan dibaiat di Ka'bah, itu ilmu fiqih", jelasnya.
Lalu Kyai Awit menjelaskan, "Nah disini yang dimaksud Manhaj Nubuwah yang kedua adalah, kita mendorong kepada negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI, yang pertama untuk mendorong pembentukan Parlemen bersama dunia Islam, lalu kemudian mendorong pembentukan pasar bersama dunia Islam, mendorong pembentukan pakta pertahanan, mata uang, penghapusan paspor dan visa antar dunia Islam, kemudian asimilasi perkawinan antar dunia Islam, penyeragaman kurikulum pendidikan agama dalam dunia Islam. Ada sepuluh (seluruhnya), jadi kami simpulkan Khilafah versi FPI ini hanya sebuah istilah. Kita ini ingin sifatnya kolektif di Organisasi Konferensi Islam (OKI)", jelas beliau.
Lalu kemudian Najwa membacakan AD / ART FPI yang isinya memang sesuai dengan penjelasan Kyai Awit. Jadi jelas FPI tidak bertentangan dengan ideologi Pancasila.
"Jadi tidak ada membangun yang sifatnya FPI mau menjadi khalifah, FPI mau melahirkan khalifah, (tapi justru) kita ingin mengajak dunia Islam bersatu buat Parlemen, bersatu buat pertahanan, karena banyak disana kasus-kasus umat Islam yang Subhanallah harus dibela dan dibantu oleh dunia Islam", tegas beliau.
Lalu Kyai Awit menanggapi Marsudi Syuhud yang nampaknya kurang memahami penjelasannya soal Khilafah versi FPI.
"Tadi pak Kyai Marsudi menjelaskan tentang negara, jadi Khilafah versi FPI ini gak ada mau merubah negara, namanya tetap Indonesia, namanya tetap Malaysia, namanya tetap Turki, namanya Saudi ini kita lagi mau kita satukan, kepentingan ekonomi untuk umat Islam di dunia ini, disana ada negara-negara kaya lho, ada Oman, ada Qatar dan lain sebagainya kan bisa kita berdayakan dalam arti ekonominya agar untuk kemajuan umat. Begitu pula penderitaan umat Islam, di Palestina yang gak kunjung selesai, kemudian Rohingya dan tempat-tempat yang lainnya, kalau di Eropa di Barat sana ada Nato, kita ingin ada militer dunia Islam bersatu bukan untuk perang ya, tapi untuk menjaga perdamaian", ujarnya.
Lalu kemudian Kyai Awit menjelaskan susunan kepengurusan DPP FPI, yang diimami oleh Imam Besar Habib Rizieq Shihab, yang menurut Habib Salim Asyathiri adalah Ulama yang hanya akan ada 800 tahun lagi alias adanya hanya 800 tahun sekali, lalu ada Ketua Umum, Waketum dan sebagainya.
"Ketua bidang Khilafah ini istilah. Dibawahnya itu ada divisi atau departemen Front Mahasiswa Islam (FMI), yang tugasnya sosialisasi ke Mahasiswa yang tidak mesti harus soal Khilafah, penegakan Khilafah itu hanya istilah di Ketua bidang, lalu disana ada Front Santri Indonesia (FSI) yang memang untuk mempelajari kitab-kitab kuning atau kitab-kitab pesantren, belajar amriki belajar alfiyah belajar ilmu agil dan sebagainya ya kitab-kitab pesantren karena kita semuanya dari pesantren. Lalu kemudian disana ada juga ada kemanusiaan tentang bencana, yang sekarang ini kita sedang fokus (membantu korban bencana) yang ada di Sulawesi".
Lalu Najwa memutar cuplikan video himbauan Habib Rizieq agar umat Islam memilih pemimpin Muslim yang mendukung Syariat Islam yang sholeh, yang beriman dan bertaqwa sesuai perintah Al-Qur'an.
Kyai Awit menegaskan bahwa tidak ada yang salah dalam video itu, karena FPI ingin menegakkan syariat Islam di segala lini baik sosial bermasyarakat maupun berpolitik, bagi umat di Indonesia itu tidak dilarang. Termasuk memilih pemimpin Muslim itu semua ada di Al-Qur'an. Dan bagi umat non - Muslim mau pilih siapa pemimpin yang disukainya itu juga silahkan saja.
"FPI adalah Ormas Islam yang idealisnya ingin menegakkan Syariat Islam dengan cara konstitusi!", tegas Kyai Awit.
Lalu giliran politisi PKB Maman Imanulhaq berbicara dimana ia kemudian menbangga-banggakan PKB, padahal dari dulu suara PKB sendiri hanya segitu-segitu saja dan tidak pernah memenangkan Pemilu, bahkan sekedar untuk meraih 10 persen suara pun di Pemilu 2019 tidak bisa padahal selalu mengaku partainya NU Ormas terbesar.
Lutfi Direktur Ormas Kemendagri kemudian menjelaskan FPI telah memperpanjang pengajuan SKT pada 20 Juni 2019, dan hanya perlu melengkapi beberapa administrasi saja.
Pak Sugito pengacara FPI menjelaskan berkas administrasi yang diminta oleh Kemendagri semua sudah dilengkapi dan diserahkan oleh FPI dan mungkin pak Luthfi perlu memeriksa kembali.
Sugito kemudian menyesalkan ucapan beberapa Elit pejabat pemerintah yang ramai mengomentari soal perpanjangan SKT FPI di Media, sehingga akhirnya menjadi ramai dan politis, padahal sebelumnya soal SKT FPI tidak pernah menjadi masalah.
Dr Mardani Ali Sera kemudian menyebut diskursus Kyai Awit dengan Marsudi Syuhud itu menarik. Apalagi FPI adalah Ormas yang menarik dan sering memberi kontribusi, dan cara kita menangani FPI akan menentukan kualitas Demokrasi kita.
Beliau juga mengungkap FPI itu telah banyak berbuat baik, hanya saja mungkin tidak diketahui oleh Jokowi dan lainnya. Mardani pun memuji penjelasan Khilafah oleh Kyai Awit
Lutfi kemudian menjelaskan yang kurang di berkas FPI adalah tidak adanya klausul apabila muncul perselisihan masalah internal di FPI.
Pak Gito kemudian mengungkap apabila FPI tidak mendapat perpanjangan SKT pun itu tidak ada masalah. Apalagi putusan MK telah menegaskan pendaftaran Ormas itu sifatnya sukarela.
FPI akan tetap berjuang dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.
Namun sebagai Warga Negara yang baik FPI tetap akan berusaha melengkapi kelengkapan administrasi dalam pengajuan SKT ini, ujar Sugito.
Lutfi Dirjen Ormas Kemendagri kemudian menegaskan bahwa Ormas yang tidak mendaftar maka Ormasnya itu dipersilahkan untuk tetap eksis dan tidak boleh disebut sebagai Ormas terlarang.
"Sesuai dengan putusan MK dinyatakan bahwa bagi Ormas yang tidak berbadan hukum atau tidak terdaftar maka Ormas tersebut masih tetap ada, dalam artian bukan menjadi Ormas terlarang!", tegas Lutfi.
Hanya saja Ormas tersebut tidak akan mendapat bantuan dana dari pemerintah, kerjasama dengan pemerintah seperti Kemensos dan sebagainya.
Lutfi kemudian menjawab keterangan dari Sugito. Lutfi menyatakan selama ini perpanjangan SKT FPI tidak bermasalah, itu karena FPI selama ini telah tertib mengikuti aturan. Namun ia menyebut saat ini ada peraturan baru yang perlu dilengkapi oleh FPI.
Maman Imanulhaq kemudian memuji kiprah FPI yang telah membantu korban Tsunami.
Namun kemudian ia mulai menyindir FPI dan menuding FPI memiliki rekam "kekerasan", dan Maman menyinggung peristiwa tahun 2008 saat FPI menentang aliran sesat Ahmadiyah. Dimana saat itu ia yang membela Ahmadiyah turut menjadi korban.
Kyai Awit pun langsung meluruskan pernyataan Maman.
"Waktu itu bukan soal Pancasila (tetapi) masalah Ahmadiyah. Dimana kita dapat info dari polisi waktu itu AKKBB (Pro Ahmadiyah) itu dapatnya di HI, sedangkan kita mau ada aksi masalah BBM waktu itu, bertemulah di Monas, saling kata-kataan, terjadilah ribut, sebetulnya seperti itu, jadi gak usah cengeng menurut saya, namanya kata-kataan begitu kan, laki-laki kok wajar. Kronologisnya adalah tadi, mereka AKKBB dikasih tempat, Kapolresnya pak Heru berbicara kepada saya. Kenapa anda kasih disini pak akhirnya bentrok ini? (Pak Heru menjawab) Ini pada ngeyel Ustadz kemari. Akhirnya ribut, akhirnya kita yang disalahkan", jelas Kyai Awit.
Soal tudingan Maman, Kyai Awit menegaskan, "Lalu kemudian masalah FPI tadi dikatakan mau ambil alih hukum polisi apa, itu bid'ah dholalah itu. Jadi istilahnya bid'ah dholalah. Gak benar itu! Kami kerjasama dengan polisi, kami ada SOP, dalam dakwah amar ma'ruf nahi munkar itu yang dilakukan oleh FPI, ada standar prosedur, kami datang ke RT ke RW ini yang gak pernah diangkat, datang ke Polres datang ke Polsek, bahkan dengan pak Tito sendiri bagaimana dulu jaman di Poso jadi Kapolda, baik kita semua, gak ada masalah", tegas Kyai Awit yang kemudian menegaskan apabila diminta oleh kepolisian, 1x24 jam pun FPI siap memberikan bantuan.
"Kami menginginkan agar generasi kita ini baik. Karena kemunkaran kemaksiatan luar biasa, maaf ya LGBT bagaimana keadaan di negeri kita, ada lagi kawin sedarah sekarang ini, luar biasa, ini PR bersama", ujar Kyai Awit.
Beliau pun menegaskan Habib Rizieq selalu mengajarkan cinta Pancasila, cinta NKRI dan itu telah dituangkan dalam bukunya 'Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah'. Dan ayahanda Habib Rizieq sendiri, Habib Hussein adalah seorang pejuang dan teman dekat Bung Karno. Jadi jangan meragukan FPI tentang Pancasila dan NKRInya.
Soal tudingan FPI "anarkis", Kyai Awit menjelaskan paradigma FPI kini telah banyak berubah karena menerima masukan dari KH Maimoen Zubair dan lainnya, maka alhamdulillah prosedur nahi munkar FPI saat ini telah melalui prosedur yang baik.
"Sekarang ini kami lebih banyak tampil untuk (membantu korban) bencana di Indonesia", ujar Kyai Awit.
Tetapi Maman kemudian seperti iri dengan kontribusi FPI itu dan kerjasama kepolisian dengan FPI. Ia bahkan mempertanyakan profesionalisme kepolisian.
Ia seperti lupa Banser - Ansor sendiri juga dekat dengan kepolisian bahkan latihan anggota mereka yang telah mereka pamerkan sudah seperti militer beneran saja padahal cuma Ormas.
Walaupun partai ia sendiri (PKB) selama ini suaranya segitu-segitu saja, tidak pernah menang Pemilu dan bahkan untuk meraih 15 persen suara pun sepanjang sejarah Pemilu sejak 1999 tidak pernah mampu, Maman kemudian malah mengajari dan menyarankan FPI untuk menjadi Partai Politik. Yang langsung dijawab dengan tegas oleh Kyai Awit bahwa FPI tidak akan pernah menjadi partai politik.
"Intinya FPI siap tampil untuk bangsa Indonesia ini demi kebaikan bersama", tegas Kyai Awit.
Beliau lalu menepis tudingan Marsudi Syuhud yang menpertanyakan Khilafah versi FPI. Kyai Awit menjawab tegas, "Tidak ada perbedaan! Kami tetap NKRI, kami tetap Pancasila, kami hanya ingin mengajak negara-negara Islam di dunia ini, bersama-sama membangun ekonomi umat, untuk menjaga keselamatan umat Islam yang didzolimi setiap saat".
Hendrik Rosdinar dari Koalisi Kebebasan Berserikat mengatakan negara harus menjamin kebebasan berserikat dan berkumpul karena itu dijamin oleh konstitusi.
Terkait SKT untuk FPI, ia kemudian mengutip putusan MK bahwa Ormas bebas mau mendaftarkan diri atau tidak. Hak berserikat dan berkumpul Ormas tidak boleh diberangus.
Lalu ia mengkritik Kemendagri yang mengatakan Ormas yang tidak mendaftar tidak bisa bekerjasama dengan pemerintah dan mendapatkan layanan dari pemerintah. Negara tetap harus menfasilitasi Ormas, ujar Hendrik.
Maka itu ia menegaskan KKB menolak Perppu (pembubaran Ormas) karena perspektif politis lebih dikedepankan daripada pengaturan hukum yang benar dari kebebasan hak berserikat dan berkumpul, ini berbahaya bagi negara demokrasi, tegasnya.
Mardani Ali Sera kemudian menyebut PKS pun tegas menolak Perppu Pembubaran Ormas. Namun ia berusaha menghormati produk hukum yang telah ditetapkan.
Maman lalu berbicara dan anehnya malah menyindir FPI "terlalu terlibat politik". Maman nampak lupa Said Agil Siradj Ketua Umum PBNU di Pilpres lalu mendukung Jokowi, dan bahkan kini NU meminta-minta jabatan Menteri ke Jokowi.
Maman pun terus menyindir FPI dan kembali meminta FPI berubah jadi partai saja. Ia kembali lupa bahwa NU sendiri tidak mau jadi partai, kenapa ia yang bukan orang FPI mau mengurusi FPI?
Lalu Kyai Awit menegaskan perbedaan FPI dengan politisi seperti Maman yang memang menjadi Caleg dan mengincar kursi di Parlemen.
"Bahwa FPI di dalam berpolitik, kami tidak mencari jabatan, kami tidak mencari kursi, enggak kita enggak cari itu! Yang kami ajukan adalah konsep. Saya gak perlu dikasihani, FPI gak perlu dikasihani, jadi prinsip perjuangan kami, bahwa kami sudah mengajukan sesuatu, kalau memang ditinggalkan ya nanti ikhtiar di berikutnya insya Allah".
Kemudian Kyai Awit menjelaskan mengenai masalah FPI jadi partai.
"Tadi masalah FPI jadi partai, ini amanat pendiri FPI, diantara pendiri FPI yang sekarang ada di PBNU Rois Aamnya kalau gak salah, yaitu KH Manarul Hidayat, beliau itu salah satu pendiri atau Deklarator FPI, diamanatkan bahwa FPI tidak boleh menjadi partai, tapi kalau FPI mau melahirkan partai itu di Munas tahun 2013 itu boleh, melalui pengkajian yang mendalam", ujarnya.
"Mohon maaf Kyai Marsudi ya, kami dengan NU sebetulnya tidak ada masalah, FPI bukan musuh NU, FPI bukan musuh Banser, FPI bukan musuh Muhammadiyah, FPI bukan musuh Ormas Islam, bukan musuh negara, bukan musuh polisi tentara, musuh kami adalah kemaksiatan, kebathilan, kedzolliman".
Lalu Kyai Awit mengkritik bahwa di beberapa tempat FPI diganggu seperti misalnya oleh oknum Banser di Brebes.
"Nah kami minta, kami minta, ketika FPI mau melebarkan sayapnya untuk membentuk organisasi di berbagai daerah tolong jangan dihalangi. Contoh ya kami di Brebes ada DPW, kemarin ini mau Muswil, ini Oknum Banser menolak, ini kan kelihatannya di adu domba kita di bawah, gak boleh ada FPI di Brebes, gak boleh ada FPI di Semarang. Tadi dijelaskan oleh beliau pak Hendrik bahwa berserikat ini, berkumpul ini adalah hak daripada anak bangsa. Jadi kami minta bahwa FPI kalau sedang membentuk dimana-mana tolong jangan sampai diganggu. Nah sekarang gimana mau membentuk partai, Ormas aja mau kita dirikan dimana-mana kadang-kadang ada penjegalan, dianggap anarkis, dianggap radikalis, anti Pancasila", ujar Kyai Awit.
Lalu Maman yang partainya sendiri tidak pernah menang Pemilu dan meraih suara 10 persen pun di dua Pemilu terakhir tak mampu, kembali menyindir dan meminta FPI jadi partai saja.
Seperti diketahui Suara PKB pada Pileg 2014 adalah 11.298.950 atau hanya 9,04 persen. Sedangkan pada Pileg 2019 mendapatkan 13.570.097 suara atau hanya 9,69 persen.
Namun anehnya, menanggapi gangguan yang diterima FPI dari oknum Banser di Brebes, bukannya mencari tau apalagi menunjukkan rasa penyesalan, Marsudi Syuhud malah meminta FPI untuk muhasabah dan mencari tau sendiri penyebab diganggu oleh oknum Banser.
Malah lucunya lagi Marsudi bilang jangan bertanya soal gangguan oleh oknum Banser di Brebes itu ke dia, padahal ia sendiri Ketua PBNU dan Banser adalah bawahan PBNU.
Menanggapi argumen tidak jelas dan tidak tegas Marsudi, Kyai Awit pun dengan penuh kerendahan hati menegaskan siap berdiskusi kapanpun dengan PBNU.
Mardani kemudian menepis isu yang beredar bahwa "Habib Rizieq boleh pulang asal FPI dibubarkan". Ia tidak setuju dengan isu itu karena keduanya adalah hal yang berbeda.
Kemudian mulai dibahas soal kepulangan Habib Rizieq. Maman mencoba berbicara namun sayangnya ia nampak tidak tau apa-apa soal fakta yang sesungguhnya terjadi.
Kyai Awit kemudian mengungkapkan bahwa Habib Rizieq dicekal sehingga tidak bisa pulang ke Indonesia, padahal beliau sudah tiga kali berusaha keluar dari Arab Saudi namun tidak bisa.
"Jadi saya berharap gitu ya, kalau kita mau mengajak semua komponen pasca Pilpres ini, untuk bersama-sama membangun bangsa, jadi kami dari FPI ini berharap, hilangkanlah kebencian, dendam politik dengan sosok yang bernama Al-Habib Muhammad Rizieq Shihab ini, karena Habib Rizieq gak pernah korupsi di Indonesia inu, Habib Rizieq gak pernah ngerugiin Indonesia. Beliau ini bukan pencuri, beliau bukan koruptor!, ujar Kyai Awit sambil menangis haru.
Dalam video yang disaksikan oleh jutaan umat termasuk Redaksi Faktakini.net, sambil berurai air mata Kyai Awit melanjutkan, "... Beliau ini adalah pejuang Islam yang kami semua rindu beliau pulang, kami minta kepada pemerintah jangan dzolim kepada Habib Rizieq, karena Habib Rizieq adalah cucu Rasulullah, beliau ini adalah ahlul bait, beliau ini adalah ada darah daging Nabi di dalamnya. Saya minta kepada semua pihak, artinya jangan sampai ada mendzollimi lah. Berbuat adil lah. Andaikata Habib Rizieq dianggap sebagai musuh politik, apakah selamanya akan seperti ini? Ini saya menangis sedihnya bukan karena apa-apa, (tapi) karena kami rindu dengan Habib Rizieq, karena kami kangen dengan Habib Rizieq".
Lalu Maman mulai bicara lagi dan nampak menyepelekan pencekalan ini dan membela pemerintah.
Sebagai penutup Hendrik mengungkapkan bahwa yang ia khawatirkan adalah siapapun yang kritis kepada pemerintah akan diberangus melalui pembubaran Ormas bahkan mendapatkan tindakan yang represif.