Tegas Dan Jelas! Khilafah Versi FPI: Perkuat OKI, Uang Dinar Dan Bebas Visa Dunia Islam


Selasa, 6 Agustus 2019

Faktakini.net, Bogor - Presiden Joko Widodo sempat menyatakan, ormas yang bertentangan dengan Pancasila tidak akan diperpanjang izinnya.

Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) KH Slamet Ma'arif lalu membeberkan khilafah nubuah dalam sepuluh poin AD/ART kepada Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Agama.

"Kemarin kan kami jelaskan dalam 10 poin itu (khilafah nubuah). Bahwa yg dimaksud dengan kami ingin ada khilafah nubuah itu, pertama kami ingin memperkuat organisasi Islam, OKI. Bahwa yang dimaksud dengan kami ingin ada khilafah mudgoh, itu pertama bagaimana langkah kami itu memperkuat organisasi Islam OKI, supaya negara Islam itu bisa diayomi bersama. Kemudian kami mengusulkan negara Islam itu bagaimana negara berbasis mayoritas Islam itu ada mata uang. Euro bisa dan enggak ada masalah dipersatukan. Kenapa giliran kami ingin menyatukan dengan mata uang Dinar untuk mata uang di negara mayoritas Muslim jadi dipermasalahkan. Kan timbul pertanyaan juga kan begitu," kata Kyai Slamet di sela-sela kegiatan Ijtima Ulama IV di Sentul Bogor, Jawa Barat, 5 Mei 2019.

Kyai Slamet mengungkapkan FPI ingin memperkuat kerja sama antara negara negara Islam. Contohnya antara Indonesia dengan Malaysia. "Kan sama-sama, sudahlah enggak usah pakai paspor dan sebagainya. Sebenarnya langkah langkah menyatukan umat sebetulnya yang ada di dunia ini," kata dia lagi.

Ditanya apakah khilafah yang dimaksud Presidem Jokowi bertentangan dengan Pancasila. "Ya tanya ke pak Jokowi dong. Kan Beliau menyebutkan ideologi ya, yang bertentangan dengan pancasila. Kan itu masih pernyataan yang multitafsir," kata dia.

Dia menilai, tafsir khilafah yang dituduhkan kepada FPI adalah hal mengada-ada. "Itu presiden yang bisa jawab bukan saya. Tugas kami ketika ditanya yang ada di anggaran dasar ya kami jelaskan. Dan saya pikir gini. Departemen Agama yang lalu enggak ada masalah, Departemen Dalam Negeri lima tahun yang lalu enggak ada masalah. Jadi saya pikir tidak pernah mengada-ada sesuatu yang tidak ada begitu," katanya.

Sebelumnya di Acara DUA SISI di stasiun televisi tvOne pada hari Kamis (1/8/2019) malam mengambil tema "Tarik Ulur Izin FPI: Karena Ideologi Atau Pilihan Politik?", Sekretaris Umum DPP FPI Ustadz Munarman menyatakan, "Yang dimaksud dengan penegakan syariat Islam secara kaffah artinya penegakan syariat Islam di sektor ibadah, muamalah, munakahah dan jinayah. Itu aspek ilmu fiqih. Bahasa Indonesianya itu di bidang ibadah individu ya (yaitu) Sholat Puasa segala macam, kemudian di bidang hukum keluarga, sosial, kebudayaan, ekonomi, kan kita sudah ada UU Perbankan Syariah, kemudian di bidang jinayah di Aceh ada Qanun tentang jinayah, tentang hukuman tidak boleh berkhalwat, cambuk macam-macam, itu yang bagi kita adalah seluruh aspek tadi".

"Yang kedua penjelasannya itu, ditegakkan di sektor itu individu, keluarga, masyarakat dan negara. Bagi FPI penegakan syariat Islam ini, ini adalah harus melalui proses legal konstitusional. Pertama, di Indonesia itu ada UU tentang haji, itu syariat Islam, ada UU tentang zakat, itu syariat Islam, ada UU tentang perbankan syariah muamalah, itu syariat Islam, bagi kita itu yang kita inginkan, itu yang didorong melalui proses parlementer".

"Yang ketiga, bagi FPI yang dimaksud dengan khilafah islamiyah itu adalah mendorong kerjasama antar negara OKI (Organisasi Konferensi Islam), Indonesia ini adalah salah satu negara OKI, dalam sektor pasar bersama, mata uang bersama, bebas visa dan bebas paspor kunjungan antar negara Islam, penguatan peran Parlemen antar negara Islam, pembentukan pengadilan Mahkamah di antara negara - negara OKI. Dan itu justru sudah dipraktekkan oleh Eropa dengan adanya Uni Eropa, di Uni Eropa ada mata uang Euro, ada pengadilan Parlemen Eropa, ada pengadilan HAM di sektor Eropa, jadi itu sudah dipraktekkan sebetulnya di negara yang tidak berbasiskan Islam, nah kenapa tidak dilakukan oleh negara-negara anggota OKI. Itu perspektif FPI dalam konteks penegakan syariat Islam secara kaffah", jelas Ustadz Munarman.

Ustadz Munarman mengakui masih banyak pihak yang tidak memahami tentang khilafah yaitu karena keterbelakangan intelektual alias perlu menambah khazanah dan membaca, dan satu lagi karena keterbelakangan mental yaitu Islamophobia.

Sementara pada tayangan Mata Najwa hari Rabu, 31 Juli 2019 pukul 20.00 WIB di stasiun televisi Trans7, Ketua Bidang Penegakan Khilafah DPP FPI KH Awit Mashuri juga menjelaskan konsep Khilafah versi FPI.

"Yang dimaksud adalah Khilafah Islamiyah versi FPI yaitu menurut Manhaj Nubuwah. Manhaj Nubuwah terbagi dua di dalam versi FPI, yang pertama tentang Khilafah individu, jadi sosok yang menjadi khalifah, itu di dalam qoul yang muktabar ala manhaj Aswaja, bahwa itu nanti hanya sekali lagi yang akan dipimpin oleh Imam Mahdi yang bernama Muhammad, abahnya Abdullah lalu nanti akan dibaiat di Ka'bah, itu ilmu fiqih", jelasnya.

Lalu Kyai Awit menjelaskan, "Nah disini yang dimaksud Manhaj Nubuwah yang kedua adalah, kita mendorong kepada negara-negara Islam yang tergabung dalam OKI, yang pertama untuk mendorong pembentukan Parlemen bersama dunia Islam, lalu kemudian mendorong pembentukan pasar bersama dunia Islam, mendorong pembentukan pakta pertahanan, mata uang, penghapusan paspor dan visa antar dunia Islam, kemudian asimilasi perkawinan antar dunia Islam, penyeragaman kurikulum pendidikan agama dalam dunia Islam. Ada sepuluh (seluruhnya), jadi kami simpulkan Khilafah versi FPI ini hanya sebuah istilah. Kita ini ingin sifatnya kolektif di Organisasi Konferensi Islam (OKI)", jelas beliau.

"Jadi tidak ada membangun yang sifatnya FPI mau menjadi khalifah, FPI mau melahirkan khalifah, (tapi justru) kita ingin mengajak dunia Islam bersatu buat Parlemen, bersatu buat pertahanan, karena banyak disana kasus-kasus umat Islam yang Subhanallah harus dibela dan dibantu oleh dunia Islam", tegas beliau.

"Tadi pak Kyai Marsudi (Suhud) menjelaskan tentang negara, jadi Khilafah versi FPI ini gak ada mau merubah negara, namanya tetap Indonesia, namanya tetap Malaysia, namanya tetap Turki, namanya Saudi ini kita lagi mau kita satukan, kepentingan ekonomi untuk umat Islam di dunia ini, disana ada negara-negara kaya lho, ada Oman, ada Qatar dan lain sebagainya kan bisa kita berdayakan dalam arti ekonominya agar untuk kemajuan umat. Begitu pula penderitaan umat Islam, di Palestina yang gak kunjung selesai, kemudian Rohingya dan tempat-tempat yang lainnya, kalau di Eropa di Barat sana ada Nato, kita ingin ada militer dunia Islam bersatu bukan untuk perang ya, tapi untuk menjaga perdamaian", ujar Kyai Awit.

Foto: Ketua Umum DPP FPI KH Shobri Lubis, Ustadz Edi Mulyadi, Ustadz Yusuf Martak dan KH Slamet Maarif di acara Ijtima Ulama dan Tokoh Nasional IV di Hotel Lorin, Sentul, Bogor Jawa Barat, Senin (5/8/2019)

Sumber: viva.co.id dll