Ustadz Abdul Somad Jawab Fitnah Keji Soal HTI, Anti Pancasila Dan Anti NKRI
Kamis, 22 Agustus 2019
Faktakini.net, Jakarta - Semua tuduhan yang dialamatkan kepada Ustaz Abdul Shomad hanyalah sekadar stigma negatif dan fitnah belaka.
Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Tengah Yusuf Chudlori dalam sebuah ceramah yang disebarkan melalui YouTube, Januari 2018 lalu bercerita bila dirinya ditanya tentang Ustaz Abdul Shomad (UAS). Mendengar pertanyaan itu Chudlori mengaku menjawab bila UAS itu adalah seorang yang alim, ahli hadits, dan berakidah Islam Ahlusunnah wal jamaah.
Dari jawaban ini, nampak sejatinya tidak ada perbedaan antara UAS dengan kaum Nahdliyin. Hanya saja, kata Chudlori, ada satu hal yang membuat UAS tidak nyambung dengan NU. “Siyasine sing ora gathuk Pak (Politiknya yang tidak nyambung Pak, red). Dimanfaatkan untuk kepentingan politik Hizbut Tahrir Indonesia,” tuding Chudlori.
Chudlori menuding HTI memanfaatkan UAS untuk diangkat menjadi ikon. Karena HTI menurut dia membutuhkan ikon. Sehingga HTI menggoreng, memunculkan dan memanfaatkan UAS.
“Kalau soal ilmu hadits, ilmu fiqh, menghantam Wahabi, cocok dengan kita. Tetapi kalau pandangan politiknya tidak cocok untuk kita, bahkan untuk Indonesia,” lanjut Chudlori.
Bukan hanya Chudlori yang menuduh UAS dimanfaatkan oleh HTI. Ketua Umum GP Ansor, yang di beberapa daerah di Jawa Tengah anak buahnya di bawah melakukan persekusi terhadap dakwah UAS, Yaqut Cholil Qoumas, juga menuduh UAS memiliki keterkaitan dengan HTI sejak 2013.
Yaqut menuding beberapa ceramah UAS berisi ajakan jamaah berbaiat kepada khilafah. Ia mengklaim hal tersebut bisa ditemukan melalui jejak digital yang ditinggalkan oleh UAS di akun media sosial pribadinya.
“Dia pernah ajak berbaiat kepada khilafah, melakukan fitnah di media sosial, menyebut kalau Nabi Muhammad tidak mampu wujudkan Islam yang rahmatan lil alamin,” kata Yaqut seperti dikutip CNN Indonesia.
Bukan hanya terkait dengan HTI, stigma dan tuduhan yang dialamatkan kepada UAS adalah tidak cinta NKRI, anti Pancasila dan anti kebinekaan. Bahkan, ada kelompok yang melakukan persekusi terhadap UAS yang memintanya untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Entah sudah berapa kali UAS menjawab dan mengklarifikasi berbagai stigma dan fitnah ini. Baik melalui jawaban lisan maupun perbuatan.
Soal keterkaitan dengan HTI, UAS dengan tegas menjawab bahwa dirinya bukanlah simpatisan, anggota maupun kader HTI. “Saya pendakwah bebas yang diundang oleh HT dalam acara besar mereka dan undangannya umum. Karena kami di Riau biasa diundang,” jelas UAS dalam acara FAKTA di stasiun tvOne, 11 September 2018 lalu.
UAS bercerita, saat berkuliah di Mesir, dirinya tidak mengikuti gerakan-gerakan Islam. Dengan rendah hati UAS mengaku bila otaknya pas-pasan, yang sudah cukup sibuk dengan beban kuliah di Fakultas Ushuluddin dan hafalan Alquran. “Jadi kalau saya ikut ini itu, nggak muat otak saya. Serius saja nilai saya cuma jayyid, apalagi kalau saya ikut ini itu,” ungkap UAS.
Jawaban UAS itu dibenarkan oleh Jurubicara HTI HM Ismail Yusanto. Ismail menegaskan, UAS tidak menjadi bagian maupun anggota organisasinya. “Enggak. Enggak betul itu,” kata Ismail menjawab tuduhan Yaqut seperti dilansir CNNIndonesia.com, Selasa (4/9/2018).
Ismail menegaskan tudingan yang dilayangkan GP Ansor bahwa UAS memiliki keterkaitan dengan HTI merupakan fitnah belaka. “Dia (GP Ansor) sudah biasa nuduh sana nuduh sini. Membubarkan pengajian sudah biasa,” kata Ismail.
UAS juga sudah berulangkali membantah stigma jika ia tak cinta NKRI. Ia bahkan kerap diundang di depan petinggi negara untuk berceramah. Ia pernah diminta khusus untuk berceramah di Mabes TNI AD. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Mulyono turun tangan langsung untuk mendatangkan UAS pada Juni 2018 lalu. Bukan hanya KSAD, UAS juga diundang ceramah oleh KSAL, Ketua Mahkamah Agung, Wakapolri, pimpinan MPR, bahkan Wapres Jusuf Kalla.
Namun beragam undangan dan bantahan Ustaz Somad seperti tak berpengaruh terhadap para pembencinya. “Sudah diklarifikasi lewat upacara bendera, diklarifikasi lewat video di dalam hutan ngajarin anak-anak, nggak (berhenti juga fitnah) juga, ini orang mau apa. Mau viral? Kita hidup ini yang dicari ridho Allah cukuplah,” ungkap dosen UIN Suska Riau itu.
Mengenai tantangan agar UAS menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum berceramah, UAS menjawab bila dirinya sejak Sekolah Dasar sudah menyanyikan lagu kebangsaan Indonesi tersebut. Meskipun sekolah di pesantren, kata UAS, bukan berarti haram mengangkat bendera. “Orang saya dirijennya kok. Tiba-tiba (sekarang) saya disuruh nyanyi ya lucu aja,” kata UAS.
UAS malah menyarankan bila memang ada keharusan menyanyikan lagu Indonesia Raya agar hal tersebut diterapkan dan distandardisasi. Bukan hanya menyasar mubaligh-mubaligh tertentu. Sehingga sebelum pengajian selalu dilakukan pembacaan Alquran, kemudian shalawat badar, dan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Baru kemudian ceramah.
Mengenai topi dengan kalimat tauhid yang dikenakan oleh jamaahnya, dengan santai UAS mempertanyakan bila semua kalimat tauhid diidentikan dengan bagaimana dengan peti jenazah yang ada kalimat tauhidnya, kaligrafi kalimat tauhid, mobil yang dipasang sticker kalimat tauhid?.
Pun demikian dengan tuduhan anti kebinekaan. Dengan mudahnya dipatahkan oleh UAS. Ia bercerita bila saat ini dalam menjalani dakwah selalu berjalan tiga orang. Dirinya yang orang Melayu, samping kanan sahabat dari Makassar dan samping kiri sahabat dari Minangkabau. Saat kuliah di Mesir, UAS mengaku mengontrak rumah (flat) yang dimiliki seorang Kristek Ortodox Koptik. UAS dan kawan-kawannya menempati lantai bawah, sementara pemilik flat tersebut, Baba Yoseph Hana beserta keluarganya berada di atas mereka.
Jika jawaban UAS sudah jelas, clear and clean seperti ini, lantas para pembencinya tidak paham juga, apa alasan sesungguhnya mereka?. “Mau viral. Dulu ada kawan saya, cerdas dia, menunjukkan Facebook. Mad, kata dia, ini orang sebelum ngejek ente likenya cuma 5-10, setelah ngejek ente, ribuan yang komen. Jadi caleg-caleg sekarang kalau mau iklan gratis ejeklah saya,” kata UAS sembari bercanda.
UAS sendiri menyadari, ceramahnya yang berkaitan dengan pendidikan Islam, penguatan ekonomi umat dan politik Islam yang membuat sebagian orang tersinggung dan tidak suka. “Karena saya menyentuh tiga aspek. Kalau cerita pendidikan tidak marah, cerita ekonomi mulai tersinggung, cerita masalah politik ini mulai marah,” jelas UAS.
Khusus tentang politik, UAS menyadari ceramah tentang hal inilah yang sensitif. Sebab ketika bicara politik akan menyentuh kekuasaan, kepentingan, harta, proyek dan dana yang besar.
“Kalau saya berkata pilihlah pemimpin yang peduli pada Islam. Siapa yang tidak memilih pemimpin yang tidak peduli pada Islam, akan lahir politisi yang tidak mementingkan Islam, benar apa salah?,” kata dia kepada jamaah pengajiannya. []
(Shodiq Ramadhan)
Sumber: suara-islam.id