Anita Wahid: Isu Radikalisme Di KPK Pembenaran Untuk Syahkan Revisi UU KPK


Senin, 16 September 2019

Faktakini.net, Jakarta - Anggota Koalisi Perempuan Antikorupsi Anita Wahid angkat bicara soal isu radikalisme yang ada di kalangan internal KPK. Ia menyebut banyak pihak yang menyetujui revisi UU KPK karena percaya dengan isu radikalisme tersebut.

"Jadi kan sebenarnya banyak sekali orang-orang yang menyetujui RUU KPK ini karena mereka berpikiran bahwa memang ada radikalisme yang ada di tubuh KPK," kata Anita saat ditemui di kawasan Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (15/9/2019).

Anita menyatakan telah melakukan tabayun dengan mendatangi KPK untuk mengetahui kebenaran isu radikalisme tersebut. Menurutnya, yang ditemukan adalah orang-orang yang, meminjam istilah populer saat ini, tengah 'hijrah'.

"Secara pribadi saya sendiri melakukan tabayun, datang ke sana (KPK) nanya-nanya. Dan yang saya temukan bukan radikalisme, tetapi hanya orang-orang yang kalau zaman sekarang sebutannya 'hijrah' lah," ungkap Anita.

"Dan kemudian saya menemukan bahwa KPK sudah melakukan langkah-langkah dengan mendatangi lembaga-lembaga tertentu, seperti datang ke BNPT untuk mempelajari radikalisme, bagaimana mengetahui ciri-ciri dan mengidentifikasi apakah memang ini terjadi di KPK atau tidak," lanjut dia.

Anita menyebut isu radikalisme di internal KPK ini justru menjadi pembenaran untuk segera mengesahkan revisi UU KPK dan terpilihnya Irjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK yang baru. Menurutnya, hal itu tidaklah tepat.

"Menurut saya inilah yang nggak bener. Kalau misalnya ada radikalisme, saya yakin masyarakat sipil kalau diajak bicara pasti mau mendukung. Siapa sekarang yang tidak mau melawan radikalisme? Tetapi melawan radikalisme dengan cara melemahkan pemberantasan korupsi, itu adalah kesalahan besar," tegasnya.

Menurut Anita, pasal-pasal yang menjadi fokus revisi UU KPK tidak ada kaitannya dengan radikalisme. Ia menyinggung pasal-pasal mengenai SP3, KPK yang menjadi lembaga dalam ranah eksekutif, pegawai KPK harus ASN, hingga soal penyadapan.

"Pasal penyadapan, hubungannya apa sama radikalisme? Mau berusaha menyadap radikalisme lewat telepon? Yang mau disadap itu siapa sebenarnya? Koruptor yang di sana yang mau didengerin suara orang di luar, atau suara orang di dalam? Kan aneh. Tidak ada sama sekali pasal-pasal yang diusulkan ini yg berhubungan dengan radikalisme, atau bahkan bisa kita katakan sebagai cara yang efektif untuk menangkal radikalisme," tuturnya.

Anita menilai semua pasal yang dibahas dalam revisi UU KPK justru akan melemahkan pemberantasan korupsi. Ia pun menyindir Irjen Firli yang banyak dinilai mampu menyingkirkan radikalisme di tubuh KPK.

"Lalu kalau kita bicara Ketua KPK yang baru. Banyak sekali yang bilang beliau itu dianggap kuat untuk bisa menyingkirkan orang-orang yang pro-Taliban segala macam. Apa iya? Dengan cara apa? Setahu saya saat ini pemerintah juga belum punya tools untuk deradikalisme," ungkapnya.

Menurut Anita, jika tujuannya menghilangkan radikalisme, Ketua KPK harus didukung semua pegawainya karena tak bisa bekerja sendiri. Jika Ketua KPK diserang isu pelanggaran kode etik, Anita ragu Firli mampu dipercaya seluruh pegawai.

"Yang jadi matanya dia adalah pegawai-pegawai. Lha, tapi kalau kemudian yang terpilih adalah ketua yang selama dia bekerja di KPK, ditugaskan di KPK, pegawai-pegawainya melihat bagaimana beliau melalukan pelanggaran etik, bagaimana bisa berharap bahwa para pegawai itu mau men-support beliau? Apa dia mau perang sendirian?" ucapnya.

Lebih lanjut, Anita mempertanyakan untuk kepentingan siapa revisi UU KPK ini dilakukan. Menurutnya, masalah yang sebenarnya bukan persoalan radikalisme.

"Jadi, kalau buat saya, ya itu yang harus ditegaskan, bahwa yang kita lawan sekarang adalah mengenai pelemahan gerakan korupsinya, mengenai pelemahan pemberantasan korupsinya. Udah nggak ada lagi mengenai radikalisme. Karena kalau masalahnya radikalisme, maka pasal-pasal ini tidak akan bisa menjawab permasalahan itu," tandasnya.

Foto: Anita Wahid

Sumber: detik.com