Lengkap! Kivlan Zen Ungkap Gerakan Dan Bahaya Komunis Zaman Kini


Selasa, 10 September 2019

Faktakini.net, Jakarta - Tokoh yang satu ini bicaranya lantang, tegas, dan blak-blakan, apalagi kalau sudah menyinggung seputar komunis. Ia mensinyalir PKI mulai bangkit sejak 2013 dan kini makin berani, bahkan situasi dan kondisi saat ini, katanya, suasananya sudah mendekati tahun 1965.

Sang tokoh mengaku telah keliling Indonesia di tahun 2013, termasuk diantaranya bersama KH Hasyim Muzadi, Sholahudin Wahid, dan Yusuf Hasyim. Semua bergerak, dan bahaya PKI mulai muncul di tahun tersebut. Kini mulai bangkit.

Dalam pencermatannya, orang mulai dibuat ketar-ketir, was-was, takut untuk bicara dan dicegah untuk berbicara. Para ulama ditangkapi. Antara ulama satu dengan lain diadu domba, ulama satu menjelekkan ulama lain, Ormas Islam ini menjelekkan ulama itu.

“Situasi tahun 65, sekarang sudah mulai mendekati suasananya. Kita diteror, dicegah. Para ulama ditangkapi, difitnah seolah-olah ulama ini ada anti pada pemerintah, padahal bicara antikomunis,” ungkap Kivlan Zen, dalam diskusi buku ‘Kaum Merah Menjarah’ bertajuk ‘Mengapa Islam Menolak Ideologi Komunis?’ di Islamic Festival & Book Fair Jawa Barat 2017, Pusdai, Bandung, belum lama ini.

Dulu, kata Kivlan, dirinya sempat mengalami dan menghadapi bagaimana suasana ketakutan, mencekam mengitari. Kita ditakuti karena agitasi, propaganda, fitnah, bagaimana kader Pelajar Islam Indonesia (PII), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Ormas Islam lainnya serta yang bekas Masyumi dikejar-kejar dicap dan ditandai termasuk yang akan dibunuh. Begitu suasana tahun 65.

Sekarang, orang mau bicara takut, kira-kira ada intel tidak, kira-kira kena IT tidak, bicara ada ucapan menyerang pemerintah tidak. Suasana bangkitkan ketakutan sekarang sudah mulai.

“Mereka mulai bangkit, kita mulai dibuat takut, nanti ditangkap. Padahal bicara komunis, nanti dialihkan ini mengancam pemerintah. Dipakailah alat negara menjadi tangan mereka,” ujar Kivlan.

Menurut Kivlan, suasananya sama seperti dulu. Suasana ketakutan, kata Kivlan, sekarang sudah mulai muncul, dengan peraturan atau pun apa saja. Ulama terutama sasarannya, karena jika ulama berbicara semua pengikut umat Islam akan sami’na wa’atona.

“Sama kita curiga, ini kawan atau lawan. Dulu sama, kita juga gitu, ini kawan atau lawan, dan suatu waktu rumah diberi tanda. Nanti disiram air keras, nanti tabrak di jalan. Ini sudah mulai kelihatan seperti yang dialami ulama di Sukabumi, ulama itu bicara di Bekasi, sudah benjut, ” tutur Kivlan.

Ia menambahkan, kaum komunis sudah mulai berani menunjukkan diri. Mereka masuk di BUMN dalam jabatan direktur, dalam jabatan komisaris, kita mencurigai boleh. Mereka masuk di sana-sini, masuk di ulama, mulai masuk di Kepolisian, eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

“Dulu PKI masuk AD, AL, AU dan Kepolisian, mereke bina, mereka sudah masuk. Bau-baunya mereka masuk dalam tubuh polisi, AD, AL, AU, dulu sama. AD ada Jendral Pranoto, Jendral Samodro, Jendral Suparjo, ada Kolonel Latif, Letkol Untung. Banyak, di dalam tentara yang terbina untuk pro PKI,” ungkap Kivlan.

Untuk jadi Kapolri, Panglima TNI, sekarang partai dan Ormas turut bicara, meski itu urusannya presiden. Tentara mau jadi Jenderal datang ke partai, di Kepolisian juga sama. Karena untuk jadi seorang Panglima TNI, jadi Kapolri harus melalui DPR. Datang para jenderal, polisi, maupun angkatan lainnya mendekati partai politik.

“Ini fakta kok, parpol ingin menunjukkan dirinya berkuasa pada Angkatan di TNI, termasuk Kepolisian. Mereka mulai cawe-cawe ngomong kepada Presiden untuk diangkat, apaan ini,” ujar Kivlan.

Hal seperti itu, kata Kivlan sama sepertai tahun 1965. Dulu mereka berpengaruh untuk mempengaruhi di tubuh ABRI. Sekarang begitu juga. “Merasa mereka berkuasa, dan TNI tidak lagi di tubuh pemerintahan, mau ikut cawe-cawe, mengatur kita, ini sudah bahaya,” imbuhnya.

Kivlan berharap mudah-mudahan TNI dan Kepolisian masih berada pada relnya untuk dapat menenangkan situasi. Jangan sampai ada kecurigaan sesama, ada agitasi, propaganda, dan ada ketakutan.

Selain itu, Kivlan juga berharap kepada umat Islam tidak boleh takut. Karena menurut Kivlan yang dihadapi bukan pemerintah, Jokowi, polisi, tentara, tetapi komunis yang mulai merasuk ke eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

“Orang-orangnya kita tahu. TNI juga tahu mana-mana anak bekas PKI, anak PKI golongan C1 sudah boleh masuk pemerintahan. Banyak bupati sekarang, dulu CGMI, pernah jadi PKI, boleh sekarang kok. Yang C1 mulai menunjukkan diri,” beber Kivlan.

Kivlan juga mengaku mendapati patung Aidit di Boyolali yang ditaruh di salah satu wisma, tidak ada yang tahu. Bupati langsung di sekolahkan ke Cina.

“Pengkaderan partai di Cina, ya PDIP, Nasdem, Golkar, ini fakta pengakuan mereka, ngapain ke Cina melakukan pengkaderan, di sini saja cukup,” ungkap Kivlan seraya menambahkan dulu hubungan dengan Cina, dalam aspek ideologi, kemudian kekuasaan. Sekarang ekonomi, ikutlah di dalamnya diktator proletar, sentralistik, tak ada partai lain.

Tidak dulu, tidak sekarang, juga masih terjadi perebutan lahan/aset. Kivlan membandingkan dengan berbagai aksi sepihak PKI/BTI dalam buku ‘Kaum Merah Menjarah’ karya Aminuddin Kasdi, untuk merebut aset-aset terutama tanah.

Kivlan menyebutkan diterbitkankannya Undang-Undang Pokok Agraria dalam rangka tanah-tanah itu untuk dibagi, eks perkebunan Belanda, eks partikelir, tanah kosong ambil alih, tanah pesantren ambil alih. Tapi PKI berusaha untuk merebut tanah-tanah ini dengan cara sepihak, duduki saja dulu.

“Dan sekarang sudah mulai menduduki tanah-tanah, tanah dibagi-bagi langsung dapat sertifikat, tidak tahu juntrungan dapat sertifikat,” ungkap Kivlan.

Menurut Kivlan, banyak eks tanah perkebunan di Pekalongan sudah dibagi, eks perkebunan di Blitar dijarah, eks perkebunan diambil pengusaha pribumi sekarang dijarah.

Di Balik Peristiwa G30S/PKI

Sementara itu, terkait peristiwa G30S, Kivlan menyebutkan pada tahun sekitar 64-65 semua bergerak untuk melawan PKI. Pada tahun 65 Kivlan baru tamat SMA. Kemudian masuk kuliah, sempat di ITB dan Unpad, Bandung, namun kemudian memilih pulang.

“Lalu meletus kejadian di Jakarta. Untung menyampaikan pembentukan Dewan Revolusi dan demisioner kabinet. Kemudian saya jalan ke depan Istana pada 1 Oktober, karena upacara 5 Oktober digelar di Monas,” katanya.

Diceritakan Kivlan, dirinya juga melihat dan mengantar jenazah korban pembunuhan PKI. Dari markas TNI AD ia jalan menuju ke makam pahlawan bersama jenazah yang dibawa dan diikuti dengan tank baret.

Kemudian Kivlan balik ke Medan untuk studi kedokteran di Universitas Islam Sumatera Utara. Kivlan lalu terlibat penyerbuan kantor PKI dan kantor Baperki.

“Saya waktu itu sudah termasuk daftar nama untuk dibunuh, karena saya lihat saat bongkar kantor PKI, nama saya ada di situ,” ujarnya.

Sebelum peristiwa G30S/PKI meletus, enam bulan sebelumnya pada April 1965, disebut-sebut Aidit telah bertemu dengan Mao Tse Tung dan Bung Karno. Aidit diminta Mao untuk segera bertindak mendahului para Jenderal.

“Mao Tse Tung berkata kepada Aidit, kamu harus mendahului Angkatan para Jenderal itu, kamu harus bunuh, kalau tidak akan kalah nanti dalam pemilu 66,” kata Kivlan.

Karena mereka akan menghadapi Pemilu 66, kalau tidak mendahului BK sakit, mereka akan kalah, maka perintah Mao bersama Bung Karno di Danau Angsa, bahwa Bung Karno akan memberikan kekuasaan kepada DN Aidit menjadi Perdana Menteri.

“Pertemuan lainnya dengan Fidel Castro bersama-sama di Kuba. Ini semua sejarah tidak bisa dibantah,” ujar Kivlan.

Bung Karno, lanjut Kivlan, sudah percaya kepada Aidit. Jadi CC PKI sudah merekrut anggota, di tahun 57 kekuatannya sudah 5 juta. Perkebunan, perusahaan, pertambangan eks Belanda mereka rebut, ambil alih di daerah, di Sumatera Utara. Mereka menyatakan kaum agama ini berbahaya.

Rancangan tahun 26 mereka memberontak Belanda, tapi jiwa mereka membunuh ulama di Delanggu, Rangkasbitung, Sumbar, Tangerang, mereka bunuh pada tahun 45. Komunis bergerak, karena kaum agama ini yang akan menghantam PKI. Mereka berusaha masuk, tidak bisa merebut petani-petani, karena pada 1912 Cokroaminoto sudah masuk di pedagang-pedagang pribumi, masuk di petani-petani Islam.

“Mereka mencoba masuk tidak dapat tempat. Lalu mereka masuk Serikat Islam dan mendirikan Sarekat Islam merah. Masuk PSI dapat tempat di petani hingga kemudian memisahkan diri menjadi PKI pada 24 Mei 1924,” tutur Kivlan.

Menurut Kivlan, mereka bisa pisah-pisahkan, ini bahaya. Islam disebut pasti bahaya, makanya tahun 1926 banyak kiai-kiai di bunuh, juga pada 1948 dan 1965.

“Begitu, mereka menakut-nakuti kita. Konfrontasi dengan Malaysia karena Malaysia bentukan neokolonialisme baru. Pasukan kita berada di perbatasan sekitar Malaysia di Medan, Kalimatan. Di Jawa kurang tentara, dia menakut-nakuti, sampai sebentar-sebentar upacara, baris berbaris,” ungkapnya.

BTI, Pemuda Rakyat menunjukkan bagaimana kehebatan mereka. Bagi PKI, adalah bagaimana tahun 65 apa pun yang terjadi harus habiskan ini, terutama para kiai. Betapa kejadian di Rusia, Cina, Kamboja, Yugoslavia, semuanya dibunuh, orang ketakutan ikut.

PKI dulu memberontak pada 48. Kita lupa karena pembentukan negara federal, PKI bangun lagi pada 51 sampai kuat tahun 57 hingga 60-an. Sampai-sampai kemudian Bung Karno diusulkan jadi presiden seumur hidup.

“Mereka mendapat tempat di sisi Bung Karno, dan Bung Karno kerjasama dengan orang-orang komunis karena idenya Nasakom,” kata Kivlan.

Kesempatan itu mereka pergunakan untuk menunjukkan dirinya, terutama untuk menguasai aset-aset. Kaum buruh dan tani yang tidak punya tanah bergerak. Mereka kemudian menyerang umat Islam, karena memang umat Islam inilah yang pertama kali tidak menerima komunis karena doktrinnya, historisme materialis, bahwa segala sesuatu datangnya dari benda, tidak ada Tuhan.

Dari Manifesto Komunis, disebutkan agama itu adalah candu bagi masyarakat maka harus dihancurkan, karena orang beragama tidak mungkin revolusioner.

“Dalam doktrin Lenin, disebutkan membunuh adalah suatu cara untuk menakuti orang, supaya orang ikut. Makanya terbunuhlah Bolsevik 22 juta orang, kemudian di Cina 27 juta orang dibunuh termasuk para jenderalnya. Dulu mereka, ketika bapak dan orangtuanya terbunuh akibat histeria massa tahun 65. Mereka membunuh, itu sebenarnya pada 1 Oktober yang dicemaskan itu,” ujar Kivlan.

Kejadian pertama di Jakarta, menyusul di Kediri, Solo, Bali, orang-orang dari Muhammadiyah, Ansor, Al Irshad, NU itu dibunuh.

“Banyak yang di daerah-daerah dibunuh, ada catatan-catatan kita dan sudah dilaporkan kepada Amidhan dan kolonel Fairuz Fauzan (alm) dari Komnas HAM. Ada perintah penelitian sudah berikan ini hasil penelitian korban terbunuh, ini kuburan tahun 48, ini kuburan tahun 65, dilaporkan ke Komnas HAM sebagai imbangan pelaporan Bedjo Untung, Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan 1965/1966 (YPKP65),” beber Kivlan.

Namun, yang diterima penyelidikan dari orang-orang keluarga eks PKI. Sementara dari Amidhan dan kolonel Fairuz Fauzan tidak direspon oleh Komnas HAM. Kivlan Zen mempertanyakan tindakan Komnas HAM yang hanya melakukan penyelidikan kepada keluarga PKI yang dianggap menjadi korban pelanggaran HAM pasca 1965.

“Kenapa Komnas HAM hanya memperhatikan masalah mereka. Kenapa korban dari eks PKI sejak tahun 48, 65, di Banyuwangi, Solo, Kediri, Sumatera Utara dan lain-lain yang dilakukan eks PKI saat melakukan kudeta tidak diperhatikan?” tanya Kivlan.

Padahal mereka memerintahkan Amidhan sebagai tim untuk menyelidiki data korban kejahatan PKI terhadap kaum muslim dari 48 dan 65. Sudah dilakukan tapi tidak direspon oleh Komnas HAM.

“Ini ada apa? Sudah disampaikan, ini lho korban kita. Pertanyaan saya, kenapa Komnas HAM tidak melanjutkan laporan yang timnya dibentuk Komnas HAM sendiri. Kenapa laporan korban kekejaman PKI tidak diteruskan?” kata Kivlan.

Akibatnya, mereka dari para korban PKI lebih gencar menyatakan sebagai korban, mereka menganggap tidak salah, kesalahan diarahkan kepada AD, itu internal TNI AD, Untung itu Angkatan Darat.

“Bagaimana Untung yang kudeta itu Angkatan Darat, dalam hal ini Pak Harto yang menumpas dibilang yang merancang. Orang kudetanya tanggal 30 September, Pak Harto baru membalas tanggal 1-2 Oktober, dia bilang Pak Harto merencana untuk tanggal 30 dimana logikanya,” ujar Kivlan.

Ia menambahkan, sama denggan kejadian kerusuhan Mei pada tanggal 13, 14, 15. Pertemuan dirinya di Kostrad bersama Prabowo Subianto dan tokoh-tokoh termasuk Adnan Buyung Nasution, WS Rendra, Din Syamsudin yang membicarakan tentang masalah mengatasi keadaan dibilang merancang untuk kerusuhan tanggal 15, pertemuan tanggal 14 merancang tanggal 13.

“Sama dengan ini, merancang untuk kudeta terhadap Pak Harto dirancang oleh Pak Harto pada tanggal 1atau 2 Oktober. Padahal rancangan sebelum itu oleh PKI. Ada pertemuan Aidit dengan Untung jam 10 malam. Bagaimana Untung mau melaksanakan operasi penangkapan para Jenderal,” ungkap Kivlan.

Kemudian laporan lagi pada tanggal 1 Oktober kepada Aidit, perancangan ini semua dari PKI. Bagaimana tentara AD, yang dikatakan melakukan sebagai persoalan internal AD, padahal itu pasukan Cakrabirawa, Untung yang kudeta dan menyatakan demisionerkan kabinet Soekarno.

“Itu bukan AD, tetapi Cakrabirawa, Dewan Revolusi. Pasukan yang menangkap para Jenderal bukan hanya AD, ada AU-nya. Jadi terbantahkan. Bukan AD/internal AD yang melakukan penangkapan dan kudeta itu, tapi di luar AD yang dilakukan Untung. Untung Cakrabirawa, pasukan penculik para Jenderal ada AU-nya, ada Pemuda Rakyat-nya. Dan terbantahkan bahwa itu dilakukan AD,” kata Kivlan.

Mereka melakukan kudeta, suasananya 65 karena perebutan aset juga. Untuk tingkatan bawah PKI bisa menguasai petani dan buruh. “Suasana 65 menakutkan terutama para santri, PII, HMI, Pemuda Ansor dan NU, mereka takut-takutin, mereka mau bunuh,” tutup Kivlan Zen, tokoh antikomunis.

Foto: Kivlan Zein

Sumber: cebdananews.com