YLBHI: Pasal Penghinaan Presiden Telah Dibatalkan, Kenapa Dimasukkan Lagi?
Rabu, 25 September 2019
Faktakini.net, Jakarta - Ketua YLBHI Asfinawati menyesalkan soal pasal penghinaan presiden yang kembali ada dalam draft RUU KUHP yang menjadi kontroversi. Pasal tersebut pernah dibatalkan namun dimasukkan kembali.
Asfinawati menilai bahwa pasal tersebut akan sangat multitafsir bila ditujukan pada presiden sebagai individu. Padahal presiden seharusnya diposisikan sebagai lembaga negara.
"Presiden dikerangkakan individu yang bisa terhina padahal dia lembaga publik yang punya otoritas besar. Sehingga penghinaan ini menjadi multitafsir," kata Asfinawati dalam acara ILC di tvOne soal kontroversi RUKHUP, Selasa malam, 24 September 2019.
Belum lagi RUU KUHP saat ini kata dia mengandung pasal-pasal karet terutama soal pencemaran nama baik dan penistaan yang tak hanya ditujukan pada pemerintah namun juga menyangkut penodaan agama. Tak hanya itu pasal-pasal dalam RUU KUHP juga berpotensi membahayakan demokrasi.
"Kalau dikatakan apa yang ditulis KUHP berdasarkan ilmu saya tak yakin. Kok ilmunya ganti-ganti," kata dia.
Sementara Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP mengklaim pasal penghinaan terhadap presiden yang ada dalam draft wajar adanya.
Dia menganalogikan perihal orang dan pihak yang harus menghormati negara atau wilayah lain maka simbolnya pun harus demikian. Maka simbol dari sebuah negara harus dihormati.
"Mereka simbol negara, ini kan harus dijaga. Mari kita sama-sama duduk. Sekarang dinyatakan menunda, tak beda menolak dengan menunda. RUU ini akan dilanjutkan pada periode yang baru. Tapi tolonglah harapan kami, kami wakil rakyat dan sudah dipercaya oleh rakyat," kata Junimart dari Fraksi PDIP itu.
Foto: Asfinawati
Sumber: vivanews.com