DKM Al Munawaroh Optimis Wanita Pembawa Anjing Ke Masjid Terjerat Pasal 156a




Rabu, 30 Oktober 2019

Faktakini.net, Jakarta - Sidang keenam kasus wanita Katolik bawa anjing ke masjid dan memakai alas sepatu di Masjid Al Munawaroh Sentul Bogor dengan terdakwa Suzethe Margaret (SM) dilaksanakan pada Selasa (29/10/2019) di Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor.

Agenda sidang kasus penistaan agama kali ini mendengarkan keterangan ahli pidana yaitu Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Dr. Eva Achjani Zulfa, S.H, M.

Sekretaris DKM Masjid Jami Al Munawaroh Ustadz Ruslan Suhady yang mengawal sidang tersebut mengungkapkan keterangan dari ahli pidana. Kata Ustadz Ruslan, ahli pidana menerangkan bahwa alasan pemaaf dalam hukum pidana diatur dalam Pasal 44 KUHP.

Pasal 44 ayat (1) KUHP berbunyi: Tiada dapat dipidana barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal.

Pasal 44 ayat (2) KUHP berbunyi: Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya sebab kurang sempurna akalnya atau sakit berubah akal, maka dapatlah hakim memerintahkan memasukkan dia ke rumah sakit jiwa selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa.

Ruslan melanjutkan, bahwa ahli pidana menerangkan bahwa seseorang yang mengalami gangguan jiwa yang dimaksud didalam pasal tersebut adalah gangguan jiwa yang absolut dan permanen, contoh yang bisa kita lihat adalah seperti orang gila yang ada di jalanan dengan keadaan telanjang dan tidak mampu berkomunikasi atau berinteraksi dengan baik dan benar. Jadi bukan gangguan jiwa yang temporary condition (kondisi sementara).

“Nah, jika mengacu kepada keterangan dari Dr Eva tersebut, maka untuk kasus SM, dimana dia datang ke Masjid Al Munawaroh dengan memakai pakaian rapi, mengendarai kendaraan sendiri, dia itu masuk kedalam gangguan jiwa yang temporary condition,” jelas Ruslan.

Oleh karena itu, pihaknya optimis SM bisa dihukum dengan hukuman penjara sebagaimana layaknya seseorang yang terjerat dengan pasal 156a KUHP.

Ditambahkan Ruslan, bahwa ahli pidana juga menjelaskan apabila seseorang melakukan pelanggaran tindak pidana, akan tetapi terbukti bahwa dia mempunyai gangguan jiwa yang temporary condition, maka konsekuensi hukum pidana tetap berlaku kepadanya, dan penanganan gangguan kejiwaannya merupakan hal yang terpisah dari jerat hukum pidana.

“Dalam hal ini maka kami menilai SM bisa menjalani hukuman pidana dengan sebelumnya dilakukan kepadanya penanganan gangguan kejiwaannya tersebut. Misalnya dia direhabilitasi di RS jiwa selama 1 tahun lalu setelah itu menjalani hukuman penjara selama 3 tahun,” kata Ruslan.

“Jadi kita optimis, insyaallah SM yang telah jelas melakukan penistaan agama di Masjid Al Munawaroh akan mendapatkan hukuman yang setimpal,” tandasnya.

Sumber: suaraislam.id