FMI Kecam Tindakan Represif Aparat Terhadap Aksi Mahasiswa Dan Pelajar


Rabu, 2 Oktober 2019

Faktakini.net

*FMI mengecam tindakan Represif Aparat terhadap Aksi Mahasiswa dan Pelajar*

Oleh; M. Egi Permana Putra.
Departemen Kajian Strategis FMI Jawa Barat

Demonstrasi mahasiswa dan pelajar merupakan bentuk tanggung jawab mereka sebagai agen of change & social Control, untuk mengawal dan terjaminnya kedaulatan rakyat.

Aksi demontrasi merupakan prosedur konstitusional yang dilindungi dan dihormati.
menyampaikan pendapat di muka umum bagian dari hak asasi manusia dan hal itu di lindungi oleh undang undang dasar 1945 pasal 28, pasal 28 E ayat 1 dan 2
Serta pasal 28 F. Lalu Deklarasi Universal HAM, UU No. 39 tahun 1999 Tentang HAM pasal 23 ayat 2, pasal 25 dan pasal 44
Selanjutnya UU No. 9 tahun 1998 tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum pasal 1 ayat 1, pasal 2 ayat 2, pasal 18 ayat 1 dan 2. Serta UU No. 12 tahun 2005 tentang pengesahan kovenan internasional hak sipil dan politik pasal 19 ayat 1 dan 2.

Kebebasan berpendapat juga merupakan bagian penting dari sebuah demokrasiPada Resolusi Majelis Umum PBB No 6/27 manyatakan Demokrasi adalah sebuah nilai universal berdasarkan keinginan rakyat yang di ekspresikan secara bebas untuk meentukan sistem- sistem politik, ekonomi, sosial dan kultural mereka sendiri serta partisipasi penuh dalam seluruh aspek kehidupan mereka.

Indonesia adalah negara hukum, begitu bunyi konstitusi. Pun, dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat yang dijamin sejak merdekanya negara ini. Seharusnya jika ada rakyat di negeri ini yang menyampaikan aspirasinya lewat jalur konstitusi berupa demontrasi, itu dilindungi dan dijaga dengan baik.

Namun entah mengapa didalam menangani para demonstran aparat terkadang malah bertindak represi.
banyak video yang merekam kejadian dilokasi demonstrasi aparat bertindak represi, kita lihat saat terjadi demonstrasi mahasiswa dan pelajar kemarin, bahkan Mereka bukan cuma menganiaya massa Demonstran. Tapi juga para Jurnalis/Wartawan. Bahkan team Medis pun dikejar dihantam. Ini sangat disesalkan, mengingat para aparat yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat malah memperseskusi masyarakat.

terlepas dari siapa yang memulai chaos tapi hendaknya aparat tidak bertindak berlebihan dalam menangani massa aksi. Dan memang jika sudah dianggap tidak kondusif maka aparat kepolisian berhak membubarkan massa yang berunjuk rasa. Hal ini demi keamanan dan kententraman wilayah dan mencegah kericuhan. Namun, pembubaran tidak serta merta dilakukan dengan kekerasan atau tindakak represif.

 Berdasarkan Protap Kapolri tahun 2010, jika terjadi ancaman gangguan dan gangguan nyata seperti melakukan pengerusakan, pembakaran, pemerkosaan, pembunuhan dan lainnya maka personil kepolisian berhak melakukan tindakan pengendalian dan penanggulangan anarki.

Namun ingatlah dalam Pasal 13 ayat (3) UU 9/1998 yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab :
a. melindungi hak asasi manusia;
b. menghargai asas legalitas;
c. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan
d. menyelenggarakan pengamanan.

Sehingga, dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum harus selalu diperhatikan tindakan petugas yang dapat membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum (Pasal 23 ayat [1] UU 9/2008);

a. terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum;
b. terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional;
c. terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud.

Dan perlu diperhatikan bahwa pelaku pelanggaran yang telah tertangkap harus diperlakukan secara manusiawi (tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya).

Melihat kondisi di lapangan pada saat terjadi demonstrasi, memang kadangkala diperlukan adanya upaya paksa. Namun, ditentukan dalam Pasal 24 UU 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya:

a. tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul;

b. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan;

c. tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya;

d. tindakan aparat yang melampaui kewenangannya;

e. tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM;

f. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;

Di samping itu, ada peraturan lain yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaitu Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (“Protap Dalmas”). Aturan yang lazim disebut Protap itu tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif.

Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa. Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur. Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.

Hal itu termaktub dalam Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas. Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas:

1. bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa

2. melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur

3. membawa peralatan di luar peralatan dalmas

4. membawa senjata tajam dan peluru tajam

5. keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan

6. mundur membelakangi massa pengunjuk rasa

7. mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila, memaki-maki pengunjuk rasa

8. melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan

Di samping larangan, Protap juga memuat kewajiban. Yang ditempatkan paling atas adalah *kewajiban menghormati HAM setiap pengunjuk rasa*.

Oleh karenanya tindakan represif aparat tidak boleh terjadi lagi, karena aparat haruslah menjadi pengayom rakyat bukan abdi penguasa yang menindas rakyat. Menjadi abdi bangsa dan negara bukan peliharaan kekuasaan. Aparat pun wajib mengevaluasi tragedi ironi yang telah membuat tangis bangsa meradang akibat ulah yang katanya disebut oknum aparat walaupun mayoritas represif.
Tindak tegas bila perlu pecat aparat yang membantai dan menyiksa peserta Aksi. POLRI wajib bertanggung jawab dan meminta maaf kepada rakyat indonesia.
*ITUPUN JIKA APARAT MASIH MEMILIKI HATI NURANI DAN KEIMANAN!!*.

Wassalam

Foto: Salah satu aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Jabar, Kota Bandung, Selasa (24/9/2019)

Posting Komentar untuk "FMI Kecam Tindakan Represif Aparat Terhadap Aksi Mahasiswa Dan Pelajar"