HRS Center: Fitnah Syi'ah Bermula Dari Suksesi Khulafaur Rasyidin, Berakhir Konspirasi Tragis Di Karbala


Senin, 21 Oktober 2019

Faktakini.net

Oleh: Dr H Abdul Chair Ramadhan SH MH

RESENSI BUKU

Suksesi kepemimpinan pasca Rasulullah SAW wafat menimbulkan perdebatan serius antara Ahlussunnah wal Jama’ah dengan Syi’ah.

Perdebatan ini bermula dari adanya klaim dari kalangan Syi’ah tentang wasiat kekhalifahan (imam) dari Nabi Muhammad SAW kepada Ali bin Abi Thalib ra dan keturunannya sebagaimana doktrin 12 imam maksum.

Syi’ah berargumentasi bahwa Ahlulbait Nabi Muhammad SAW berdasarkan
nash, sehingga dan oleh karenanya tidak dapat dilakukan penunjukan ataupun melalui
musyawarah sebagaimana yang telah terjadi dalam peristiwa terkenal Saqifah Bani Saidah dan setelahnya.

Pertemuan Saqifah Bani Saidah menghasilkan suatu resolusi dengan
secara resmi dibaiatnya Abu Bakar As-Shiddiq ra sebagai khalifah pengganti Nabi
Muhammad SAW guna memegang tampuk estafet kepemimpinan.

Kalangan Syi’ah menganggap pelantikan Abu Bakar As-Shiddiq ra tidak sah karena bertentangan dengan wasiat Nabi Muhammad SAW kepada Ali bin Abi Thalib ra sebagai calon tunggal pengganti Nabi SAW.

Kalangan Syi’ah berargumen bahwa telah diikrarkan melalui Khutbah di Ghadir Khum pada saat Haji Wada dengan disaksikan oleh seratus ribu lebih para sahabat.

Riwayat ini memang benar terjadi tanggal 18 Dzulhijah dan menjadi Hari Raya terbesar kaum Syi’ah, Iedul Ghadir melebihi Iedul Fitri dan Iedul Adha.

Namun konteks khutbah Nabi Muhammad SAW bukanlah deklarasi atau testemen penunjukkan Ali bin Abi Thalib ra sebagai calon tunggal pengganti kepemimpinan.

Khutbah tersebut adalah klarifikasi atas diri Ali bin Abi Thalib ra dari adanya suara sumbang usai melakukan ekspedisi ke Yaman.

Selanjutnya tampuk kepemimpinan juga tidak jatuh kepada Ali bin Abi Thalib ra pasca wafatnya Abu Bakar As-Shiddiq ra, melainkan kepada Umar bin Khathab ra.

Begitupun pada pemilihan Majelis Syuro yang diinisiasi oleh Umar bin Khathab ra, khalifah terpilih adalah Utsman bin Affan ra.

Ketika pecah pemberontakan terhadap khalifah Utsman bin Affan ra hingga terbunuhnya beliau, dalam situasi demikian genting dan darurat, maka Ali bin Abi Thalib ra diangkat menjadi khalifah keempat secara
aklamasi dalam masa daulah Khulafaur Rasyidin.

Aktor intelektual pemberontakan tersebut adalah Abdullah bin Saba’, seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam.

Ia memprovokasi rakyat di berbagai wilayah. Dia pula yang menyatakan pertama kali bahwa Ali bin Abi Thalib ra sebagai Tuhan, paham sesat ini dinamankan Syi’ah Ghulat.

Khalifah Usman bin Affan ra ternyata terbunuh tanggal 18 Dzulhijjah 35H. Tanggal yang sama dengan Iedul Ghadir yang menjadi Hari Raya terbesar umat Syiah. Hari raya yang pada masa kemudian dilembagakan ini, sejatinya adalah merayakan terbunuhnya khalifah
Usman bin Affan ra sekaligus juga merayakan dibaiatnya Ali bin Abi Thalib ra sebagai
Imam ‘de facto’ dan ‘de jure.

Polemik dari suksesi kekhalifahan dalam masa Khulafaur Rasyidin terus berlanjut ketika naiknya Muawiyah bin Abu Sufyan ra menjadi khalifah setelah penyerahan kekuasaan dari al-Hasan bin Ali bin Abi Thalib ra yang terkenal
dengan “Tahun Jama’ah”.

Di masa khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan ra memang terjadi perubahan sistem pemerintahan menjadi kerajaan (dinasti).

Peristiwa Tahun Jama’ah dan perubahan sistem pemerintahan menjadi kerajaan telah dinubuatkan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketika naiknya Yazid bin Muawiyah sebagai khalifah, pada masanya terjadi peristiwa ‘tragedi’ berdarah Karbala yang menewaskan al-Husain bin Ali bin Abi Thalib ra beserta keluarga dan pengikutnya, tentu menyimpan luka yang sangat mendalam bagi umat Islam.

Yazid sebagai penguasa tertinggi wajib bertanggungjawab menegakkan
hukum terhadap Gubernur Kufah dan Basrah Ubaidullah bin Ziyad selaku pihak yang
paling bertanggungjawab di lapangan, namun Yazid sama sekali tidak melakukannya,
mengecam pun tidak!

Termasuk juga kepada eksekutor pembunuh al-Husain ra antara lain
Syamr bin Dzul Jausyan - seorang yang keji dan kotor pengidap kusta - bebas berkeliaran tanpa dihukum ‘qishash’.

Terbunuhnya Al-Husain bin Ali ra juga disebabkan adanya pengingkaran dan penghianatan penduduk Kufah.

Yazid juga melakukan kesalahan yang sangat fatal ketika memerintahkan Gubernurnya, Muslim bin Uqbah, pada Perang Harrah untuk menghalalkan Madinah selama tiga hari.

Apalagi dengan terjadinya pembunuhan terhadap beberapa sahabat dan anak-anak mereka.