HRS Center: Revitalisasi Hukum Islam, Konstruksi Teori Solvasisasi Hukum Dalam Program Legislasi Nasional



Senin, 21 Oktober 2019

Faktakini.net

RESENSI

Oleh: Dr H Abdul Chair Ramadhan SH MH

Teori Solvasisasi (Pelarutan) Hukum merupakan novelty disertasi penulis : 

“Membangun Politik Hukum Sistem Ketahanan Nasional Terhadap Ancaman Ekspansi Ideologi Transnasional Syiah Iran”. Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret, Surakarta. 

Hukum identik dengan kemanfaatan (kemaslahatan) didalamnya sudah pasti terkandung kepastian yang berkeadilan. Dalam agama Islam, sebagaimana dikatakan oleh Habib Muhammad Rizieq Shihab, Hukum Islam sangat solutif, efektif, dan produktif, kesemuanya itu mengandung maslahat. 

Hukum Islam bersifat universal, tiada yang dapat memungkirinya. Sesuai dengan sifat universalitasnya, maka menuntut kecerdasan spiritual para penyelenggara Negara untuk mengantarkan rakyat kepada kebahagiaan tanpa membedakan suku, agama ras dan antargolongan. 

Penerapan Hukum Islam dalam kajian relasi agama dan Negara selalu menjadi topik yang selalu hangat, menjadi pembahasan para ahli dan banyak pula lahir teori-teori yang mengakui eksistensi Hukum Islam dalam konsepsi Negara hukum Pancasila. 

Dalam rangka menjembatani antara penerimaan umat Islam atas Hukum Islam dan kedaulatan Negara yang diwujudkan dalam politik hukum, maka nilai-nilai maslahat yang 
terkandung dalam Hukum Islam dilarutkan dalam rumusan peraturan perundang-undangan 
(hukum positif). Pelarutan ini tidak berarti nilai-nilai Hukum Islam kehilangan maknanya. 

Sesuatu yang dilarutkan tentu tidak lagi terlihat bentuk aslinya, namun demikian dapat dirasakan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Hal inilah yang mendasari penulis mengedepankan Teori Solvasisasi Hukum dalam rangka mendukung positivisasi nilai-
nilai maslahat Hukum Islam dalam proses legislasi nasional. Dalam pelarutan kedua sistem hukum tersebut diperlukan suatu konsentrasi yakni perbandingan hukum positif dan Hukum Islam. 

Oleh karena yang akan dipositifkan adalah nilai-nilai Hukum Islam (al-Maqashid Syariah), maka disimbolkan sebagai hukum pelarut (solvent), sedangkan hukum positif disimbolkan sebagai hukum terlarut (solute). 

Nilai-nilai maslahat Hukum Islam memilik konsentrasi terbesar, karena sebagai solvent. Namun demikian, dalam proses pembentukan dan pemberlakuannya tetap memerlukan keberlakuan secara yuridis formal oleh Negara. Interaksi hukum pelarut dengan hukum terlarut inilah merupakan inti dari teori solvasisasi hukum. 

Keberadaan Teori Solvasisasi Hukum mengakomodasi kepentingan agama dan Negara dan selaras dengan paradigma Negara simbiotik yang kita anut. Patut dicatat 
bahwa konsepsi al-Maqashid Syariah yakni menjaga agama (hifdzud-din), menjaga jiwa (hifdzun-nafs), menjaga keturunan (hifdzun-nasl), menjaga harta (hifdzul-maal), dan menjaga akal (hifdzul-aql) selaras dan sejalan dengan sila-sila Pancasila. 

Dalam rangka implementasi penerapan Hukum Islam ke dalam sistem hukum 
nasional, menurut Habib Rizieq Syihab dilakukan melalui 6 (enam) strategi, yakni; 
pertama, pada aspek dakwah: 
kedua, pada aspek kultural: ketiga pada aspek akademik 
keilmuan: 
keempat, pada aspek ekonomi: 
kelima, pada aspek hukum: dan 
keenam, pada 
aspek politik. 

Keberadaan Partai Politik sangat menentukan dalam upaya memperjuangkan 
penerapan nilai-nilai Hukum Islam dalam proses legislasi nasional. Untuk itu sinergitas antara Partai Politik dengan Ormas-Ormas Islam, Alim Ulama dan Cendekiawan Muslim
menjadi signifikan dan strategis. Dengan demikian, walaupun Partai Politik – termasuk 
anggota di parlemen – yang mendukung relatif sedikit tidaklah menjadi penghalang, tetap harus kita perjuangkan secara legal-konstitusional.