Mempertanyakan Kelayakan Puan Maharani Sebagai Ketua DPR RI




Rabu, 9 Oktober 2019

Faktakini.net

*Mempertanyakan kelayakan Puan Maharani sebagai Ketua DPR RI*

Oleh M. Egi Permana Putra.
Departemen Kajian Strategis FMI Jawa Barat

Kiprah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia memasuki babak baru. Ini setelah 575 anggota DPR RI periode 2019-2024 mengucap sumpah dan janji dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa 1 Oktober 2019 pagi dengan di iringi dengan pengumuman Ketua DPR RI.

Sangat mengagetkan saat diketahui kabar bahwa ternyata yang menjadi Ketua DPR RI adalah Puan Maharani. Dan tentu ini menuai respon dari berbagai kalangan, termasuk dari kami Front Mahasiswa Islam.

Kami mempertanyakan apa kompetensi puan maharani, sehingga bisa jadi pimpinan sebuah lembaga negara?
Apa prestasi Puan Maharani ketika 5 tahun menjabat Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan?
Kenapa dua pertanyaan tersebut terlintas dalam benak kami? sebab, Berkaca dari DPR RI 2014-2019, banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan DPR RI periode kali ini untuk menjawab kepercayaan publik. Paling tidak dari sisi fungsi legislasi.

CNN Indonesia menuliskan, DPR RI 2014-2019 telah menetapkan sebanyak 222 Rancangan Undang-undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2015-2019. Perinciannya 189 RUU (55 diantaranya adalah RUU prioritas) dan 33 RUU lain yang bersifat kumulatif.

Riset yang dilakukan Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut RUU yang berhasil disahkan hingga April 2019 hanya sebanyak 26 UU atau sebesar 10 persen dari total target Prolegnas. Jumlah itu sudah termasuk penetapan Peraturan Pengganti Perundang-undangan (Perppu) menjadi UU.
https://m.detik.com/news/berita/d-4500168/icw-rata-rata-dpr-hanya-sahkan-10-ruu-dari-target-tiap-tahun

Data terbaru dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) per 26 September 2019,
Formappi mencatat, selama hampir lima tahun, DPR hanya mengesahkan 84 Rancangan undang-undang. Jumlah ini lebih sedikit dibanding Undang-undang yang disahkan DPR periode 2009-2014.

"Total RUU yang disahkan DPR 2014-2019 sebanyak 84 RUU, kalah jauh dari DPR 2009-2014 yang mencapai 125 RUU," kata Peneliti Formappi Lucius Karus di kantor Formappi, Jakarta Timur, Kamis (26/9/2019).
Lucius merinci, dari 84 RUU yang disahkan DPR periode 2014-2019, 35 RUU (42 persen) masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas. Sisanya, 49 RUU (58 persen) merupakan RUU kumulatif terbuka.
Dari 35 RUU Prolegnas prioritas yang disahkan, ada beberapa yang sebenarnya merupakan revisi berulang dari Undang-undang yang sama.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/26/14022561/hasilkan-84-uu-kinerja-dpr-dinilai-kalah-jauh-dari-periode-sebelumnya

Data ICW dan Formappi menunjukkan DPR hanya bisa menyelesaikan lima sampai tujuh pembahasan UU atau revisi UU setiap tahun. Jumlah itu tentunya di luar RUU Kumulatif yang sudah disahkan.

Selain dari sisi jumlah, kualitas UU yang dihasilkan pun jauh dari harapan dan kadang memicu kontroversi di masyarakat. Misalnya, revisi UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) menjadi UU MD3, Februari 2018.
Substansinya banyak digugat oleh elemen masyarakat sipil.

Apakah puan maharani mempunyai kredibilitas untuk menyelesaikan itu semua?
Sedangkan selama puan maharani menjadi MENKO PMK saja tidak jelas apa prestasinya.

Yang ada malah hal hal yang kontroversial yang ia timbulkan seperti;

1. Persoalan Impor Guru Ketika menjabat sebagai Menko PMK (Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan) dilansir dari https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190510074624-20-393596/menko-puan-maharani-ingin-undang-guru-dari-luar-negeri

2. Disebut sebut terlibat kasus E-KTP dilansir dari KOMPAS.com — Terdakwa kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) Setya Novanto menyebut ada uang hasil korupsi yang mengalir kepada dua politisi PDI Perjuangan, yakni Puan Maharani dan Pramono Anung.

Menurut Novanto, keduanya masing-masing mendapatkan 500.000 dollar Amerika Serikat.

Hal itu dikatakan Novanto saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (22/3/2018).

"Bu Puan Maharani Ketua Fraksi PDI-P dan Pramono adalah 500.000. Itu keterangan Made Oka," kata Setya Novanto kepada majelis hakim. https://nasional.kompas.com/read/2018/03/22/11032021/kata-setya-novanto-ada-uang-e-ktp-ke-puan-maharani-dan-pramono-anung

3. Ditengah kenaikan harga bahan pokok makanan Puan Maharani bukannya prihatin dan tersentuh mendengar keluhan dari Gubernur Bali itu,malah berkelakar mengatakan"Jangan banyak-banyak makanlah diet sedikit tidak apa-apa ". Dilansir dari https://www.merdeka.com/uang/menteri-puan-minta-orang-miskin-diet-tak-banyak-makan.html
Hal diatas sebuah ungkapan yang konyol yang seharusnya tidak boleh keluar dari lisan seorang pejabat negara, karena pejabat negara seyogyanya memberikan solusi yang solutif kepada permasalahan yang sedang di hadapi rakyatnya bukan malah melontarkan kalimat yang menyinggung perasaan rakyatnya.

Berkaitan dengan itu semua kami merasa heran bagaimana bisa seorang yang kontroversial bahkan terlibat dalam kasus korupsi serta minim prestasi malah menjadi ketua DPR RI.
Seyogyanya Ketua DPR dipegang oleh orang yang memiliki kredibititas dan integritas hingga terjamin profesionalitasnya serta minim kontroversi. Agar merevitalisasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga legislatif.