Ahok Jadi Pejabat BUMN? Mahfud MD Tahun 2018: Mantan Napi Tak Pantas Jadi Pejabat Publik!


Kamis, 14 November 2019

Faktakini.net, Jakarta - Saat ini sedang ramai gonjang-ganjing bahwa Ahok akan dijadikan menjadi pejabat BUMN.

Diberitakan sebelumnya, Ahok mendatangi kantor Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rabu pagi (13/11). Ahok mengatakan kedatangannya untuk membicarakan terkait dirinya diminta sebagai salah satu orang yang bertugas di BUMN.

"Intinya kita bicara soal BUMN dan saya mau dilibatkan menjadi salah satu BUMN, gitu aja. Jabatannya apa? BUMN mana? Saya gak tahu, mesti tanya ke pak Menteri," katanya.

Padahal Ahok sendiri tersandung banyak permasalahan. Di antaranya pembelian bus rusak dari RRC, dan pembelian mark-up RS Sumber Waras, tanah DKI. Selain itu, penggusuran rumah rakyat yang dilakukan Ahok saat menjadi Gubernur DKI pun telah menjadi catatan hitam.

Ahok juga mantan terpidana kasus penistaan terhadap agama Islam. Dia telah dihukum mendekam di penjara selama 1 tahun 8 bulan 15 hari.

Karena itu netizen pun menghubungkan hal ini dengan ucapan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2018 lalu yang mengatakan, mantan narapidana (napi), apalagi terkait kasus korupsi, tidak pantas untuk menduduki jabatan publik. Mahfud mendukung KPU yang mencari opsi untuk melarang mantan napi tidak bisa mendaftar menjadi calon legislatif di Pemilihan Umum (Pemilu) 2019.

“Masak caleg orang yang pernah korupsi. Mantan napi tidak pantas duduki jabatan publik di mana pun. Di negara liberal sekalipun ada landasan etik yang menyatakan kalau napi tak harus koruptor tak boleh jadi pejabat publik. Apalagi kalau koruptor, ndak boleh maju di jabatan publik,” kata Mahfud di MMD Initiative, di Jalan Kramat, Jakarta Pusat, Kamis (19/4/2018).

Namun, dalam proseduralnya, menurut guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia itu, KPU tidak bisa mengatur pelarangan caleg mantan napi. Larangan harus diatur di dalam undang-undang.

Hal ini sesuai dengan pasal 28 D UUD45, setiap pembatasan terhadap hak asasi atau peingistimewaan terhadap hak asasi itu hanya bisa diatur dalam UU. Kendati demikian, jika hal ini dirasa mendesak, KPU bisa meminta kepada presiden untuk mengeluarkan peraturan pengganti undang-undang (perppu).

Kemudian, jika pelarangan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang regular, aturannya dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (prolegnas) di DPR. Dia mengatakan, seandainya KPU memasukkan aturan ini ke dalam PKPU, hanya bisa diterapkan pada pemilu berikutnya.

Sebelumnya, KPU sedang membuat pengaturan tentang caleg mantan napi. Dua opsi yang sedang disiapkan KPU di dalam pasal 8 ayat 1 Huruf J rancangan PKPU menyebutkan bakal calon anggota legislatif (caleg) bukan mantan narapidana korupsi.

Apabila pasal ini tidak diterima, KPU akan mencoba opsi kedua, yakni masuk ke ranah parpol. KPU akan meminta parpol melakukan rekrutmen caleg yang bersih.

Foto: Mahfud MD

Sumber: Republika.co.id