Bantah Mahfud MD, Dr Abdul Chair: Tolak Dukung Jokowi, Hingga Kini HRS Masih Dicekal
Kamis, 28 November 2019
Faktakini.net, Jakarta - Pernyataan Menkopolhukam Mahfud MD yang menyatakan tidak ada pencekalan terhadap Habib Rizieq Shihab (HRS) dibantah Juru Bicara HRS, Dr. H. Abdul Chair Ramadhan, S.H., M.H.
Abdul Chair Ramadhan, yang juga Direktur HRS Center, menegaskan, Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) sudah mengalami pengasingan dengan alasan pencekalan. Sebab HRS menolak memberikan dukungan politik kepada Jokowi-Ma’ruf dalam Pilpres 2019 yang lalu.
“HRS menolak karena adanya penawaran dari pihak-pihak tertentu sebagai ‘Utusan Jakarta’ yang akan menyelesaikan pencabutan pencekalan jika HRS memberikan dukungan pada Jokowi-Ma’ruf. Penolakan HRS itu berujung pencekalan dalam bentuk pengasingan politik. HRS diposisikan sebagai lawan politik," ujar Abdul Chair Ramadhan kepada Harian Terbit, Rabu (27/11/2019).
Pembiaran
Abdul Chair menegaskan, ditinjau dari aspek hukum, Pemerintah RI telah melakukan kesengajaan pembiaran (omission) terhadap HRS sebagai Warga Negara Indonesia di luar negeri yang tidak memperoleh jaminan perlindungan, pendampingan bantuan hukum atas Hak-Hak Sipilnya untuk kembali ke Tanah Air.
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, pada Pasal 19 huruf b menyebutkan, “Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.”
"Faktanya, baik Dubes RI di Riyadh maupun Pemerintah Pusat tidak melakukan pendampingan pembantuan sebagaimana mestinya, padahal HRS telah menyampaikan laporan atas larangan keluar meninggalkan wilayah Saudi Arabia secara langsung kepada Dubes Agus Maftuh Abegebriel. Jadi tidak benar adanya pernyataan bahwa HRS tidak pernah melaporkan pada perwakilan Pemerintah RI di Saudi Arabia," tegasnya.
Abdul Chair menuturkan, jika pencekalan dalam hal larangan keluar terhadap HRS adalah murni dari otoritas intelijen Kerajaan Saudi Arabia semata-mata, maka menjadi pertanyaan serius, mengapa perlu ada negosiasi antara Pejabat Tinggi Kerajaan Saudi dengan Pejabat Tinggi Pemerintah Indonesia. Pernyataan Dubes Saudi Arabia Esam A Abid Althagafi secara jelas menunjukkan adanya keterhubungan dalam proses penyelesaian pencekalan tersebut.
"Tidaklah mungkin penyelesaian pencekalan dengan melibatkan Pejabat Tinggi Pemerintah Indonesia, jika tidak ada relevansinya. Relevansi dimaksud terkait adanya korelasi pertanggungjawaban dalam proses pemulangan HRS," tandasnya.
Abdul Chair memaparkan, pernyataan Dubes Saudi Arabia sekaligus juga sebagai bantahan terhadap pernyataan Menko Polhukam, Mahfud MD yang mengatakan pencekalan tersebut tidak ada kaitannya dengan Pemerintah Indonesia. Dengan demikian, pihak Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia tentu tidak ingin dituduh telah melakukan pelanggaran HAM di mata dunia Internasional atas terjadinya pengasingan politik terhadap HRS. Oleh karena itu negosiasi mengarah pada perjumpaan pertanggungjawaban pemulangan HRS dari pengasingan.
Dia mengemukakan, menjadi jelas dengan adanya negosiasi tersebut yang bersifat Government to Government (G to G), maka tidak ada kaitannya dengan diri pribadi HRS. Menurut Hukum Nasional maupun Hukum Internasional kepentingan Hak-Hak Sipil HRS harus diwakilkan oleh Pemerintah RI. Hal ini juga merupakan bantahan atas pernyataan Menko Polhukam yang mengatakan bahwa HRS sendiri yang harus mengurus pencekalan pada otoritas setempat.
"Pemerintah janganlah selalu menghindar terhadap fakta yang telah berbicara apa adanya. Seyogyanya Pemerintah Indonesia segera menyatakan sikapnya melalui saluran diplomatik agar status pencekalan HRS segera dicabut oleh otoritas Kerajaan Saudi Arabia, itu saja simple," tegasnya.
Tidak Dicekal
Diketahui saat jumpa pers di kantornya, Rabu (27/11/2019), Menko Polhukam, Mahfud MD kembali menegaskan, pemerintah Indonesia tidak melakukan pencekalan kepada Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab yang masih berada di Jeddah, Arab Saudi untuk kembali ke Tanah Air.
"Tentang kepulangan Habib Rizieq, kami tadi berdiskusi mengecek ke semua lini, jalur-jalur yang kami miliki, jalur Menteri Agama, jalur Mendagri jalur Menko Polhukam, itu ternyata memang tidak ada sama sekali pencekalan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia," jelasnya.
Mahfud mengatakan hal itu usai melakukan rapat koordinasi terbatas dengan Menag Fachrul Razi dan Mendagri Tito Karnavian selama satu jam. Oleh karena itu, lanjut dia, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa terhadap Habib Rizieq karena urusannya bukan dengan pemerintah Indonesia.
"Kalau memang ada bukti sekecil apapun bahwa itu dicekal oleh pemerintah Indonesia, ya diserahkan kepada Menteri Agama kepada Menko Polhukam atau Mendagri nanti akan di prosesnya, akan diklarifikasi sejelasnya, kalau memang ada," papar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini.
Namun demikian, kata Mahfud, hingga saat ini tidak ada laporan terkait persoalan itu dan Habib Rizieq sendiri tidak pernah melapor tentang masalahnya kepada Konjen RI di Jeddah, Arab Saudi."Kita mendengarnya dari YouTube dari medsos, kalau tidak melapor bagaimana kita mau bertindak," ucapnya.
Terpisah, pengacara HRS, Sugito Atmo Pawiro mengatakan kepulangan Rizieq ke Indonesia masih belum bisa dilakukan karena terkendala masalah visa. "Sampai sekarang belum dapat visa untuk bisa keluar (dari Arab Saudi)," ujarnya.
Sugito mengatakan saat ini permasalahan terkait visa tersebut tengah diurus oleh pihak dari Rizieq. Apabila urusan visa bisa segera selesai, Sugito memastikan bahwa Rizieq akan pulang ke Tanah Air dan menghadiri acara Reuni Akbar 212 yang digelar di kawasan Monumen Nasional pada 2 Desember 2019 mendatang.
"Kalau urusan visa sudah selesai, Habib Rizieq akan hadir ke reuni 212," kata Sugito.
Foto: Dr Abdul Chair Ramadhan
Sumber: harianterbit.com