Sugito Atmo Pawiro: Untuk Apa Habib Rizieq Shihab Dicegah Pulang Ke Tanah Air?


Jum'at, 15 November 2019

Faktakini.net

UNTUK APA HRS DICEGAH PULANG KE TANAH AIR ?
Oleh: Sugito Atmo Pawiro

ISU rencana kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab (HRS) ke tanah air mencuat lagi. Kali ini terasa lebih sensasional.

Pada awalnya HRS dikabarkan akan kembali ke Indonesia untuk menghadiri perayaan Reuni Akbar 212 pada 2 Desember mendatang di Jakarta.

Namun tidak berbeda dengan peristiwa pada tahun lalu, kali ini Kerajaan Saudi Arabia (KSA) melalui Penyidik Umum Kantor Intelijen Saudi, lagi-lagi mengeluarkan perintah cekal, alias larangan bepergian ke luar negeri bagi HRS, termasuk kepulangannya ke Indonesia.

Urunglah HRS meninggalkan negeri Arab tersebut menuju tanah airnya sendiri. Sebuah realitas pahit yang sekali lagi menerpanya.

Pencegahan kepulangan HRS ke Jakarta sudah terjadi beberapa kali. Pada 8 Juli 2018, misalnya, HRS yang sudah terlanjur membeli tiket Saudi Arabian Airlines untuk kepulangannya ke Indonesia, mendadak dicegah oleh Pemerintah KSA dan ditunda hingga 12 Juli 2018. Namun pada saat masa penundaan habis, izin kepulangan HRS kembali dimundurkan menjadi tanggal 19 Juli 2018.

Sejatinya HRS sudah harus meninggalkan Arab Saudi paling lambat 20 Juli 2018 oleh karena Visa Business Multiple atas nama diri dan keluarganya sudah habis.
Jika tidak, HRS akan didenda karena berstatus ‘over-stay’.

Sampai sekarang HRS terpaksa membayar denda kelebihan masa tinggal sebesar 50 ribu Riyal akibat Pemerintah Arab Saudi melarangnya meninggalkan Arab Saudi. Kendati status over-stay tersebut sama-sekali bukan karena kesalahan HRS, melainkan akibat larangan terhadapnya untuk meninggalkan negeri tersebut.

Alasan Keamanan
Jamaknya dalam kebijakan luar negeri, jika seseorang berdomisili di negara lain dan dianggap bermasalah karena merugikan negeri bersangkutan, maka pemerintah di negara tersebut akan melakukan deportasi atau pengusiran terhadap ekspatriat bersangkutan. Tentu jika seseorang itu memiliki permasalahan izin tinggal.

HRS justru tidak diperkenankan meninggalkan Arab Saudi untuk kembali ke Indonesia oleh Pemerintah Arab Saudi. Tidak ada alasan yang spesifik dari larangan tersebut. Hanya dinyatakan bahwa dengan alasan ‘demi keamanan’ sesuai Surat Perintah otoritas Kantor Intelijen Saudi.

Jika alasan ‘demi keamanan’ maka ditafsirkan bahwa HRS mendapatkan perlindungan dari Pemerintah Arab Saudi yang diduga mengidentifikasi adanya ancaman keamanan pada diri HRS jika meninggalkan negeri itu.

Siapa yang mengancam keamanan HRS? Suatu hal yang menimbulkan teka-teki.
Pada satu sisi, HRS tidak melakukan perbuatan apa pun yang dapat merugikan Arab Saudi sehingga tidak ada alasan mendeportasi. Tetapi HRS justru tidak boleh meninggalkan negeri ini. Ada apa?

Apabila makna pencekalan oleh Pemerintah Arab terhadap HRS digantang (ditaksir-taksir), maka probabilitasnya adalah:

Pertama, HRS itu adalah warga negara lain yang bermukim di Arab Saudi dan dilarang meninggalkan tanah Arab karena ada ancaman keamanan terhadap diri dan keluarganya. Sebagai WNI terbukti HRS mendapatkan preferensi agar tetap tinggal di Arab Saudi dan dilarang bepergian ke Indonesia.

Kebijakan pemerintah Arab Saudi ini bermakna positif sebagai bentuk perlindungan terhadap HRS. Setidaknya hal itu pernah diakui Duta Besar H.E Osama bin Mohammad Alshuaib sebelum digantikan Esam A. Abid Althagafi.

Belakangan muncul penyangkalan bahwa perlindungan keamanan dari pemerintah KSA hanya di masa lalu. Jika begitu, untuk alasan apa HRS tetap tidak boleh meninggalkan Arab Saudi?

Kedua, boleh jadi maknanya lain bila ada yang keberatan andai digantang demikian. Jika otoritas Kerajaan Saudi Arabia tetap bersihkeras melarang HRS meninggalkan negeri itu bukan karena alasan keamanan, maka diduga kuat KSA berkompromi dengan pihak yang menginginkan agar HRS tetap tinggal di Saudi, dan tidak berkesempatan untuk pulang ke Indonesia. Pertanyaannya adalah pihak manakah yang menginginkan agar HRS tidak pulang ke negaranya sendiri?

Kepentingan Pemerintah RI
HRS sebagaimana diketahui juga tidak memiliki persoalan hukum di Indonesia pada saat ini. Sebelumnya pernah terbetik spekulasi bahwa Pemerintah Indonesia berkepentingan agar HRS kembali ke Indonesia untuk menjalani pemeriksaan sejumlah perkara hukum di tanah air. Spekulasi ini sudah terbantahkan oleh karena kasus-kasus hukum yang melibatkan HRS sudah dinyatakan selesai. Artinya, tidak ada alasan bagi HRS untuk menghindari proses hukum jika kembali ke Indonesia.
Kalau pun HRS ternyata masih harus menjalani proses hukum, misalnya, maka Pemerintah RI dapat saja meminta KSA untuk memenuhi rencana HRS kembali ke tanah air. Bila alasan ini yang dipergunakan maka tidak mungkin pemerintah Indonesia meminta Pemerintah KSA untuk mencegahnya kembali ke Indonesia.

Faktanya, HRS tetap saja tidak bisa kembali ke Indonesia. Lantas siapa dan pihak manakah yang mempengaruhi kebijakan pemerintah KSA untuk melarang HRS meninggalkan Arab Saudi demi alasan keamanan? Untuk kepentingan apa Pemerintah KSA mencegah HRS kembali ke Indonesia? Rasanya pertanyaan ini sia-sia. KSA bukanlah pemerintahan yang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh pihak lain. Fakta yang membingungkan justru pada titik inilah.

Lazimnya, jika seorang warga negara seperti HRS dicegah oleh pemerintah negara lain untuk pulang ke Indonesia, pemerintah Indonesia melalui Kedutaan Besar RI (KBRI) dapat menggunakan haknya untuk meminta notifikasi konsuler (consular notification) kepada pemerintah KSA sesuai Konvensi Wina (1963). Sekaligus mengupayakan cara diplomatik untuk memulangkan HRS ke tanah air. Dalam kasus HRS justru pemerintah RI terkesan enggan campur tangan dengan mengatakan bahwa permasalahan HRS harus dipertanyakan sendiri ke pemerintah KSA.

Asumsi lainnya, kalau pun ada permintaan resmi kepada KSA untuk menahan HRS, tentu saja pihak yang mengajukan permintaan itu hanya bisa datang dari setingkat pemerintahan sebuah negara juga. Bagaimana pun itulah kelaziman dalam hubungan luar negeri, suatu permintaan hanya bisa disampaikan secara G to G (government to government). Lalu, pemerintahan negara mana yang meminta? Untuk apa?.

Berdasarkan informasi dari berbagai sumber dipercaya, tampaknya alasan ‘demi keamanan’ yang disampaikan penyelidik intelijen KSA tidak lebih dari alibi yang dibangun untuk menutupi permintaan resmi dari Indonesia yang tidak menghendaki HRS kembali ke tanah air. Alasannya tentu sederhana. Pemerintahan baru yang dihasilkan Pemilu 2019 ini, tidak menginginkan adanya gangguan dari tokoh berpengaruh sekelas HRS yang dianggap dapat menciptakan kegaduhan politik dan mendelegitimasi kekuasaan sekarang ini.

Maklum, HRS merupakan tokoh ‘political influencer’ paling wahid yang berseberangan dengan kekuasaan negara saat ini.

Nasib HRS menyerupai perlakuan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen terhadap Pemimpin oposisi Kamboja Sam Rainsy yang tidak dapat meninggalkan Perancis untuk kembali ke Kamboja.

Jadi dalam konteks HRS, semakin terang tentang siapa dan untuk kepentingan apa HRS dihalangi kembali ke tanah air.***