(Video) Di ILC, Ilham Bintang: Ahok Diberi Karpet Merah, Habib Rizieq Dicekal Tak Boleh Pulang!





Rabu, 27 November 2019

Faktakini.net, Jakarta - Wartawan senior Ilham Bintang blak-blakan mengutarakan jomplang nya perlakuan negara antara ke Ahok dan Habib Rizieq Shihab.

Ahok diberikan karpet merah oleh Jokowi, dijadikan pejabat tinggi di BUMN. Padahal Ahok adalah Penista agama Islam.

Sementara Habib Rizieq Shihab yang merupakan Ulama berpengaruh dan dicintai umat Islam, hingga kini dicekal dan tak boleh pulang ke Indonesia.

Ilham Bintang beberapa bulan lalu sebelum Pilpres 2019 memang sempat bertemu dan mewawancarai Habib Rizieq Shihab.

Sebagai berikut.

Habib Rizieq Shihab -HRS- tidak banyak berubah dalam "pengungsiannya". Tetap semangat, energik, menggebu- gebu, humoris dan sesekali "menyalak" untuk penekanan prinsipnya. Tiada kesan sama sekali punya kesusahan. Padahal, April ini sudah dua tahun dia di tanah suci dengan status cekal, tak boleh keluar dari Saudi.

Itulah kesan yang saya peroleh ketika bertamu di rumah HRS yang berjuluk Imam Besar Umat Islam Indonesia di Mekkah, Rabu (3/4) petang. Menghapus anggapan saya semula, mengira dia sengsara dalam pengasingan, dan karena itulah sebab utama mendorong saya menemuinya. Silaturahmi dengannya tidak dinyana berlangsung sekitar 90 menit. Diakhiri dengan salat Ashar berjamaah yang diimami oleh tuan rumah.

Dalam perbincangan sore itu, dia mengutarakan kerinduannya pada Tanah Air.

Dia ingin kembali untuk setidaknya, satu hari saja. Hadir pada Pemilu 17 April untuk menggunakan hak pilihnya. Ia sudah mengajukan surat kepada pihak berwenang di Saudi yang mencekalnya. Cekal?

"Itu saya tahu atas permintaan pemerintah Indonesia. Pemerintah Saudi sendiri lebih suka menggunakan alasan demi keselamatan jiwa saya. Pemerintah Saudi sangat baik terhadap saya dan keluarga. Memperlakukan saya sangat istimewa," ungkap HRS.

Kalau baik, kenapa Anda dicekal, dan tidak menggugat itu?

"Orang baik masak saya gugat? Mereka kan bertindak atas permintaan Jakarta, melalui saluran G to G (saluran pemerintah)," sahutnya.

Kalau begitu kenapa tidak menggugat pemerintah Indonesia, melalui lawyer di Jakarta, misalnya.

"Sudah. Seribu lawyer sudah menyoal itu, tetapi tidak pernah digubris. Makanya saya berkesimpulan kasus saya bukan kasus hukum, yang bisa diselesaikan dengan kaidah hukum. Kasus overstay saya di Saudi sudah diputihkan. Nol. Ini baru tiga minggu lalu. Kasus saya kasus politik. Mungkin, yah, mungkin, selesai sendiri setelah Pemilu di Indonesia," ucapnya menduga sambil melepas tawa.

Anda sudah mengajukan permohonan pulang ke Indonesia. Seberapa besar peluang dikabulkan.

"Fifty-fifty," sahutnya cepat.

HRS tinggal bersama Umi Syarifah Fadhlun, isterinya, dan tiga puterinya di sebuah apartemen yang cukup luas di daerah Syari' Sittin District Makkah, sekitar 7 Km dari Masjidil Haram. Empat anaknya tetap tinggal di Jakarta.
Selain dengan anak isteri, sehari-hari HRS mendapat pengawalan sekitar 10 jamaahnya. Seperti yang tampak hari itu. Namun, tidak jelas apakah mereka juga tinggal seapartemen dengan HRS. Penulis Buku "Hancurkan Liberalisme, Tegakkan Syariat Islam" menyebut pengawalnya itu pengurus FPI di Saudi. Mayoritas mereka adalah Mukimin yang belasan sampai puluhan tahun tinggal di Saudi.

Saya tiba di rumah HRS pukul tiga siang. Diantar oleh Irgian Yudhi Bakhtiar, staf TPA Tamasek - travel yang berkolaborasi dengan Albilad Tour & Travel Jakarta - menghandle umrah saya di Tanah Suci.

Ruang tamu HRS cukup luas. Bisa menampung sekitar 100 tamu, digabung dengan ruang terpisah untuk tamu perempuan sekitar 50 jamaah mencapai 150 orang. Sebesar itulah jumlah rata-rata tamu setiap hari di rumah HRS. Tidak bermaksud berkelakar, Irgi bilang sejak mukim di Mekkah, praktis sejak itu rumah HRS masuk dalam agenda jamaah haji maupun umrah untuk diziarahi. Irgi tahu itu, karena ia sering juga mengantar jamaah travelnya ke sana. Terakhir, ia mengantar Anggota DPR RI dari PAN, Eko Patrio ke rumah HRS.

Ketika tiba di ruang tamu sudah ada sekitar 40 jamaah berada di situ. Menunggu Habib datang. Mereka jamaah dari berbagai daerah di Indonesia. Ada juga WNI yang sudah belasan tahun bahkan puluhan tahun bermukim di Saudi.

Tuan rumah menyediakan aneka makanan ringan buat para tamu. Mulai dari kurma sampai dodol garut dan beberapa kue kering lainnya, termasuk teh Arab, dan air mineral. Lima - enam orang staf HRS tak putus -putus keluar masuk dapur untuk menyajikan penganan. Staf lain menjaga telepon untuk menerima kontak tamu yang sudah disetejui bertemu dengan punggawa ormas Islam Front Pembela Islam itu. Ada juga bertugas sebagai penjaga pintu.

"Ini salah satu keistimewaan yang saya peroleh dari Pemerintah Saudi. Boleh menerima tamu dalam jumlah banyak di rumah. Ini mewah sekali. Karena ini tidak mudah. Jangankan saya yang warga asing, warga Saudi sendiri pun tidak akan bikin pertemuan seperti ini kalau tak mau berurusan dengan pihak yang berwajib," cerita HRS.

Jumlah tamu itu pun sudah dibatasi dan seleksi. Kalau tidak, tamu yang datang bisa meluber sampai ke lapangan parkir luar, bahkan di jalanan. Semua jamaah haji maupun umrah mau ziarah ke rumahnya. Terpaksa diatur dua tamu mewakili tiap travel.

Tamu-tamu harus dapat konfirmasi dari satu pintu: staf yang satu-satunya ditugaskan untuk itu.

Kasus penyusup yang menempel bendera ISIS di rumahnya tempo hari membuatnya trauma. Sejak itulah tamu diperketat. Gegara itu seharian HRS diinterogasi polisi Saudi.

Saya pun menempuh prosedur itu. Irgi yang mengatur. Sejak hari pertama tiba di Mekkah saya minta. Saya menyampaikan kepada Irgi jadwal saya di Mekkah sampai Kamis pagi. Sebab hari itu saya akan meneruskan perjalanan ke Madinah.

Rabu pagi Irgi telepon. Dia akan jemput saya di hotel pukul 2 siang untuk diantar ke rumah HRS. Namun, ada beberapa pertanyaan yang mesti saya jawab. Dia meneruskan amanah pengawal HRS. Pertanyaannya saya jawab di WA, supaya bisa diteruskan ke pengawal HRS.

Jawaban saya atas pertanyaannya, begini.

"Keperluan saya untuk wawancara".

"Hahh," Irgi terkejut.

Saya ingat. Saya pernah kontak langsung sang pengawal berdasar nomer kontak yang diberikan Mustafa Nahwa, politisi PAN. Dia juga terkejut seperti Irgi. "Kalau wawancara tidak bisa. Yang mungkin silatuhrami," tanggapnya.

"Harus jelas, Bapak condong ke 01 atau 02," tanya Irgi. "Tidak dua-duanya. Saya wartawan. Saya independen," jawab saya cepat.

"Independen maksudnya, apa? Masak tidak milih salah satu?" tanya Irgi lagi.

(Aduh ini bocah, cerewet amat sih, saya membatin. Irgi memang masih muda, anak Malang, usia di bawah 30 tahun).

Pasti saya memilih salah satu. Nanti pada tanggal 17 April saya akan gunakan hak pilih saya. Sebagai warganegara. Tapi tidak sekarang.

Wartawan tidak boleh berpihak, tidak etis mengumumkan pilihannya lebih-lebih ikut berkampanye di depan publik. Itu bisa mempengaruhi publik. Itu melanggar UU dan kode etik. Yang pasti wartawan akan berpihak pada kebenaran, pada pihak yang lemah, dan wong cilik yang ditindas oleh kekuasaan.

Begitu percakapan saya dengan Irgi. Saya sengaja menuliskan itu di WA supaya sampai ke pengawal dan HRS sekalian. Ini juga saya tujukan untuk menguji HRS apakah menghormati prinsip kerja wartawan.

Irgi tidak menjawab lagi. Tahu-tahu dia sudah datang di hotel menjemput saya untuk diantar ke rumah HRS. Bagaimana Irgi? "Pengawal membolehkan. Tetapi tetap diminta jaminan dan tanggung jawab dari saya kalau terjadi apa-apa," ungkapnya.

Saya memang baru mengenal Irgi. Setiap saya bicara, saya tahu dia diam-diam menyelidiki saya.

Dalam perjalanan, Irgi cerita. Pernah ada wartawan silaturahmi ke kerumah HRS. Dia wawancara HRS. Dia minta HRS berfoto bareng dengan isteri dan ketiga puterinya. Yang muncul kemudian foto bersama itu viral di medsos dengan caption: HRS bersenang-senang di Mekkah dengan empat isterinya.

Keadilan Penegakan Hukum

Apa yang paling Anda rindukan di Indonesia?

"Perubahan. Tewujudnya keadilan penegakan hukum. Ketidakadilan penegakan hukum terjadi di Era Presiden RI mana pun. Soekarno. Soeharto, Habibie, Megawati, SBY. Tapi belum pernah seterang benderang, telanjang, dan sejorok seperti era Jokowi," katanya.

Imam Besar ini kemudian memaparkan sejumlah kasus hukum di Tanah Air yang disimpulkan sebagai praktik "belah bambu" penguasa. Ini istilah dia untuk menyebut pilih kasih. Satu diinjak, satu diangkat.

"Berapa banyak tokoh kritis, ulama dan santri kita dipenjara, karena tuduhan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap Presiden Jokowi. Tapi secara bersamaan, polisi membebaskan tindakan sama pada orang- orang yang kuat. Kemana itu anak muda etnik Tionghoa itu, yang khusus merekam dirinya menghina Jokowi, dan menyebarkan video itu sampai viral di media sosial. Dan seluruh dunia tahu. Dihukumkah? Dipenjarakah? Tidak. Polisi malah menerbitkan SP3 dan mengatakan anak itu cuma main-main. Mana itu Gubernur yang juga video dirinya viral menghasut dan melakukan ujaran kebencian? Tenang- tenang saja. Seperti tak pernah terhasi. Ini menyakitkan umat. Menyakitkan rakyat. Lebih sakit lagi, ada santri membuat toko dengan label "toko pribumi" juga dimasalahkan," ungkap HRS.

Kasus-kasus yang diungkap HRS tidak ada yang baru, memang. Sudah menjadi rahasia umum. Yang terbaru adalah tuduhan kepada Menlu dan Dubes RI di Saudi mengarahkan aparat dan WNI di Saudi untu memilih Jokowi. Belakangan pernyataannya videonya yang viral mendapat tanggapan Kemenlu dan Dubes RI di Saudi. "Itu fitnah," sanggah keterangan resmi Kemenlu dan Kedubes RI.

Apa tanggapan Anda?

"Fitnah dari mana? Itu fakta kok. Ah, itu kan terjadi di seluruh lembaga kekuasaan. Semua diarahkan memilih Jokowi. Sudah jadi pengetahuan umum, terang benderang, telanjang dan itu yang saya bilang tadi, sangat jorok. Saya kan banyak teman, dari kalangan mereka itu juga yang memberi tahu," urainya.

Ini serius, apakah Anda punya bukti material Menlu dan Dubes RI melakukan pengarahan di Saudi?

"Ada. Masak saya berani bicara kalau tidak pegang bukti," sahut HRS.

Apakah punya dokumen dan atau bukti tertulis, boleh saya saya dapatkan?

"Sangat boleh. Lha, orang-orang yang diarahkan itu sendiri yang datang mengadu ke saya. Bukan bukti tertulis lagi. Orangnya sampai bersumpah. Jangan lupa berat bersumpah di Tanah Suci ini," sambungnya.

Wawancara ini berlangsung di tengah silaturahmi yang diikuti seluruh tamunya. Irgi surprise dan lega mendengakan HRS melayani wawancara saya. "Silahkan Pak Ilham mau tanya apa saja saya layani. Bebas," sambut HRS. Ini yang bikin Irgi surprise. Tidak menyangka Habib sehangat dan seterbuka itu. Berbanding terbalik dengan info dari inner circlenya. Saya sempat mencari-cari wajah pengawalnya yang sebelumnya menutup pintu untuk wawancara.

Ulama Turun Gunung

Bercerita dengan latar belakang dan contoh ketidakadilan penegak hukum, keturunan Sayidina Ali ini melanjutkan soal Ijtima Ulama tempo hari.

Menurutnya, kondisi berbangsa dan bernegara kita yang makin parah itulah membuat para Ulama, Habib, santri turun gunung. Mendorong diselenggarakan Ijtima Ulama. Mereka mendambakan perubahan. Mengganti pimpinan nasional melalui sarana konstitusi, yaitu Pemilu.

"Belum pernah dalam sejarah Indonesia para Ulama dan Habib turun langsung ke ranah politik untuk membuat perubahan. Selama ini, peran itu dimainkan oleh para mahasiswa," jelasnya.

Hal utama dan terutama yang menjadi putusan Ijtima Ulama tempo hari adalah mewujudkan penegakan hukum yang berkeadilan dan memerangi kemungkaran. Cara itu harus ditempuh dengan mengganti Jokowi.

Untuk penggantian Jokowi, diputuskanlah untuk mendorong Prabowo Subianto sebagai calon presiden. Jadi jangan salah, Prabowo-Sandi jadi Presiden dan Wakil Presiden itu sebagai "alat" untuk mencapai tujuan. Bukan tujuan Ijtima Ulama. InsyaAllah kalau Prabowo-Sandi menjadi presiden dan wakil presiden, kita pun akan mengawal dia supaya on the track, tidak melenceng. Kalau melengceng juga, yang kita kritisi keras juga.

Semua tamu sejak masuk rumah HRS harus menyerahkan ponsel, kamera kepada petugas. Alat komunikasi dan kamera itu disimpan berjejer di atas meja terbuka yang tampak dan dapat dilihat oleh pemiliknya. Itu salah satu ketentuan atau prosedurnya. Nanti setelah acara, ponsel itu boleh diambil untuk berfoto dengan tuan rumah.

Semula saya ingin protes. Seperti perlakuan kepada kami -sekitar sepuluh pemimpin redaksi- alami waktu menghadiri undangan makan malam Presiden Jokowi di Istana. Semua ponsel diminta Paspamres di pos penjagaan. Kami protes karena itu pengalaman pertama kami hadapi. Sebelumnya tidak.

Tapi protes ke pengawal HRS saya urungkan. Pertimbangannya, pertama, memang bukan tuan rumah yang berinsiatif mengundang, kami lah yang ingin bertemu. Kedua, memahami pengalaman traumatis dia beberapa kali dikerjai penyusup. Ketiga, HRS orang tak berdaya, tidak memiliki kekuasaan apa-apa. Beda dengan Presiden Jokowi yang memiliki kekuasaan penuh, yang mestinya tidak perlu memelihara kekhawatiran.

Selesai acara bincang-bincang yang dilanjutkan salat Ashar berjamaah, kini giliran foto bersama. Saya bangun menuju ruang sebelah mencari isteri yang berbincang dengan Umi Syarifah. Tiba-tiba terdengar suara memanggil, suara HRS. Saya berputar. Rupanya formasi foto bersama seluruh jamaah sudah tersusun rapi. "Ayo Pak Ilham, ayo di sini. Teman- teman, kasih jalan, biar beliau berfoto di samping saya," panggil pria kelahiran Jakarta 1965 itu.

Klik. Selesai. Tamu-tamunya mengusulkan foto sekali lagi, dengan pose mengacungkan dua jari.

"Ayo, semua yah. Kecuali Pak Ilham. Sebagai wartawan, kita harus hormati pendiriannya, meski tidak sejalan dengan kita," HRS sendiri berseru begitu. Saya tersanjung dengan statement sepotong itu. Demokratis sekali. Ya, Allah, semoga Habib Rizieq Shihab dan keluarga senantiasa mendapatkan petunjuk dan bimbinganMu. Dijaga kesehatannya, dan dirawat Iman Islamnya.

Penulis adalah wartawan senior.

Madinah, Jumat, 5 April.

Sumber: Rmol

Klik video: