Bung Nadiem Makarim, Ketahuilah Tanpa Penghafal Dunia Kiamat!


Ahad, 16 Desember 2019

Faktakini.net

BUNG NADIEM, KETAHUILAH TANPA PENGHAFAL DUNIA KIAMAT !

Sepanjang sejarah peradaban manusia, tidak ada satu pun teks yang paling dibaca dan dihafal melampui buku ini.

Setiap hari ia dibaca dan dihafal sebanyak 34 milyar kali. Buku tersebut dibaca minimal 17 kali dalam 5 waktu oleh dua milyar penduduk bumi.

Ia tidak hanya dibaca dan dihafal seluruh isinya. Ia telah di-imani, dipelajari, dikuliti, selama 1.400 tahun terakhir ini. Dari buku ini lahir berbagai disipilin ilmu. Mulai dari teologi, sejarah, budaya, hukum, epistemology, bahasa, serta sains.

Para ilmuan penemu sains seperti algoritma, matematika, kedokteran, serta teori-teori dasar teknologi, berangkat dari hafalan dan pemahaman mendalam atas buku ini. 

Buku ini tidak hanya berisi tentang keimanan dan ketuhanan. Materi itu malah hanya dibahas seperempatnya saja. Sisanya, porsi sebanyak 3/4 buku ini berbicara sains dan berbagai pengetahuan yang menjadi perbincangan tak habis-habisnya.

Maka, buku ini adalah platform bagi peradaban manusia: masa silam, hari ini, dan masa mendatang.

Anda tentu sudah tahu buku apa ini. Ia dikenal dengan sebutan “Bacaan Mulia”. Al-Qur’anul Karim.

Baiklah sebelum berdiskusi lebih lanjut, saya mau mengajak Anda memutar sejenak film peradaban bangsa-bangsa besar di masa 1500-3000 tahun lalu.

Bangsa Romawi dikenal memiliki budaya menulis yang sangat tinggi. Apapun yang mereka dengar dan lihat, akan mereka tulis dan lukis. Mereka kemudian mengajarkan dan menyebarkannya kepada masyarakat luas. Namun mereka lemah dalam hal menghafal.

Bangsa Persia sangat menonjol dalam hal mendengar. Namun lemah dalam hal memahami. Pada masa itu, bangsa Persia lebih senang laku spiritual dan klenik.

Bangsa Syam sangat menonjol dalam memahami segala peristiwa yang terjadi. Syam adalah negeri adi daya dan sangat maju, pada saat itu. Ibarat Amerika saat ini.

Negeri Syam terdiri dari Syiria (Suriah), Palestina, Lebanon, dan Yordania. Di mana Palestina sebagai pusat ekonomi dan pendidikan. Suriah sebagai pusat bisnis. Dan Yordania, pusat militer.

Bangsa Syam dan Babilonia hobi mengumpulkan data. Seperti orang-orang Silicon Valey dan Singapura sekarang ini. Babilonia (Irak), di jaman Nabi Ibrahim AS, sangatlah maju.

Sementara itu, bangsa Cina gemar membaca, tapi tidak gemar menulis. Sedangkan bangsa Romawi, gemar menulis tapi tidak suka membaca. Di sisi lain, orang Yunani kuno lebih menduplikasi kebiasaan orang Arab.

Bangsa Arab unggul dalam hal menghafal. Orang Arab waktu itu tidak gemar membaca dan menulis. Tapi mereka mampu menghafal semua yang ditulis orang Romawi. Juga hafal semua yang dibaca orang Cina.

Dan di negeri yang jauh dari bangsa-bangsa di atas, ada bangsa yang bernama bangsa Jawa. Mereka sangat menonjol dalam hal mendengar, memahami, menghafal, mengamalkan, dan mengajarkan. Negara maju bernama Amerika yang kita lihat saat ini, sesungguhnya belajar dari bangsa Jawa ini.

Amerika menduplikasi kebiasaan orang Jawa 4000 tahun lalu. Jawa sudah memiliki peradaban yang teramat tinggi. Tidak hanya literasinya. Tetapi juga karya adiluhung berteknologi tinggi seperti bangunan candi-candi.

Ajaran dan nilai-nilai Jawa terjaga rapi melalui peradaban tutur. Melalui hafalan turun temurun.

Pada 3000-an tahun yang lalu, semua bangsa dari seluruh penjuru dunia tiap tahun melakukan ziarah ke Makkah. Dari kegiatan ziarah itu bisa disimpulkan bahwa bangsa yang paling banyak menyerap tentang segala sesuatu dari bangsa lain adalah penduduk Makkah.

Makkah adalah tempat lahirnya sosok mulia dan istimewa sepanjang sejarah manusia. Pada 1400-an tahun lalu, manusia mulia dan istimewa tersebut mampu membangun sebuah peradaban yang menyatukan seluruh kelebihan dari bangsa-bangsa di seluruh dunia.

Kelahiran Muhammad SAW itu di tempat yang tepat. Waktu yang tepat. Keadaan dunia yang tepat. Dan segalanya tepat.

Ia kemudian membawa peradaban baru yang berbeda dari Arab jaman sebelumnya. Sebuah peradaban mulia yang diajarkan kepada para pengikutnya melalui buku “Bacaan Mulia”.

Bangsa Arab kemudian bertransformasi menjadi bangsa yang gemar menulis. Khusyu' dalam mendengar. Tajam dalam memahami segala peristiwa, situasi, dan kondisi. Gemar mengamalkan segala yang mereka pelajari.

Mereka juga tidak pelit dalam mengajarkan semua ilmu yang mereka miliki. Dan tentunya, keunggulan mereka mudah menghafal itulah, menjadi landasan kuat mereka sehingga mampu memiliki semua kelebihan bangsa-bangsa lain, yang saat itu termasuk negara adidaya. 

Lalu pada hari ini. Setelah 3000 tahun berlalu. Tersebutlah seorang menteri pendidikan berkata: dunia tidak butuh anak-anak penghafal.

Itu bukan saja tidak melihat sejarah peradaban bangsa-bangsa besar serta bagaimana cara mereka berliterasi. Bahkan, itu bisa ditafsirkan ingin mengaburkan atau menafikan peran serta eksistensi manusia pembawa peradaban mulia itu.

Saya memahami jalan pikiran dan apa yang dimaksud. Dalam beberapa tahun terakhir, dia sering ke Amerika. Di Amerika sedang dikembangkan teknologi yang mampu mensinkronkan segala informasi yang masuk dengan menciptakan alat yang bisa terkoneksi langsung ke otak.

Proses ini, sebetulnya hanya menjadikan teknologi itu sebagai semacam client-computer dalam suatu jaringan yang terkoneksi dengan server atau induk komputer.

Nah, jika teknologi itu terwujud, artinya tetap saja menjadikan otak manusia sebagi main server-nya. Karena memori sistem otak manusia yang tidak akan tergantikan oleh server manapun di dunia.

Sejatinya, sistem kerja komputer itu meniru otak manusia. Apa yang disebut dengan menghafal, sebetulnya adalah proses meng-input data ke dalam memori otak manusia.

Menghafal ditempuh dengan cara mendengar, melihat, dan membaca. Hafalan tersebut akan menjadi ingatan.

Demikian juga komputer saat meng-input data. Bisa dengan input audio, input visual (kamera dan scanner), serta membaca (mengetik). Nah, komputer pun menghafal bukan?

Setelah data semua tersimpan dalam media penyimpan, ia akan menjadi “ingatan” yang sewaktu-waktu bisa diakses oleh si komputer ini. Data akan diolah melalui sistem pemrograman menjadi informasi yang diperlukan.

Apa yang akan terjadi jika memori komputer itu crash atau rusak?

Data hilang. Semua jadi berantakan. Secerdas dan secanggih apa pun komputer itu tak berguna. Tidak akan bisa diajak bekerja dan menghasilkan karya.

Menteri Pendidikan Nadiem Makarim berkata: “Dunia tidak membutuhkan anak-anak yang jago menghafal".

Itu bisa kita uji dengan analogi sistem kerja komputer yang meniru persis cara kerja otak manusia. Bagaimana komputer menghafal, mengolah, menganalisa, dan menghasilkan out put sesuai kebutuhan.

Setinggi dan sehebat apa pun pengetahuan manusia, pasti dilandasi hafalan: ingatan dalam sistem memori otak mereka.

Ini sudah hukum alam. Jika hukum alam yang menjadi ketetapan Tuhan ini ditolak, pasti rusak.

Oh, maksud Pak Menteri adalah kemampuan siswa dalam memahami, menganalisa, serta mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari.

Betul.

Tapi dasar dari semua itu adalah hafalan. Ingatan atas data yang telah tertanam dalam memori otak manusia. Lalu dengan dasar itulah manusia bertindak.

Bagaimana jika manusia yang sudah demikian cerdas, pintar, mampu menganalisis berbagai masalah, mampu berkarya dengan sempurna, tiba-tiba semua ingatan pengetahuannya lenyap?

Anda sudah tahu jawabannya.

Bung Nadiem, Anda perlu menengok kembali sejarah peradaban leluhur Anda. Anda telah mewarisi DNA leluhur Anda para penghafal hebat itu. Karena itulah, Anda bisa jadi sehebat sekarang ini.

Dan, ketahuilah tanpa manusia-manusia penghafal, dunia ini bakal kiamat. (*)