Kritisi Arogansi PDIP Melawan KPK, Ustadz Munarman: Bagai Hukum Rimba
Ahad, 19 Januari 2020
Faktakini.net, Jakarta - Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Haji Munarman mengkritisi manuver dan arogansi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karena kasus suap yang menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan caleg PDIP Harun Masiku. Ustadz Munarman menilai PDIP terlalu arogan.
Menurut mantan Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) itu, PDIP ingin menunjukkan bahwa mereka paling berkuasa di negeri ini. Sehingga KPK sekalipun bisa dibuat tak berdaya, meskipun Harun Masiku sudah terbukti telah bertindak melawan hukum.
"Jelas bahwa partai tersebut merasa berada di atas hukum. Dengan ungkapan-ungkapan bahwa KPK dibentuk oleh mereka, jadi penegakan hukum oleh KPK tidak boleh dilakukan terhadap mereka. Itu pesan yang ingin disampaikan ke publik," kata dia saat dihubungi Tagar, Sabtu, 18 Januari 2020.
Sikap arogansi PDIP, kata Munarman, justru akan menimbulkan cibiran publik. Sebab, sebagai partai pemenang Pemilu 2019, semestinya partai moncong banteng putih itu mampu memberikan pendidikan hukum terhadap seluruh rakyat Indonesia, bukan justru sebaliknya.
"Tentu ini sikap yang sangat arogan dan memberikan pendidikan hukum yang sangat tidak baik untuk publik," ujar alumnus Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang itu.
Eks Koordinator Badan Pekerja KontraS ini juga mengingatkan kepada tim hukum beserta kader partai yang dipimpin Megawati Soekarnoputri itu agar bersikap kooperatif dan menaati tahapan proses hukum yang berjalan, tidak boleh serampangan.
Ustadz Munarman menyoroti apabila PDIP masih ngotot bermanuver untuk mendiskreditkan lembaga antirasuah, maka akan menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum ke depan.
"Publik akan menerima pesan, bahwa siapa yang kuat, dia yang akan menentukan. Ini sama saja dengan hukum rimba. Yang kuat yang menang," ujar Munarman.
Menurutnya, partai yang kadernya sudah acap kali terjeblos dalam kasus korupsi sebaiknya dibubarkan.
"Secara hukum partai yang terlibat korupsi berkali-kali harusnya dibubarkan. Mekanisme ini tersedia melalui Mahkamah Konstitusi," kata Sekretaris Umum FPI Haji Munarman.
Sebelumnya, DPP PDIP menilai upaya penggeledahan kantor DPP PDI Perjuangan oleh tim penyidik KPK pada 9 Januari 2020, telah melanggar aturan lantaran tidak disertai surat dari Dewan Pengawas KPK.
Rencana penggeledahan diketahui terkait kasus OTT Komisioner KPU Wahyu Setiawan yang melibatkan caleg PDIP Harun Masiku.
"Upaya penggeledahan dan penyegelan yang hendak dilakukan KPK di Gedung PDIP pada 9 Januari 2020 tanpa izin tertulis dari Dewan Pengawas, adalah perbuatan melanggar hukum dan melanggar kode etik," kata Wakil Koordinator Tim Hukum DPP PDIP Teguh Samudera dalam Konpers di Kantor DPP PDIP, Jakarta, Rabu, 15 Januari 2020.
Upaya penggeledahan tanpa izin Dewan Pengawas KPK, menurut Teguh, telah melanggar hukum dan kode etik atau melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 37 B ayat (1) huruf (b).
"Oleh karena itu menurut hukum, izin tertulis dari Dewan Pengawas adalah hal yang wajib dan mutlak harus ada," katanya.
Tidak hanya itu, rombongan tim kuasa hukum PDIP juga menyambangi Dewan Pers dan Bareskrim Polri di Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan pada Jumat, 17 Januari 2020. Kedatangan mereka untuk beraudiensi karena merasa disudutkan dengan pemberitaan negatif.
Salah satu pemberitaan yang dinilai menyudutkan terkait dugaan penyitaan satu kontainer putih di kantor DPP PDI Perjuangan dan upaya penghalangan penggeledahan.
"Posisi PDI Perjuangan yang sudah babak belur, dipojokan oleh pemberitaan yang di antara lain tidak benar. Kami ambil contoh, mereka mengatakan PDI Perjuangan menghalangi penggeledahan. Mereka mengatakan punya surat untuk melakukan geledah, ternyata belakangan dibantah," kata Ketua tim kuasa hukum PDIP I Wayan Sudirta.
Foto: Ustadz Munarman SH
Sumber: tagar.id