Lulu Nugroho: Keraton Abal-abal Disamakan dengan Khilafah, Sungguh Terlalu!
Kamis, 23 Januari 2020
Faktakini.net, Jakarta - Muncul beraneka ragam kerajaan baru, lengkap dengan raja, ratu, pengawal dan rakyatnya. Fenomena ini menarik perhatian netizen. Beberapa menganggapnya sebagai hiburan, setelah penat mengakses berita politik yang berat dan tak berujung. Beberapa yang lain menyikapi dengan santai bahwa negeri halu (halusinasi) tersebut adalah bentuk pengalihan isu.
“Ya, itu hiburan saja,” kata Jokowi saat berbincang dengan media di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (17/1/2020). Jokowi merespons pertanyaan tentang kemunculan kerajaan itu sangat singkat dan dengan tersenyum. (Inews.id, 17/1/2020)
Terkuaknya sejumlah kerajaan palsu, setelah Keraton Agung Sejagat, di antaranya Keraton Jipang, Keraton Pajang, kemudian yang terbaru di Bandung muncul Sunda Empire, benar-benar mengejutkan. Fenomena kerajaan fiktif ini perlu menjadi perhatian tersendiri. Sebab, adalah sebuah kejanggalan ketika media menaikkan berita ini secara serentak dan berkesinambungan.
Tentu ada motif di balik itu. Bisa jadi hanya untuk mengalihkan perhatian semata, dari topik utama yang ditutupi penguasa. Atau bisa juga hal ini merupakan kebodohan masyarakat yang ingin mencari bentuk pemerintahan alternatif untuk mencapai kesejahteraan. Dengan iming-iming posisi bagus dan kemudahan pemenuhan kebutuhan hidup, mereka terpukau oleh pemerintahan abal-abal ini.
Di Purworejo, Toto Santoso Hadiningrat yang mengaku sebagai Raja Keraton Agung Sejagat telah ditahan bersama Sang Ratu, Fanni Aminadia. Polisi juga mengamankan barang bukti berupa KTP pelaku serta sejumlah dokumen palsu. Terdapat unsur tindak penipuan di dalam klaim Keraton Agung Sejagat.
Sejauh ini polisi telah memeriksa 18 saksi yang merupakan korban dari penipuan itu. Selama ini, para korban diminta iuran dua juta hingga Rp30 juta untuk menjadi anggota Keraton Agung Sejagat dan diiming-imingi jabatan. Namun, tak diketahui jabatan apa yang dimaksud. (Kumparan.com, 16/1/2020).
Senada dengan hal tersebut, Ma’ruf menyampaikan, di rumah dinasnya di Jakarta, Jumat 17 Januari 2020, “Pemerintah tidak akan mentolerir.” Ma’ruf mengatakan Keraton Agung Sejagat itu seperti khilafah karena melampaui batas-batas negara. “Itu seperti khilafah. Al-khilafatul udzma,” katanya.(Tempo.co, 17/1/2020)
Kerajaan kaleng-kaleng disamakan dengan Khilafah, bagaikan bumi dengan langit. Khilafah yang berjaya selama 13 abad menguasai dua pertiga dunia, menjadi cahaya yang luar biasa berpendar-pendar sebab baiknya sistem pemerintahan di dalamnya. Tidak tertandingi dengan sistem bernegara yang ada saat ini.
Siapa saja yang memperhatikan Khilafah Islamiyyah dari sejak masa Khulafaur Rasyidin hingga jatuhnya Khilafah Ustmaniyyah (Othoman), ia akan melihat bahwa masing-masing dari khalifah itu memiliki kekuasaan dan pengaruh yang sangat besar atas banyak kaum muslimin di zamannya.
Alih-alih mengkritisi dan menjatuhkan ide Khilafah, pernyataan Ma’ruf malah membuat umat semakin ingin tahu keberadaan sistem pemerintahan yang satu ini. Apalagi terbukti dalam rentang sejarah, selama 14 abad, tidak pernah umat Islam di seluruh dunia kosong dari kepemimpinan Khilafah. Kecuali setelah runtuhnya Khilafah pada 3 Maret 1924 M.
Bukti tak terbantahkan tentang adanya khilafah dalam sejarah kehidupan umat Islam telah diabadikan dalam kitab-kitab tarikh yang ditulis oleh para ulama terdahulu hingga ulama mutakhir. Sebut saja, Tarikh al-Umam wa al-Muluk, karya at-Thabari [w. 310 H], al-Kamil fi at-Tarikh, karya Ibn Atsir [w. 606 H], al-Bidayah wa an-Nihayah, karya Ibn Katsir [w. 774 H], Tarikh Ibn Khaldun, karya Ibn Khaldun [w. 808 H], Tarikh al-Khulafa’, karya Imam as-Suyuthi [w. 911H], at-Tarikh al-Islami, Mahmud Syakir.
Dalam sepanjang sejarah khilafah, tidak ada satu pun hukum yang diterapkan, kecuali hukum Islam. Dalam seluruh aspek kehidupan, baik sistem pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan, sanksi hukum dan politik luar negeri, semuanya merupakan sistem Islam. Kerajaan jadi-jadian yang muncul beberapa saat lalu, tidak memiliki konsep yang jelas dalam pengurusan umat.
Saatnya kembali pada Khilafah, kepemimpinan yang hakiki bagi umat. Jika saat ini umat tidak mengenal Khilafah, berarti ada upaya di luar sana, yang luar biasa dahsyatnya menghapus gambaran pemerintahan sahih ini, dari benak umat. Tinggal selangkah lagi, waktunya tak lama lagi. Tsumma takuunu khilafatan ‘ala minhajin nubuwwah.
Lulu Nugroho
Muslimah Penulis dari Cirebon
Foto: Ilustrasi: Totok Santoso dari Purworejo - Sultan Abdul Hamid II dari Turki
Sumber: suaraislam.id