Mendadak Rujuk Master Plan Antibanjir '73, Jokowi Dan PDIP Desak Anies Gusur Masyarakat?



Rabu, 22 Januari 2020

Faktakini.net, Jakarta - Mulai berkembang sinyalemen ada pihak-pihak yang berupaya ingin  menjatuhkan citra Anies dihadapan rakyat DKI demi runtuhnya suara di 2024, dengan menggiring Anies untuk melakukan penggusuran-penggusuran.

Hal ini setelah Presiden Jokowi mengklaim solusi banjir Jakarta tinggal merujuk saja ke Master Plan 1973, tak perlu ada ide baru, yang penting sungai dilebarkan.

Menyambut pernyataan Jokowi, PDIP DKI juga ikut-ikutan mendesak Gubernur Anies Baswedan untuk berani menggusur permukiman warga di bantaran sungai, namun harus manusiawi.

"Gubernur harus berani, nggak boleh abu-abu. Menggusur tidak bisa terelakkan. Yang harus menjadi catatan Pak Anies adalah menggusur tetapi memanusiakan orang yang tergusur," kata Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta, Gembong Warsono, kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

Warga Jakarta yang harus kena gusur atau relokasi adalah warga yang berkorban demi pembangunan. Maka apresiasi yang pantas harus diberikan kepada warga tersebut, yakni menaikkan harkat dan martabat warga terdampak. Namun tetap, penolakan pasti ada, dan Anies harus menghadapi konsekuensi itu.

"Kebijakan sebagus apapun tak mungkin semua orang akan suka, tidak mungkin semua warga Jakarta suka, pasti ada pro dan kontra, tetapi kita pilih kemaslahatan yang lebih besar," kata Gembong.

Dia bercerita saat Gubernur DKI pendahulu Anies, yakni Sutiyoso, membongkar Jalan Jenderal Sudirman-MH Thamrin demi membangun busway Transjakarta. Saat itu, publik termasuk aktivis lingkungan hidup bereaksi luar biasa gara-gara Sutiyoso banyak menebang pohon. Namun seiring waktu berjalan, manfaat keputusan berani Sutiyoso bisa dirasakan warga Jakarta hingga kini.

"Maka tinggal dilanjutkan saja apa yang menjadi program sebelumnya (Master Plan 1973), tidak usah ngoyoworo bikin program ini itu, jalankan saja, nggak usah malu," kata Gembong.

Dia mengaku memahami, Jakarta memang sudah banyak berubah ketimbang kondisi 1973 lampau. Namun, bukan berarti sungai-sungai di Jakarta boleh lebih sempit ketimbang tahun 1973, karena itu berbahaya, banjir bisa ke mana-mana bila sungai menyempit. Kini, Pemprov DKI Jakarta harus melebarkan sungai.

"Tugas pemerintah daerah apa? Ya men-support apa yang menjadi kebijakan pemerintah pusat, apalagi kebijakan tentang 13 sungai di Jakarta menjadi kewenangan pemerintah pusat," ujar Gembong.

Sebelumnya, Jokowi kembali merujuk ke Master Plan 1973 untuk mengatasi banjir Jakarta, peristiwa yang melanda pada tahun baru 2020. Jokowi mengklaim, tidak perlu ada ide-ide baru di luar masterplan itu. Mantan Gubernur Jakarta itu menilai sungai di Jakarta perlu dilebarkan.

"Masterplan banjir untuk Jakarta ini sebetulnya sudah ada tahun 73. Sudah ada harus melakukan apa, apa, apa, ada semuanya. Jadi nggak usah ada ide-ide baru, master plannya sudah ada kok. Sungai semuanya dilebarkan, teknisnya mau pakai normalisasi, naturalisasi silakan, tapi dilebarkan semua sungai itu yang tengah, semua sungai harus dilebarkan," kata Jokowi kepada wartawan di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Jumat (17/1/2020) lalu.


Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah Jokowi saat menjadi Gubernur DKI juga menjalankan master plan tersebut? Karena faktanya banjir di era Jokowi terbukti lebih parah dari era Anies, kawasan Bundaran HI dan Istana Negara saja juga banjir di era Jokowi - Ahok.
Foto: Foto ilustrasi bantaran sungai (Agung Pambudhy/detikcom)

Sumber: detik.com