Resmi, Mahkamah Arbitrase PBB: Cina Tak Punya Dasar Hukum Untuk Klaim Wilayah Di Laut China Selatan




Sabtu, 4 Januari 2020

Faktakini.net, Den Haag - Mahkamah Arbitrase Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di Laut China Selatan. Namun pemerintah China tidak tidak menerima putusan tersebut.

Putusan itu sesuai dengan keberatan yang diajukan oleh Filipina. Mahkamah Arbitrase menyatakan tidak ada bukti sejarah bahwa China menguasai dan mengendalikan sumber daya secara eksklusif di Laut China Selatan, demikian dilansir dari BBC, Selasa (12/7/2016).

Pengadilan arbitrase juga menyatakan China telah melanggar hak-hak kedaulatan Filipina. Disebutkan pula bahwa China telah menyebabkan 'kerusakan parah pada lingkungan terumbu karang' dengan membangun pulau-pulau buatan.

China mengklaim nyaris seluruh wilayah Laut China Selatan, termasuk karang dan pulau yang juga diklaim negara lain. Pada 2013, Filipina mengajukan keberatan atas klaim dan aktivitas China di Laut China Selatan kepada Mahkamah Arbitrase UNCLOS di Den Haag, Belanda. Filipina menuding China mencampuri wilayahnya dengan menangkap ikan dan mereklamasi demi membangun pulau buatan.

Filipina berargumen bahwa klaim China di wilayah perairan Laut China Selatan yang ditandai dengan sembilan garis putus-putus atau nine-dash-line bertentangan dengan kedaulatan wilayah Filipina dan hukum laut internasional.

China telah memboikot mahkamah tersebut dan berargumen bahwa institusi itu tidak memiliki yurisdiksi. Apapun putusan mahkamah, China telah telah mengatakan tidak akan 'menerima, mengakui, atau melaksanakan'.

Dalam putusan yang dikeluarkan hari ini seperti dilansir BBC, Mahkamah juga menyatakan bahwa reklamasi pulau yang dilakukan China di perairan ini tidak memberi hak apa pun kepada pemerintah China.

Mahkamah mengatakan China telah melakukan pelanggaran atas hak-hak kedaulatan Filipina dan menegaskan bahwa China 'telah menyebabkan kerusakan lingkungan' di Laut China Selatan dengan membangun pulau-pulau buatan.

Hakim di pengadilan ini mendasarkan putusan mereka pada Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS), yang ditandatangani baik oleh pemerintah China maupun Filipina. Keputusan ini bersifat mengikat, namun Mahkamah Arbitrase tak punya kekuatan untuk menerapkannya.

Perkara sengketa Laut China Selatan yang ditangani Mahkamah ini didaftarkan secara unilateral oleh pemerintah Republik Filipina untuk menguji keabsahan klaim China antara lain berdasarkan the United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.

China mengklaim gugus kepulauan di kawasan Laut China Selatan berdasarkan peta sepihak tahun 1947, di mana peta tersebut mencakup hampir seluruh kawasan termasuk Kepulauan Spratley di dalamnya dengan ditandai garis-garis merah (the nine dash line).

Sebaliknya Filipina menyatakan bahwa kawasan yang diketahui kaya cadangan minyak dan gas bumi itu adalah wilayahnya. Kepulauan Spratley dan perairan sekitarnya juga berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), berada dalam radius 200 mil laut sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982.

Foto: Saat reklamasi pulau buatan di kawasan Scarborough rampung, China akan memiliki kontrol penuh atas wilayah Laut China Selatan yang dipersengketakan. Foto: Saat reklamasi pulau buatan di kawasan Scarborough rampung, China akan memiliki kontrol penuh atas wilayah Laut China Selatan yang dipersengketakan.

Sumber: detik.com