Habib Ali Akbar Bin Aqil: Muslimah Dalam Pusaran Sinkretisme





Ahad, 2 Februari 2020

Faktakini.net

*MUSLIMAH DALAM PUSARAN SINKRITISME*

Oleh : Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Beberapa waktu yang lalu beredar video beberapa Muslimah masuk ke gereja. Tidak hanya masuk, mereka juga ikut ambil bagian dalam misa yang bertepatan dalam Hari Natal. Mereka menyajikan semacam hiburan berupa tarian untuk mengiringi lagu religi khas umat non-muslim. Kejadian memilukan dan memalukan ini berlangsung di salah satu kota di Jawa Timur.

Prediksi Habib Syaikh Asseggaf beberapa tahun silam menjadi kenyataan. Dalam sebuah kesempatan, Habib Syaikh menyampaikan kritik kepada orang-orang Muslim yang gemar datang ke gereja. Lambat laun mereka akan datang tidak sekadar datang, tapi ikut melantunkan _Thola`al Badru._

Keikut-sertaan para wanita beriman dalam kegiatan agama lain merupakan hal yang tidak patut dibela dan dibenarkan. Tempat ibadah non-muslim bukan tempat yang layak dimasuki, apalagi diisi dengan kegiatan yang menunjukkan sikap ridha atas agama mereka. Gereja, Vihara, Sinangog, biarlah menjadi tempat peribadatan bagi mereka yang memiliki kepercayaan berbeda dengan kita. Jangan kita usik dan ganggu, apalagi kita masuki kemudian kita isi dengan hal-hal yang tidak sepatutnya.

KH. Muhammad Kholil Nawawi pernah mengatakan, _“Lek koen ketok gerejo kudu sengit atimu, kerono dek kunu panggonane gusti Allah dipisui_ (Ketika kamu melihat Gereja, maka tunjukkan rasa tidak senang dalam hatimu, karena di situ Allah dihina). Jika lewat dan melihat saja, kita diperintahkan untuk menunjukkan sikap tidak senang, bagaimana halnya jika sampai kita masuki, menunjukkan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan di dalamnya?

Oleh karena itu, sebagai orang beriman, patut waspada terhadap ajaran sinkritisme, yakni ajaran yang berhasrat untuk mencairkan konflik dan mempertemukan agama-agama yang ada, dengan dalih bahwa semua agama sama-sama membawa kebenaran dan menganjurkan kebaikan. Ajaran ini bertolak dari sebuah keinginan untuk mencari titik temu antar agama-agama yang berbeda. Paham ini menganggap bahwa semua agama mewakili kebenaran yang sama. Semua agama bertujuan baik, hanya beda jalan yang ditempuh. Ada yang menumpang pesawat, kendaraan roda empat, kapal laut dan sebagainya. Namun semuanya bertujuan kepada Tuhan.

Pemahaman dan ajaran seperti di atas adalah bentuk pendangkalan daripada pendalaman, pengaburan daripada pencerahan, penyesatan daripada pembenaran. Paham seperti ini mengaburkan bahkan menghilangkan sikap ghiroh (kecemburuan) terhadap agama. Dalam keyakinan sebagai Muslim, hanya agama Islam yang diridhai Allah. Tidak ada tempat di sisi Allah selain Islam. Toleransi hanya sebatas tidak mengusik keyakinan dan peribdatan kaum non-muslim. Tidak lebih dari itu. Tidak lantaran toleransi kita boleh mengikuti ritual mereka. _Lakum diinukum wa liya diin._

*Pengorbanan Siti Asiyah*

Setiap Muslimah tentu mengetahui sosok Siti Asiyah. _Kebangetan_ jika tidak kenal sosok beliau yang kisahnya disinggung dalam al-Quran. Setiap insan beriman, khususnya para muslimah, harus belajar dari pengorbanannya dalam menjaga kedaulatan iman. Rela berkorban demi mempertahankan keyakinan. Rela menjadi martir meski beliau harus menerima siksa yang luar biasa kejam dari suaminya, Fir`aun yang lalim itu.

Saat mendengar mukjizat Nabi Musa, Asiyah adalah wanita pertama yang mengikuti ajaran Nabi Musa, anak angkatnya sendiri. Dari Nabi Musa, Asiyah mendapat pencerahan dan jalan yang terang. Dia ikut berjalan dan meyakini kebenaran yang dibawa oleh Musa yang membawa cahaya serta kebaikan.

Mengetahui istrinya beriman kepada ajaran Musa, Fir`aun murka. Ia siksa istrinya supaya meninggalkan keyakinannya. Kedua tangan dan kaki Asiyah diikat oleh suaminya sendiri lalu dijemur di bawah terik matahari. Siksaan Fir`aun bukannya menumpulkan semangat Asiyah, justru semakin membuatnya lebih mantap dalam beriman.
Di tengah terik mathari yang panas membakar, Malaikat datang memberikan naungan karena doa yang ia panjatkan:

رَبِّ ٱبۡنِ لِي عِندَكَ بَيۡتٗا فِي ٱلۡجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِن فِرۡعَوۡنَ وَعَمَلِهِۦ وَنَجِّنِي مِنَ ٱلۡقَوۡمِ ٱلظَّٰلِمِينَ

_“Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, selamatkanlah aku dari Fir´aun dan perbuatannya, serta selamatkanlah aku dari kaum yang zalim.’_ (Qs. at-Tahrim : 11)

Atas perintah Fir`aun, para pengawal menengok keadaan Asiyah yang diikat di tengah padang sahara yang tandus. Di situ mereka mendapati Aisyah sedang melihat ke langit. Asiyah tengah melihat rumah yang dibangun untuknya di surga. Ia tetap teguh dan tegar dalam keyakinnya sampai ajal menjemputnya.

Asiyah merupakan sosok wanita yang istiqamah memegang keyakinannya kepada Allah SWT. Dia adalah pribadi yang sabar dalam menghadapi ujian dan siksaan fisik. Nabi Muhammad SAW dalam beberapa kesempatan memberikan pujian kepadanya karena keteguhan dan kesabarannya dalam memegang keimanan.

Rasul SAW bersabda, “Lelaki yang sempurna jumlahnya banyak. Tapi wanita yang demikian hanya Asiyah, istri Fir`aun dan Maryam binti Imron. Sementara kelebihan Aisiyah dibandingkan ‎wanita lainnya, seperti bubur dibanding makanan-makanan lainnya.” ‎‎(HR. Bukhari).

Anas RA mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Cukuplah dirimu meneladani empat wanita ini. Yaitu Maryam binti Imran, Khadijah binti khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah binti Muzahim, istri fir’aun.” (HR Ahmad).
Dalam hadits yang lain disebutkan, “Sebaik-baik wanita penduduk surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad dan Asiyah istri Fir’aun.” (HR Ahmad)

*Asiyah, Figur Ideal*

Aisyah yang merupakan istri sekaligus permaisuri seorang Raja yang memiliki kerajaan terbesar di zamannya itu tidak silau oleh kekuasaan dan harta serta ancaman. Tinggal di istana yang sangat mewah dan megah tidak menghalanginya untuk menerima cahaya kebenaran iman. Ia juga berlindung kepada Allah dari kejahatan, keburukan, dan memohon keselamatan kepada-Nya.

Asiyah adalah sosok wanita yang harus dijadikan teladan bagi kaum Muslimah sepanjang masa. Dia adalah figur ideal dalam berpendirian kuat. Tekanan masyarakat sekitar, lingkungan istana, bahkan suaminya yang seorang raja, tidak menggoyahkannya. Untaian doa yang keluar dari lisannya menjadi bukti betapa dia sangat berharap untuk dihindarkan dari kekufuran dan kesesatan.

Oleh karena itu, tidak sepantasnya jika ada Muslimah yang dengan dalih toleransi mengorbankan akidah dan keyakinannya dengan ikut serta dalam perayaan kaum di luar Islam. Di mana letak kecemburuan dan ketegarannya dalam meyakini kebenaran cahaya iman dan Islam. Tidakkah cukup Aisyah sebagai bukti dari buruknya kesesatan dan kekufuran sehingga beliau tidak rela kembali kepadanya, meski dihujani siksaan yang berat, sampai mengorbankan nyawanya sendiri. Mengapa latah mengikuti ajaran sesat yang sarat kekufuran kepada Allah.

Mari bermuhasabah. Introspeksi diri. Apakah sudah tepat yang aku lakukan dengan masuk ke dalam tempat peribadatan non-muslim, bergoyang, berlenggak-lenggok, lengkap dengan jilbabnya, dengan iringan lagu pujian-pujian ala kaum kafir. Semoga allah menyelamatkan kita dari kekufuran dan kesesatan.

*(Tulisan ini telah dimuat di Majalah Cahaya Nabawiy Edisi No. 190 Jumadal Akhirah 1441 H / Februari 2020 M, Rubrik Nisaa'una, Hal. 89-91)*