KH Luthfi Bashori: Berdakwah Itu Jangan Monoton Hanya Dengan Satu Metode!
Rabu, 5 Februari 2020
Faktakini.net
KH Luthfi Bashori
*BERDAKWAH ITU JANGAN MONOTON HANYA DENGAN SATU METODE !*
Luthfi Bashori
Jika para ulama dan para dai dapat memperhatikan kehidupan Nabi Muhammad SAW secara utuh dan menyeluruh, maka akan mendapati macam-macam metode dakwah yang bervariatif telah diajarkan oleh Beliau SAW.
Karena Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia yang sempurna, maka setiap orang dapat mengambil hikmah dari bagian mana saja dalam kehidupan Beliau SAW, untuk dijadikan literatur dalam menjalani hidupnya.
Termasuk juga literatur bagi para dai yang ingin mengaplikasikan eksistensi dakwahnya dengan cara berqudwah kepada metode dakwah Beliau SAW.
Bentuk metode dakwah yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW sangatlah variatif, tidak monoton hanya satu metode, tapi sangat banyak ragamnya.
Sebut saja, tatkala Nabi Muhammad SAW masih berdakwah secara door to door, saat masih di awal-awal memperkenalakan Islam kepada masyarakat Makkah kala itu.
Situasi yang demikian ini juga dapat diadopsi, tentukan jika para dai menghadapi suatu masyarakat yang belum pernah mengenal ajaran Islam.
Para dai juga dapat meniru langkah berani Nabi Muhammad SAW saat melawan kalangan intelektual kafir, yaitu tatkala menghadap para sastrawan Quraisy yang terkenal cukup handal saat itu.
Beliau SAW bermodalkan ayat-ayat Alquran yang ternyata keindahan bahasanya berada jauh di atas ilmu satra bangsa Arab. Maka tidak satupun dari para sastrawan jaman itu yang mampu menandingi dakwah ilmiah Beliau SAW.
Dari sini para dai juga dapat mengadakan diskusi atau debat terbuka dengan musuh-musuh Islam, agar mereka tahu kebenaran Islam yang sesungguhnya.
Atau, tatkala Nabi Muhammad SAW di tengah perjalanan hijrah, Beliau SAW mendakwahi shahabat karibnya, Sayyidina Abu Bakar agar selalu berpasrah diri kepada Allah dalam segala situasi.
Barangkali di sinilah letak salah satu penerapan ilmu tasawwuf dan zuhud tingkatan tinggi, Laa takhaf wa laa tahzan innallaha ma`ana (jangan engkau khawatir dan sedih, sesungguhnya Allah bersama kita). Maka harus ada juga dari kalangan para dai yang mengajari umat lewat pendidikan akhlaq tasawwuf.
Para dai juga dapat berqudwah kepada Nabi Muhammad SAW seperti di saat awal hijrah di kota Madinah.
Kedatangan Beliau SAW sangat ditunggu-tunggu, maka langkah pertama kali yang diambil adalah membangun masjid dan rumah tinggal, dengan memilik lokasi daerah di mana Beliau SAW akan memulai dakwahnya.
Demikian juga para dai yang mempunyai kemampuan untuk memperbanyak pembangunan tempat Ibadah di daerah-daerah minus, agar dapat menggaet masyarakat sekitarnya, sehingga mereka dapat mempelajari ajaran Islam secara baik dan benar.
Atau mengadopsi metode Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi tetangganya yang beragama Yahudi, dan yang setiap kali bertemu di jalan kampungnya selalu saling menyapa. Pada suatu hari si Yahudi ini sakit keras yang menyebabkan kematiannya, maka sebelum ajal tiba, Beliau SAW mendatangi dan menemui si Yahudi tersebut seraya mengajaknya untuk membaca kalimat Syahadatain. Mendengar ajakan Nabi SAW ini, si Yahudi memandang wajah ayahnya untuk minta restu, demikianlah pada akhirnya si Yahudi itu masuk Islam berkat pendekatan Beliau SAW.
Di sisi lain Nabi Muhammad SAW berperang mengusir kaum Yahudi dari Bani Qainuqa' yang mengkhianati perjanjian Mitsaqul Madinah (Piagam Madinah).
Jadi, Beliau SAW tidak segan-segan mengangkat senjata melawan musuh dalam situasi tertentu. Berperang melawan musuh yang berkhianat, juga dapat diadopsi oleh para dai jika menghadapi situasi yang serupa.
Nabi Muhammad SAW suatu saat didatangi oleh delegasi dari Qabilah Mahzumiyah, salah satu suku bangsa Arab yang terhormat.
Delegasi tersebut meminta keringanan hukuman atas seorang wanita bangsawan Mahzumiyah yang tertangkap basah saat mencuri.
Peristiwa pencurian itu, sejatinya sudah divonis oleh Beliau SAW dengan hukuman potong tangan. Namun, para pembesar qabilah Mahzumiyah mencoba untuk mengadakan negoisasi.
Mendengar permintaan sang delegasi ini, Nabi Muhammad SAW sangatlah marah, mata Beliau SAW memerah padam, dan wajah Beliau SAW menjadi tegang, serta suara Beliau SAW yang biasanya lembut berwibawa, berubah menjadi lantang menggetarkan hati, seraya mengatakan: "Apakah kalian meminta syafaat (keringan hukuman) pada pelanggaran terhadap hak-hak hukum Allah?"
Jadi, para dai juga harus tegas dalam mengupayakan penerapan syariat Islam yang terkait dengan hukum pidana sosial, seperti yang dicontohkan oleh Beliau SAW.
Nabi Muhammad SAW juga mengajak para shahabatnya untuk aktif hadir majelis taklim yang Beliau asuh, sehingga diriwayatkan jika ada salah satu shahabat yang tidak hadir, maka yang tidak hadir tidak segan-segan bertanya kepada temannya yang hadir tentang materi apa yang disampaikan Beliau SAW. Jadi, majelis taklim yang diasuh oleh Nabi Muhammad SAW sangat menjiwai masyarakat luas di kala itu.
Karena itu perlu ada da'i yang mengikuti langkah Beliau SAW, untuk mengemas bentuk pengajian yang menarik. Bisa dalam bentuk majelis taklim yang bertempat di satu markas dan tidak pindah-pindah, seperti yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saat membuka majelis taklim di Masjid Nabawi (Madinah).
Atau mengadakan pengajian umum di tempat terbuka, yang dihadiri oleh segala lapisan masyarakat, seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW ketika berkhathbah di padang Arafah pada saat Haji Wada'.
Bahkan perlu juga ada di kalangan para dai yang menggeluti dunia pesantren dan madrasah, mengikuti metode Beliau SAW saat menerima murid-murid (santri) yang menetap dan menginap di beranda masjid Nabawi, yang dikenal sebagai Ahlus Shuffah.
Nabi Muhammad SAW juga telah memberi contoh secara tegas dalam memimpin masyarakat untuk menghancurkan gelas-gelas dan bejana-bejana yang dipergunakan untuk menyimpan minuman arak, tatkala turun ayat pengharaman arak secara mutlaq dan permanen.
Maka para dai dapat juga melakukan dakwah semacam ini, yang sekarang banyak dikenal dengan istilah Aksi Bela Islam. Tentunya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakatnya masing-masing.
Nabi Muhammad SAW juga mengajarkan ilmu pengobatan yang terkenal dengan istilah Atthibbun Nabawi, maka perlu juga ada dari kalangan dai yang mendalami ilmu kedokteran demi menjaga kesehatan umat Islam.
Cuplikan dari sekian banyak metode dakwah Nabi Muhammad SAW ini, tentu dapat diadopsi oleh para ulama dan dai dewasa ini, bahkan akan lebih lengkap lagi ditemukan, jika bermacam-macam metode dakwah Beliau SAW ini diteliti dan dikupas secara mendalam.
Karena itu sebagai para ulama dan para dai, janganlah monoton dalam menerapkan metode dakwah, misalnya hanya fokus mendalami kitab turats saja, atau maunya hanya berorganisasi saja, atau hanya berceramah saja, atau hanya nahi munkar secara fisik saja.
Apalagi kalau ada ahli ilmu agama yang tidak peduli terhadap kemashlahatan umat Islam, atau mendiamkan dan mendukung kemunkaran yang terjadi di tengah masyarakat, termasuk pelanggaran dalam dunia ORSOSPOL, atau membiarkan perilaku kemusyrikan seperti adanya ritual penyembahan kepada sesembahan selain Allah, atau bahkan menjaga dan melindungi orang-orang kafir yang sedang melakukan penyembahan kepada tuhan selain Allah misalnya di hari raya mereka. Karena yang seperti ini, jelas-jelas menyalahi metode dakwah yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.
Maka para ulama dan para dai itu hendaklah saling mengisi kekosongan yang sekira belum digarap oleh sesama ulama dan dai, dan hendaklah saling mendukung kepada semua pihak yang ikut berjuang menghidupkan ajaran Syariat Islam sebagai warisan utama dari Nabi Muhammad SAW bagi umat Islam tanpa terkecuali.
_Wakulluhum min rasulillahi multamisun # gharfan minal bahri au rasyfan minad dhiyami_
(Semuanya itu dicuplik dari sumber kehidupan pribadi Nabi Muhammad SAW, sekalipun hanyalah bagaikan segantang air dari lautan luas, maupun sepercik air dari derasnya hujan ajaran metode dakwah Beliau SAW).
Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=105622154340153&id=100046771052811