Menjernihkan Sejarah Dan Tafsir Pancasila, Benarkah Agama Musuh Pancasila?
Senin, 17 Februari 2020
Faktakini.net
*MENJERNIHKAN SEJARAH DAN TAFSIR PANCASILA*
BENARKAH AGAMA MEMUSUHI PANCASILA ??
Oleh : Muzaki Ruthab
Perumusan norma-norma yang tertuang di Pancasila, meletakkan nilai-nilai yang esensial dimana semua berafiliasi dengan konsep keislaman. Yaitu, prinsip ketuhanan, prinsip permusyawaratan, keadaban, kemanusiaan, dan keadilan. Semua esensi tersebut adalah substansi yang termaktub di dalam ajaran Islam. Jadi bisa saja prinsip-prinsip Islam diaktualisasikan dalam Pancasila.
Dasar negara Pancasila adalah ideologi yang final yang sangat tidak patut untuk dipertentangkan di kalangan masyarakat majemuk apalagi dipertentangkan dengan agama. Menafsirkan Pancasila konteks masyarakat Indonesia yang agamis dan religius akan kita dapati Pancasila merupakan ideologi yang bersahabat dengan agama (religiously friendly ideology), termasuk dengan Islam. Dan ini lah, kemudian mengakibatkan Indonesia mampu bertahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam istilah berbeda Pancasila merupakan "Kalimatunsawaa" antara muslim dengan penganut kepercayaan lainnya.
Siapa yang memusuhi Pancasila, siapa yang tidak NKRI, siapa yang tidak Bhineka? Jawabnya dari dulu sampai sekarang selalu sama. Umat Islam yang ingin menjalankan syariatnya jadi tertuduh. Kalau kita buka lembaran sejarah, bahwa tudingan-tudingan seperti itu sudah ada sejak zaman dulu.
Bahkan perumus Pancasila seperti KH. Agus Salim dan KH Wahid Hasyim harus menjawab tudingan seperti itu. Lucu memang, para pembuat Pancasila dituduh anti Pancasila.Tapi itulah, dunia memang selalu saja ada yang melucu, seperti Prof. Yudian Wahyu yang baru-baru melontarkan pernyataan menggemparkan jagad Indonesia. Sang Profesor menyatakan bahwa musuh terbesar Pancasila adalah agama. Kesimpulan dari pernyataan itu agama adalah musuh negara. Dalam sejarah republik ini belum pernah keluar pernyataan seperti ini kecuali dari kalangan Komunis (atheis).
Sebelum wafatnya, putra Pendiri NU KH Hasyim Asy’ari mencatat dalam majalah Gema Muslimin bilang, ada kaum yang “Dituduh bukan warga negara,” kata KH Wahid Hasyim. Jauh sebelumnya, media-media asing sudah mengecap: Radikal, Fanatik, seperti dalam halamanNew York Times tanggal 19 November 1945 berbincang tentang Perang Surabaya.
Setelah merdeka, penyematan anti Pancasila, pengkhianat Pancasila, anti NRKI bermunculan. Perumus Pancasila, Haji Agus Salim dalam tulisannya Ketuhanan Yang Maha Esa (1953) mengatakan ada pihak yang ingin memutarbalikkan fakta dan mengklaim dirinyalah yang Pancasilais.
“Tiap-tiap aliran membanggakan bahwa hanyalah ia yang berpegang kepada ‘Pancasila yang Sejati’. …dan tiap-tiap aliran menuduh mendakwa aliran –aliran yang lain dengan ‘khianat’ kepada asas Pancasila dan memutarbalikkan kenyataan,” kata Haji Agus Salim dalam buku 100 Tahun Haji Agus Salim (1984).
Salah seorang dari 9 perumus Pancasila pada tanggal 22 Juni 1945 ini menyadari bahwa ada pihak yang memutar balikkan kenyataan. Padahal, kata Haji Agus Salim, seharusnya orang yang mengaku ‘berPancasila’ tidak boleh bertentangan dengan sila pokok yang pertama dan paling utama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
“Jika akan sesuai dengan dasar Pancasila kita itu, maka bagaimana pun perbedaan haluan yang dipentingkan oleh berbagai aliran itu dan bagaimana pun cara mengusahakan atau ‘memperjuangkan’ tujuan-tujuannya masing-masing pertama –tama sekali dan terutama tidaklah boleh menyalahi pokok dasar yang pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” tegasnya.
Kaum Muslim perlu mencermati kemungkinan adanya upaya sebagian kalangan untuk menjadikan Pancasila sebagai alat penindas hak konsotistusional umat Islam, sehingga setiap upaya penerapan ajaran Islam di bumi Indonesia dianggap sebagai usaha untuk menghancurkan NKRI. Dalam ceramahnya saat Peringatan Nuzulul Quran, Mei 1954, Natsir sudah mengingatkan agar tidak terburu-buru memberikan vonis kepada umat Islam, seolah-olah umat Islam akan menghapuskan Pancasila. Atau seolah-olah umat Islam tidak setia pada Proklamasi. ”Yang demikian itu sudah berada dalam lapangan agitasi yang sama sekali tidak beralasan logika dan kejujuran lagi,” kata DR. Natsir. Lebih jauh Natsir menyampaikan, ”Setia kepada Proklamasi itu bukan berarti bahwa harus menindas dan menahan perkembangan dan terciptanya cita-cita dan kaidah Islam dalam kehidupan bangsa dan negara kita”
DR. Natsir juga meminta agar Pancasila dalam perjalannya tidak diisi dengan ajaran-ajaran yang menentang al-Quran, wahyu Ilahi yang semenjak berabad-abad telah menjadi darah daging bagi sebagian terbesar bangsa Indonesia. (M. Natsir, Capita Selecta 2). (mr.14/02/020)