Natalius Pigai Ungkap 9 Kegagalan Duet Jokowi - Maruf Selama 100 Hari Pertama



Sabtu, 1 Februari 2020

Faktakini.net, Jakarta - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Maruf Amin terus mendapat kritik setelah menjalankan 100 hari masa kerjanya. Bahkan yang teranyar, eks Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai, membongkar 9 kegagalan pemerintah dalam kurun waktu tersebut.

Dalam siaran pers yang diterima Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (31/1), Natalius menyoroti semua hal yang dijalankan pemerintah.

Misal dalam catatan pertamanya, aktivis kelahiran Paniai, Papua ini mengungkap kebobrokan ekonomi Indonesia. Dia menyebutkan kalau penduduk miskin masih mencapai 25,14 juta jiwa, dan 22 juta diantaranya masih masuk kategori kelaparan.

Kemudian, pengangguran juga disebutkan Pigai naik secara jumlah. Dimana pada akhir tahun 2019 Badan Puaat Statistik (BPS) mencatat pengangguran sebanyak 7,05 juta orang. Hal ini kemudian bersinggungan dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang turun ke peringkat 116 dari 108 secara global.

Lantas, Pigai menyebutkan sebab musabab dari ketimpangan ekonomi yang dia paparkan di atas.

"Pemerintah menghabiskan uang rakyat (APBN) selama 5 tahun sebesar Rp11 ribu triliun. Lima tahun orang kaya baru sebanyak 17.000/pundi-pundi atau 10 persen/ tahun," tutur Pigai.

"Lahan di Jawa susut 200 ribu hektar. Industri hanya tumbuh 3 persen, 188 pabrik di Jawa Barat tutup, 68 ribu orang di PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Pertumbuhan Ekonomi akhirnya turun dari 5,07 ke 5,02 persen," sambungnya.

Kemudian, catatan kedua yang disebutkan Pigai adalah jumlah angkatan kerja yang masih minim diserap di dalam program Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Pasalnya, dari 4.297.218 pendaftar, pemerintah hanya menyediakan slot penerimaan sebanyak 150.315 orang.

"Artinya itu 73 persen Usia 21-30 alumni/penganggur produk pemerintahan (sepanjang periode 2014-2019). Makanya pengangguran tahun 2019 naik 7,05 juta menurut BPS," ucap Pigai.

Selain itu, Pigai juga mencatat bahwa selama 2015 hingga 2019 negara dibebani defisit anggran hingga Rp1.599,9 triliun.

"Ini bukan utang, tapi karena pemimpin tidak mampu (lack of competence) buat rencana dan implementasi APBN. Dari utang negara Rp 5 ribu triliun tersebut, Rp 1.599,9 ribu triliun itu defisit alias beban karena kesalahan pemimpin," paparnya.

Untuk catatan keempat, Pigai menyampaikan kritikanya terhadap penyusunan kabinet Indonesia Maju dan jatah jabatan di perusahaan BUMN. Yang mana dipandangnya bahwa telah terjadi pelanggengan kekuasaan terhadap segelintir elit.

"Jokowi adalah komprador bahkan bagian dari oligarki politik dan ekonomi. Jokowi lebih tunduk pada pemilik uang dan modal dari pada memberi kesempatan bagi rakyat termasuk relawannya untuk berbakti," sebut Pigai.

Kemudian catatan kelima yakni mengenai penegakan hukum. "Awal pemerintahan Jokowi telah memberi kesan dan pesan tegas kepada rakyat akan ketidakpastian hukum, khususnya pemberantasan korupsi. Kebijakan pelemahan KPK, RUKUHP, dan lainnya telah menjustifikasi pelemahan tersebut," ucap Pigai.

Sementara, terungkapnya sejumlah kasus korupsi di perusahaan BUMN seperti Jiwasraya, ASABRI hingga yang terbaru BP Jamsostek, masuk ke catatan buruk keenam yang diungkap Pigai.

"Kasus itu contoh betapa rendahnya martabat dan moral pemimpin yang mengelola negara. Pemerintahan makin hari kian menujukkan adanya defisit moral karena kerusakan moral (moral vandal) ada di dalam partai dan pemerintahan yang berkuasa," tegasnya.

Selain persoalan hukum tersebut, rencana kebijakan yang sudah maupun belum terimplementasi, dianggap sebagai kesalahan kerja pemerintah yang dicatat di urutan ketujuh.

"Hanya dalam 100 hari Jokowi telah membebani rakyat dengan kenaikan listrik, air, BPJS, gas, minyak, tol bahkan pajak kendaraan," beber Pigai.

Adapun sebagai putra Papua, Pigai juga menyoroti kebijakan pemerintah terkait dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan oknum aparat terhadap warga Papua.

"Diantaranya memumpuk kebencian berbasis rasial kepada orang-orang kulit hitam di Papua, melancarkan operasi militer dan membantai rakyat Papua," tuturnya.

Lebih lanjut, Pigai menutup catatan keburukan pemerintah dengan ketidaksesuaian kinerja yang dilakukan selama periode pertama hingga 100 hati pertama, dengan 5 program prioritas pemerintah periode 2019-2024.

Yang mana, isi dari program prioritas itu diantaranya, pembangunan sumber daya manuasia (SDM), pembangunan infrastuktur yang menjangkau sentra-sentra ekonomi dan distribusi untuk lapangan kerja baru, penyederhanaan kendala regulasi dengan membuat Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, pemangkasan birokrasi dengan meningkatkan kompetensi kerja dan penguatan fungsi kerja dengan memangkas eselonering, serta transformasi ekonomi dari ketergantungan sumber daya alam ke manufaktur dan industri.

"Pemerintah seperti orang kebingungan disimpang kiri jalan untuk memulai implementasi 5 prioritas program kerja 2019-2024 yang disampaikan Presiden  pada 20 Oktober 2019 lalu itu," pungkas Pigai.

 Foto: Natalius Pigai

Sumber: rmol.id