Wartawan Senior: FPI Mengamuk, Ajak Kepung Istana Koruptor
Rabu, 19 Februari 2020
Faktakini.net
FPI Mengamuk
Ajak Kepung Istana Koruptor
Oleh : Mangarahon Dongoran, Wartawan Senior
FRONT Pembela Islam (FPI) mengamuk lagi. Kali ini, organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam mengajak masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, lebih khusus lagi pimpinan pesantren dan santrinya untuk mengepung kawasan Istana Presiden.
FPI mengeluarkan seruan: Ayo hadiri!
Ayo ajak santri dan jama'ah!
Ayo ajak kerabat dan sahabat!
Ayo ajak semua masyarakat!
Ayo ajak segenap rakyat dan bangsa!
"AYO KEPUNG ISTANA SARANG KORUPTOR."
Itulah ajakan dan seruan yang divirankan FPI bersama PA 212 dan GNPF Ulama sejak sekitar tiga pekan terakhir. FPI mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk kaum milenial agar ikut berdemo, mengepung kawasan Istana Kepresidena (Kantor Presiden dan Kantor Wakil Presiden, Istana Merdeka, Istana Negara dan Kantor Sekretariat Negara).
Titik kumpul demo dimulai dari ajakan solat Jum'at di masjid-masjid terdekat di kawasan Istana. Kemudian berkumpul di Patung Kuda (bundaran dekat gedung Bank Indonesia dan Indosat).
FPI berulah lagi. Kali ini berdemo mengepung istana sarang koruptor. Ada beberapa kejahatan korupsi yang diduga melibatkan Istana. Paling tidak, ada dugaan beberapa orang Istana mengetahui kejahatan korupsi itu, tetapi membiarkannya.
Ada 16 kejahatan yang berkaitan dengan kejahatan korupsi yang terjadi belakangan dan istana seolah-olah diam.
Ke-16 kejahatan itu adalah JiwasrayaGate, PertaminaGate, PelindoGate, Migasgate, BPJSGate, PTPNGate, KPUGate, InalumGate, BukuMerahGate, BumiputraGate, GarudaGate, AsabriGate, ImporGate, BUMNGate, PUPRGate dan KPKGate. Mudah dipahami, mengapa FPI menyerang langsung dengan kalimat, "Ini Kejahatan Istana!" terhadap 16 kasus kejahatan korupsi dan bentuk lainnya itu.
Wajar FPI berulah dan "mengamuk" atas kasus-kasus kejahatan terhadap keuangan negara itu. Wajar juga FPI langsung nunjuk hidung ke Istana, tempat Presiden Joko Widodo berkantor sehari-hari.
Koruptor berlindung di Istana
Wajar menunjuk ke Istana karena masyarakat sudah tahu banyak tentang kasus korupsi yang berlindung di pagar tembok Istana. Wajar, karena rakyat sudah tahu, ada sebagian yang diduga terlibat korupsi maupun kejahatan terhadap keuangan negara, kini berada di lingkungan Presiden dan ada yang mantan.
Dalam kasus Jiwasraya yang diduga merugikan negara Rp 13,7 triliun, ada Hary Prasetyo. Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya itu sempat duduk empuk menjadi tenaga ahli di Kantor Staf Presiden. Ia duduk di bawah kendali Moeldoko, KSP yang notabene adalah orang kepercayaan Joko Widodo.
Tidak hanya dalam kasus Jiwasraya. Rakyat juga sudah tahu kasus Buku Merah atau Map Merah yang dihilangkan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berasal dari kepolisian dalam kasus impor. Mengapa dihilangkan? Karena di dalam Buku Merah itu ada catatan-catatan aliran dana dari pelaku korupsi yang sudah divonis dan salah satu aliran dana itu ditulis Tito Karnivan (diduga menerima saat menjadi Kapolda Metro Jaya). Kini Tito menjadi Menteri Dalam Negeri, yang berarti menjadi orang dekat Istana.
Kalau dijelaskan satu per satu dari 16 kasus kejahatan tersebut tentulah akan berujung pada satu titik. Tidak hanya kental dengan aroma korupsi, tetapi juga kental dengan aroma kolusi dan nepotisme. Juga kental dengan pungutan liar.
Persekongkolan jahat terjadi di 16 kasus tersebut. Dalam hal imporgate, terjadi persekongkolan jahat antara pengusaha dan pejabat hingga level menteri. Ya, bahasa halusnya kolusi antara pengusaha dan pejabat.
MajalahTempo edisi 10-16 Februari, misalnya menyoroti kasus impor bawang putih yang melibatkan sindikat yang rapih antara pengusaha, pejabat nakal. Jejak suapnya pun sampai ke level menteri.
Impor adalah jenis usaha yang sangat menguntungkan. Apalagi impor yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan strategis dengan masyarakat masyarakat, seperti impor bawang putih. Akan tetapi, untuk menjadi importir barang tertentu, seperti bawang putih, garam, misalnya dibutuhkan "keahlian khusus", terutama dalam melobi aparat birokrasi. Selain tentu diperlukan modal usaha besar.
"Keahlian khusus" itu penting terutama menempatkan orang-orang yang pintar menyogok di lapangan maupun di gedung kementerian. Relasi di lapangan sangat penting, mulai dari pelabuhan laut dan bandar udara yang menjadi pintu masuk barang impor.
Di pelabuhan laut dan udara ini, importir harus mengeluarkan upeti alias suap kepada aparat, terutama aparatur bea dan cukai. Upeti bentuknya macam-macam. Tidak harus bayar langsung. Bisa dalam bentuk pemberian pundi-pundi saat menjelang Natal, tahun baru, hari raya atau ulang tahun pejabat atau aparatur birokrasi.
Bisa juga dengan dalil biaya hari jadi kementerian, dan lainnya. Pokoknya, untuk urusan suap-menyuap, sogok-menyogok dan bentuk kejahatan lainnya dalam usaha memuluskan bisnis, pengusaha di Indonesia paling lihai.
FPI yang bekerjasama dengan Persaudaraan Alumni 212 dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) ulama pun mengajak masyarakat berdemo pada Jumat 21-2-2020. Kelompok ini semakin gerah dengan merajalelanya korupsi. Mereka gerah, karena ada pelaku korupsi yang sudah ditetapkan jadi tersangka oleh KPK, tetapi belum ditangkap, yaitu Harun Masiku.
Kuat dugaan, ada yang melindungi Harun Masiku, karena ia calon anggota DPR RI dari PDIP. Lingkaran Harun Masiku sangat luas, lebih luas dari Istana Kepresidenan. Tempok pelindungnya sangat tinggi, lebih tinggi dari Istana Para Penyamun Uang Rakyat. **