Habib Hanif Alatas: Menyikapi Covid-19, Antara Aqidah, Fiqih dan Adab




Sabtu, 21 Maret 2020

Faktakini.net

Menyikapi Covid-19, Antara Aqidah, Fiqih dan Adab.

Oleh : Muhammad Hanif Alathas, Lc.

Dalam Islam, virus seperti Covid-9 masuk dalam kategori al-Wabaa' / Wabah,  karena persebarannya yg begitu cepat dan meluas serta penularannya sangat mudah. Munculnya wabah, antara lain disebabkan karena banyaknya kemaksiatan dan kemunkaran yang dilakukan oleh manusia. Ini bukan ilmu cocoklogi, tapi ini berdasarkan sabda Nabi saw :

لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا إِلَّا فَشَا فِيهِمْ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمْ الَّذِينَ مَضَوْا

“Tidaklah fahisyah (perbuatan keji) tersebar pada suatu kaum kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan, kecuali akan tersebar di tengah-tengah mereka wabah penyakit tha’un dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada kaum sebelum mereka.” (HR. Ibnu Majah)



Dalam menghadapi wabah, Islam mengajarkan kita utk menyikapinya melalui 3 Prespektif; Aqidah, Fikih dan Adab. 

-Menurut prespektif Aqidah, setiap Muslim wajib meyakini bahwasanya tidak ada hal sekecil apapun di jagat raya ini yang dapat bergerak atau memberikan dampak sedikitpun kecuali dengan izin Allah swt, termasuk penyakit. Hakikatnya, penyakit tidak menular dengan sendirinya, melainkan dengan izin Allah swt. Karenanya, setiap mukmin wajib berserah diri kepada Alllah, sebab penyakit ini dari Allah dan hanya Allah yang Maha Mampu untuk mengangkatnya sebagaimana Allah Maha Mampu untuk menciptakannya. Ketika menimpa Muslim yang taat, penyakit ini menjadi rahmat yang menggugurkan dosa juga mengangkat derajat. Sebaliknya, saat menimpa ahli maksiat atau orang kafir maka penyakit ini adalah siksaan. Dalam Hadits, Nabi saw menjelaskan bahwa muslim yang wafat disebabkan karena Wabah, maka ia wafat sebagai Syahid. Karenanya, kita wajib berserah diri kepada Allah, kembali kepada Allah, perbaharui taubat,  menangis di dalam sujud, mengemis di tengah keheningan malam,  selalu memohon perlindungan dariNya, inilah yang dinamakan TAWAKKAL.

Jika dilihat dari prespektif Fiqih, maka salah satu prinsip dasar dalam syariat ( yang dikenal  sebagai ad-Dhoruriyyatulkhoms ) adalah Hifdzhunnafs; Menjaga Jiwa. Beranjak dari hal ini, secara garis besar Islam mendorong segala hal yang menjaga keselamatan jiwa manusia dan melarang segala yang mengancamnya. Syariat  memerintahkan kita utk waspada dan berhati-hati dari Wabah dan sejenisnya. Rosul saw bersabda dalam hadits yg Shohih :

فر من المجذوم فرارك من الأسد

" Larikah kamu dari orang yang sakit kusta sebagaimana kau lari dari kejaran Harimau "

Tidak tanggung-tanggung, Nabi saw mencontohkan dengan lari dari HARIMAU. Artinya,  Nabi saw memerintahkan kita untuk sebisa mungkin menghindari wabah yang menular. Belum lagi sejumlah hadits yang menganjurkan untuk berobat ketika sakit. Literatur fiqihpun menggambarkan dengan gamblang perhatian syariat terhadap keselamatan Jiwa, Sebagai Contoh; seseorang yang memiliki luka, jika Air bisa membahayakan lukanya maka boleh bertayamum, seseorang yang sakit dibolehkan utk meninggalkan puasanya dan membayar dengan Qodho setelah sembuh, seseorang yang Khawatir akan keselamatan dirinya ( dari wabah atau lainnya ) dengan kekhawatiran yang berdasar maka di-izinkan utk tidak sholat Jum'at, dll.

Kembali ke Covid-19, Berdasarkan pandangan ahli yang saya dengar langsung dari Dokter spesialis paru-paru yang menangani pasien Covid-19, juga beberapa sumber terpercaya yang saya telaah, Bahwa Covid-19 adalah Virus yang sangat berbahaya, tidak ada yang kebal dari virus Covid-19. Hanya saja dampak dari virus ini terhadap kesehatan bersifat variatif, sesuai dengan kondisi kesehatan masing-masing. Sesepuh atau yang punya riwayat sakit gula, ginjal dll punya potensi tertular lebih besar dan dampak yang lebih serius jika diserang Covid-19.

Covid-19 adalah virus yang tak terlihat, bahkan orang yg sudah terjangkitpun tidak langsung nampak gejalanya sehingga bisa menularkan  kemana-mana tanpa mengetahui dirinya sakit. Kita tidak tau siapa yang sakit dan wabah ini bisa menyebar dengan sangat cepat hanya dengan sentuhan Naudzubillah mindzalik.

Karenanya, proses mitigasi ( Pencegahan dan Minimalisir ) harus melibatkan SEMUA LAPISAN MASYARAKAT.  Selain masing-masing harus meningkatkan Imun tubuh dengan asupan yang bergizi, social distancing juga mutlak diperlukan utk menjaga diri dan pencegahan penyebaran. Konsentrasi massa hasur dihindari sebisa mungkin, karena setiap konsentrasi massa meningkatkan potensi penularan tanpa disadari.  Gubernur DKI Jakarta menyerukan  kepada warganya " Saat ini jika anda mau bela negara, maka belalah negara dengan tidak keluar rumah ". Di Jakarta saat ini segala bentuk kerumunan masa dicegah, tak lain untuk meredam penyebaran Covid-19 yang sudah pada tahap sangat mengkhawatirkan Ibu Kota.

Karenanya, dalam rangka melakukan pencegahan ( Dar'ul Mafasid )  di zona Resiko tinggi Covid-19 banyak Ulama dan Habaib  meliburkan sementara majlis dan tabligh akbar mereka,  bahkan MUI berfatwa agar tidak ada Jum'atan dan diganti dengan solat Dzuhur di rumah masing-masing di Zona Resiko tinggi Covid-19 seperti DKI Jakarta. Fatwa ini tidak sembarangan, akan tetapi punya pijakan yang kuat dalam Fiqih dan Maqoshidusyari'ah. Tentunya dengan tetap menghormati pandangan ulama Istiqomah yang berbeda dalam hal ini, karena perbedaan Ulama dalam masalah Fiqih adalah Rahmat.


Bahkan jika situasi mendesak, dengan pertimbangan dan persiapan yang matang maka Lockdown menjadi opsi yang harus dijalankan untuk meredam persebaran Covid-19, dan itu terbukti efektif di berbagai negara. Sebetulnya, jauh  sebelum masyarakat modern  mengenal istilah Lockdown, Nabi saw sudah ajarkan solusi tsb, Nabi saw bersabda :


إذا سمعتم بالطاعون بأرض فلا تقدموا عليه وإذا وقع بأرض وأنتم بها فلا تخرجوا فرارا منه

Artinya: ”bila kalian mendengar penyakit (menular) Tha’un di sebuah tempat, maka janganlah mendatangi tempat itu. Dan jika penyakit itu terjadi di tempat sementara kalian berada di dalamnya (tempat penyakit itu) maka janganlah kalian lari (keluar)darinya.”


Ala Kulli haal, Saat ini dibutuhkan langkah yang cepat dan tepat agar tidak memakan banyak korban lagi di Negri kita tercinta.


 Ini semua bukan bentuk ketakutan apalagi minim tawakkal atau  lemah Iman, lebih tepatnya syariat mengajarkan kita utk mengaitkan sebab dengan akibat ( Robthul Asbaab bil Musabbabaat ), inilah yang dinamakan IKHTIAR.

Adapun prespektif Adab mengharuskan kita untuk tidak menertawakan musibah yang menimpa saudara-saudara kita ( As-Syamatah)  serta mengharuskan kita utk rendah hati, jangan merasa kuat dan hebat ketika tidak tertular. Di sisi lain, Adab menuntut kita utk tidak panik berlebihan, menghindari sifat tamak dengan menimbun kebutuhan, membantu mereka yang sedang kesulitan dengan segala kemampuan. Inilah  yang dinamakan AKHLAQ.

Di saat-saat mencekam seperti ini bahkan setiap saat, harus ada keseimbangan antara TAWAKKAL IKHTIAR dan AKHLAQ. Karenanya, kembalilah kepada ALLAH dengan AQIDAH, FIQIH DAN ADAB.


Mudah-mudahan Allah segera angkat wabah  ini dan kita dijaga oleh Allah Dzhohiron wa Bathinan.