KH Luthfi Bashori: Kekayaan Harta Yang Memberatkan




Senin, 2 Maret 2020

Faktakini.net

https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=2890465617688794&id=100001761517615

*KEKAYAAN HARTA YANG MEMBERATKAN*

Luthfi Bashori

Alghina ghinal qalb (Kaya yang sejati itu adalah kaya hati). Maksudnya, seseorang itu dikatakan kaya jika dirinya sudah tidak menggebu-gebu dalam mengejar kehidupan dunia.

Ia selalu merasa cukup dengan rezeki yang datang kepadanya, tanpa harus berlebih-lebihan dalam mencarinya, dan apapun yang telah dibagikan oleh Allah maka hatinya tetap merasa cukup dan menikmatinya serta senantiasa bersyukur kepada Allah dengan tekun beribadah.

Sesungguhnya orang yang hatinya selalu merasa berkecukupan atas pemberian Allah, walaupun dalam pandangan pihak lain dirinya terhitung orang miskin nan papah sekalipun, maka sesungguhnya ia lebih kaya daripada para raja dan para konglomerat manapun.

Karena hakikat kekayaan harta serta ketinggian pangkat yang dimiliki seseorang di dunia ini, memiliki tanggung jawab yang berat di akhirat nanti. Sedangkan orang miskin yang hatinya kaya, jauh lebih ringan dalam mempertanggungjawabkan kepemilikannya tersebut.

Imam At-Taaj As-subki r.a. menukil dalam kitab Thabaqaat-nya dari imam Al-Ghazali ketika berwasiat kepada seorang di zamannya, “Sejelek-jeleknya orang kaya pada hari kiamat ada empat golongan:
- Ada seorang lelaki yang mengumpulkan harta dari penghasilan yang haram dan menafkahkannya untuk keperluan haram. Maka dikatakan: Bawalah dia ke neraka.
- Ada seorang lelaki mengumpulkan harta dari penghasilan yang haram dan menafkahkannya untuk keperluan yang halal. Maka dikatakan: Bawalah dia ke neraka.
- Ada seorang lelaki mengumpulkan harta dari penghasilan yang halal dan menafkahkannya untuk keperluan haram. Maka dikatakan: Bawalah dia ke neraka.
- Ada seorang lelaki mengumpulkan harta dari penghasilan yang halal dan menafkahkannya untuk keperluan halal. Maka dikatakan: Hentikan orang ini dan tanyailah dia. Barangkali dia menyia-nyiakan kewajiban yang kami tetapkan atasnya dengan sebab kekayaan atau tidak mengerjakan shalat dengan baik atau dalam wudunya atau rukuknya atau khusuknya atau menyia-nyiakan kewajiban zakat atau haji.

Maka orang itu menjawab, ‘Aku kumpulkan harta itu dari penghasilan yang halal dan aku menafkahkannya untuk keperluan yang halal. Aku tidak menyia-nyiakan sedikit pun dari kewajiban-kewajiban. Aku mengerjakannya dengan sempurna.’

Maka dikatakan, ’Barangkali engkau membanggakan diri dan sombong dalam berpakaian.’

Ia menjawab, ’Ya Rabb, aku tidak membanggakan diri dan tidak sombong dalam berpakaian.’

Dikatakan lagi, ‘Barangkali engkau kurang melakukan silaturahmi dan kurang memenuhi hak tetangga dan orang miskin. Barang kali engkau kurang dalam menjalankan perintah Kami dalam mendahulukan dan mengakhirkan, melebihkan dan menyamakan.’

Maka mereka menjawab, ‘Ya Tuhan kami, Engkau telah menjadikan ia kaya di antara kami dan menjadikan kami membutuhkan dia, namun dia tidak memenuhi hak kami.’

Jika ia tidak memenuhi kewajiban, maka ia pun dibawa ke neraka. Jika sudah memenuhi kewajiban, dikatakan kepadanya, ‘Berhentilah. Berikan sekarang wujud syukurmu atas setiap makanan dan setiap minuman serta setiap kenikmatan.’

Maka ia terus ditanya.”