Para Menteri Serempak "Kambing Hitamkan" Anies Baswedan Terkait Bansos, Padahal?



Jum'at, 8 Mei 2020

Faktakini.net

Ada yang sangat janggal terkait distribusi bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat terdampak wabah virus Corona (Covid-19). Pemerintah terkesan tidak ingin disalahkan atas buruknya penyaluran bansos. Semua bermula dari data Kementerian Sosial yang tidak update.

Seperti dilansir kompas.com (1/5/2020) Staf Ahli Menteri Bidang Teknologi Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial Rl, Andi Z. A. Dulung mengakui data penerima bantuan bansos bagi masyarakat terdampak Covid-19 belum sempurna.

Lebih lanjut staf Ahli Kemensos tersebut mengatakan, sumber data awal Kemensos disusun sejak 2011 dibantu Badan Pusat Statistik (BPS). Data itu sempat dimukhtahirkan pada tahun 2015, aritnya data ini tidak update selama 5 tahun.

Kemudian, Kemensos mengambil 40 persen penduduk dengan ekonomi di bawah. Namun, data tersebut belum kembali dimukhtahirkan karena tidak ada anggaran. Di sini sudah jelas duduk perkaranya, data tidak update bermula di Kemensos.

Namun, akhir-akhir ini para menteri justru sibuk mencari kambing hitam untuk disalahkan. Karena sosok Anies Baswedan dipandang sebagai pemimpin daerah paling berhasil menangani Covid-19, mereka beramai-ramai menuding Anies yang sesungguhnya tidak bersalah.

Sebut saja Menteri Sosial (Mensos), Juliari Batubara menyebut bahwa polemik yang terjadi dalam penyaluran bansos di Provinsi DKI Jakarta disebabkan oleh data kedaluwarsa penerima yang diberikan oleh Gubernur Anies Baswedan. Imbasnya penerima bansos sejak April 2020, dinilai tidak tepat sasaran.

"Yang sekarang kita gunakan data penerima bansos diberikan oleh Gubernur DKI (Anies). Tapi ternyata data lama sebab penerimanya banyak yang sama dengan data penerima bantuan sembako dari pemprov DKI," tuding Juliari saat menggelar rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI, Rabu (6/5).

Faktnya, selain yang sudah dijelaskan di atas mengenai data tak update Kemensos, kementerian itu juga melakukan tumpang tindih distribusi bantuan dengan Pemprov DKI.

Pihak kementerian sosial ingin membagikan bansos di DKI, lalu meminta data. Pemprov DKI saat itu sudah mewanti-wanti bahwa pihaknya juga akan membagi bansos, jadi disarankan agar Kemensos jadwalnya jangan bersamaan.

Lalu data penerima bansos sebanyak 1,2 juta orang dari DKI diberikan pada Kemensos setelah menjelaskan agar tidak berbarengan saat pembagian agar tidak terjadi tumpang tindih.

Tak dinyana saat pembagian, penerima bansos justru jadi dobel, harusnya Kemensos tidak memberikan bantuan pada orang yang sudah ada dalam data DKI, melainkan menggunakan data mereka sendiri.

Orang yang sudah diberi bansos oleh DKI malah diberi lagi oleh Kemensos. Orang miskin baru yang terdampak karena wabah pun akhirnya tidak mendapatkan bansos yang harusnya dicover oleh Mensos.

Seperti sudah direncanakan, banyak yang menggoreng isu ini di media online dan media sosial. Dedengkot buzzer pendengki Anies Baswedan seperti Denny Siregar, dan Eko Kuntadhi tidak mau menyia-nyiakan kesempatan ini.

"Pak Mensos mending ajak KPK RI untuk kawal bantuan biar gak ada pemikiran negatif ke DKI Jakarta, ini saran lho," hasut Denny Siregar membuat panas situasi.

"Cuma ada dua kemungkinan, gak bisa kerja, atau mempolitisasi bencana. Korban data yang amburadul adalah rakyat Jakarta, yang semestinya kebagian justru tidak kebagian," sambar Eko Kuntadhi si Buzzer penjilat penguasa.

Menurut informasi, Presiden sebenernya sudah menegur Mensos. Harusnya penerima bantuan Presiden (banpres) bukan yang telah diberi bantuan oleh DKI.

Mensos tidak mau disalahkan, mereka malah menyalahkan Anies Baswedan dan menuding data yg diberikan “tidak update".

Ada lagi Menteri Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy juga menuduh Anies Baswedan.

"Kemarin saya dengan Pak Gubernur, agak saya tegur keras Pak Gubernur, karena kemarin waktu rapat kabinet terbatas, dia menyodorkan data miskin baru di Jakarta itu sekitar 3,6 juta orang beliau menyampaikan akan bisa mengatasi yang 1,1 kemudian sisanya minta ditangani oleh pusat," ujar Muhadjir dalam webinar dengan topik Kebijakan Strategis Menghadapi Dampak Pandemik di Sektor Pembangunan Manusia Berbasis Revolusi Mental seperti dilihat Kamis (7/5/2020).

Sungguh aneh, Indonesia sangat luas, tapi sasaran mereka hanya Anies Baswedan. Padahal di daerah lain kekacauan penerima bansos lebih besar.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengatakan sebanyak 1,7 juta dari 9,42 juta kepala keluarga (KK) penerima bantuan sosial (bansos) terdampak virus corona tahap pertama di Jawa Barat kacau, ini lebih besar dari DKI.

Menurutnya, banyak data dari daerah di Jawa Barat yang bermasalah menjadi penyebab bansos belum tersalurkan ke masyarakat yang berhak menerima hingga saat ini.

"DINAMIKA BANSOS. TERDAPAT 1,7 JUTA DATA KK yang diinput ternyata invalid alias ngaco. Masalah utama tentang bantuan yang belum datang, terdapat di data yang diajukan dari daerah banyak yang bermasalah," ujar sosok yang akrab disapa Emil itu lewat akun Twitter-nya, @ridwankamil, Rabu (29/4) lalu.

Di Jawa Tengah pun sama, kacau.

“Jadi, kemarin itu orang yang sudah mati masih ada datanya, bahkan ada namanya untuk penerima bantuan. Itu ada banyak. Kalau enggak percaya ayo ke tempat saya, saya punya datanya. Kemudian, orang yang sudah pindah itu juga masih ada (terdata),” ujar Wakil Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) Jawa Tengah Zainal Abidin Petir, Kamis (7/5/2020) yang menjelaskan carut-marut data penerima bansos di Jawa Tengah seperti dilansir Okezone.

Kekacauan data penerima bansos di Indonesia menandakan pemerintah dalam hal ini Kemensos tidak siap terhadap situasi bencana. Celakanya yang dilakukan malah ribut dengan daerah yang sudah berusaha maksimal menangani wabah Covid-19 dan dampaknya terhadap masyarakat.

Lalau apakah keriuhan ini akan terus dilanjutkan dengan tetap mengkambinghitamkan Anies? Tentu saja jangan, mulailah buat ketegangan ini mereda, akui kesalahan, dan ajak seluruh Daerah untuk cepat sinkronisasi data, agar rakyat yang sudah menderita akibat wabah ini tidak menunggu lama, mereka kelaparan, Pak Menteri!

Oleh Rudi Mudopir, Netizen.