Said Didu Dikriminalisasi, Ustadz Munarman: Tidak Boleh Penguasa Jadi Diktator



Senin, 11 Mei 2020

Faktakini.net, Jakarta - Sekitar 250 pengacara diklaim siap mengawal dan membela mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu. Salah satu nama yang disebut adalah Juru Bicara sekaligus Sekretaris Umum DPP Front Pembela Islam (FPI), Haji Munarman.

Terkait itu, Ustadz Munarman tak membantahnya. Ia membenarkan masuk dalam Tim Hukum Suluh Kebenaran yang akan membela Said Didu. Ia punya alasan menyatakan siap mengawal kasus ini.

"Karena kasus ini salah satu bentuk dari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) dan penyalahgunaan hukum," kata Ustadz Munarman saat dikonfirmasi VIVAnews, Minggu malam, 10 Mei 2020.

Dia menyinggung penyalahgunaan kekuasaan karena pelapor adalah orang yang power full dalam kekuasaan. Pun, ia bilang kekuasaan tersebut semata-mata digunakan bukan untuk kepentingan rakyat Indonesia.

"Pak Said Didu mengkritik hal tersebut. Dan, arogannya dengan kekuasaan tersebut malah mengkriminalisasi pak Said Didu," ujar Ustadz Munarman.

Ustadz Munarman makin heran dengan gerak cepat aparat hukum yang merespons laporan ini dengan segera memanggil Said. Padahal, saat ini tengah pandemi Corona Covid-19 yang seharusnya jadi prioritas penanganan pemerintah.

Ia pun menyoroti penyalahgunaan hukum dalam perkara ini. Pertama, penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang dinilai keliru.

Kata dia, seharusnya, praktik UU ITE ini untuk melindungi para pemilik akun, pemilik nomor telepon. Begitupun aktivitas bisnis yang menggunakan instrumen elektronika seperti e-banking dan semacamnya agar dilindungi dari para penjahat yang meretas serta menyalahgunakan data, akun elektronik tersebut.

"Kenyataannya UU tersebut telah disalahgunakan untuk membungkam suara suara kritis rakyat dan klaim oposisi seperti pak Said Didu," ujarnya.

Lalu, ia menambahkan persoalan pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana. Ustadz Munarman menekankan pasal itu adalah delik materiel sehingga harus ada akibat yang ditimbulkan. "Dalam kasus ini tidak ada tuh keonaran sebagai akibat yang ditimbulkan dari pernyataan pak Said Didu," sebutnya.

Kemudian, ia menyebut para pengacara yang tergabung membela Said Didu karena juga mendukung hak-hak dasar rakyat Indonesia dari bentuk kekuasaan sewenang-wenang memperalat hukum. "Tidak boleh ada penguasa yang boleh menjadi diktator, tirani dalam memegang kekuasaan. Ini harus dihentikan," tutur Ustadz Munarman.

Menurutnya, cara ini juga sebagai koreksi terhadap pemerintah yang jalankan kekuasaan secara keliru. "Makanya sebagai negara yang menganut konstitusionalisme, maka kekuasaan harus dikoreksi terus menerus dan dihentikan bila sudah menjadi diktator dan tirani minoritas," ujarnya.

Lawan Luhut

Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri kembali memanggil Said Didu sebagai saksi pada Senin hari ini, 11 Mei 2020. Ini merupakan panggilan kedua Said.

Sebelumnya, ia dipanggil pada Senin, 4 Mei 2020. Namun, ia belum bisa memenuhi pangggilan tersebut karena alasan adanya ketentuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Untuk pemanggilan kedua ini, Said menyatakan rencananya siap hadir. Pihak kuasa hukum juga sudah membenarkan kehadiran kliennya tersebut.

Said akan diperiksa atas laporan kuasa hukum Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Ia dilaporkan dengan dugaan penghinaan, pencemaran nama baik dan/atau menyebarkan berita bohong yang dapat menyebabkan keonaran di masyarakat.

Panggilan tersebut tertuang dalam surat bernomor S.Pgl/71/IV/RES.1.14/2020/Dittipidsiber tertanggal 6 Mei 2020.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan.Menko Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan/ANTARA FOTO

Baca Juga: Isi Video Said Didu yang Membuat Luhut Lapor ke Kepolisian

Perkara ini berawal dari pernyataan Said dalam kanal video YouTube Muhammad Said Didu, beberapa waktu lalu. Dalam video itu, ia diwawancarai eks jurnalis senior Hersubeno Arief.

Di video itu, ia menyoroti isu pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang masih terus berjalan di tengah pandemi Corona. Ia menyinggung figur Luhut dalam kebijakan pemindahan IKN baru ini.

Merespons itu, Luhut keberatan dan mengancam menempuh langkah hukum untuk menuntut Said. Tuntutan membuat permintaan maaf dengan waktu 2x24 jam juga sudah dilayangkan Luhut.

Said pun menjawabnya dengan penjelasan lewat keterangan tertulis dalam surat. Namun, tulisan itu dinilai tak menyertakan permintaan maaf kepada Luhut.

Laporan Luhut ke polisi pun berlanjut yang berujung dengan pemanggilan Said sebagai saksi. Perkara ini disorot karena terjadi di tengah pandemi Corona.

Hingga kini dikabarkan sekitar 250 pengacara dikabarkan menyatakan siap mengawal proses hukum Muhammad Said Didu (MSD). Dari jumlah itu, hingga Sabtu malam kemarin, 80 pengacara disebut sudah menandatangani surat kesediaan menjadi pembela hukum bagi Said Didu.

Adapun sejumlah 178 pengacara lainnya yang sudah menyatakan kesediaan secara lisan terhalang kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

“Yang sudah bersedia tapi belum menandatangani surat kuasa ada 178 orang lagi. Mereka tinggal di luar Jabodetabek. Ada yang di Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Semarang, dan beberapa kota lainnya. Karena aturan PSBB mereka belum bisa hadir untuk menandatangani surat kuasa,” kata Ketua Tim Hukum Suluh Kebenaran, Letkol CPM (P) Helvis di Jakarta, Minggu, 10 Mei 2020.

Helvis mengklaim, para pengacara yang tergabung dalam Tim Hukum Suluh Kebenaran tersebut, secara suka rela menyediakan tenaga dan pikirannya untuk membantu MSD. Mereka, dalih Helvis, menaruh simpati atas kasus yang menimpa MSD.

“Mereka (para pengacara) tidak dibayar. Mereka memberi bantuan hukum secara sukarela karena bersimpati atas kasus yang menimpa Pak Said Didu,” ujar Helvis.

Dia menambahkan, para pengacara tersebut memiliki kesamaan pandangan atas kasus yang menimpa MSD. Mereka menilai apa yang dilakukan MSD adalah mengkritik kebijakan pejabat yang sedang berkuasa agar mengutamakan keselamatan rakyat banyak, ketimbang mengedepankan kepentingan ekonomi.

“Kritik yang disampaikan klien kami adalah kritik atas kebijakan pejabat pemerintah. Bukan kepada pribadi,” ujar dia.

Dalam kesempatan itu, Helvis juga menyampaikan, kliennya sudah mendapat surat panggilan kedua dari pihak kepolisian untuk pemeriksaan hari Senin, 11 Mei 2020. Terkait itu, MSD menyatakan dengan tegas akan mengikuti proses pemeriksaan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Klien kami akan kooperatif dan akan mengikuti proses pemeriksaan sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Helvis.

Di antara 250 pengacara yang akan mengawal kasus MSD, imbuh Helvis, di antaranya yakni mantan pimpinan KPK, Bambang Widjojanto, mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana, Teuku Nasrullah. Lalu, disebut juga nama lainnya yaitu eks Menteri Hukum dan HAM Amir Sjamsudin, Ahmad Yani, dan Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Ustadz Munarman.

Sumber: vivanews.com