Damai Lubis Minta Polisi Proporsional Tangani Pembakaran Bendera Saat Demo Tolak RUU HIP
Jum'at, 26 Juni 2020
Faktakini.net
*Polisi Dalam Penanganan Pembakaran Bendera PKI dan Bendera PDIP. Selain Harus Mandiri, Profesional dan Proposional, Juga Mesti Introspeksi, Prudensi Serta Tegas Dan Berkeadilan*
Oleh : Damai Hari Lubis
AWAS ! Penegak Hukum Mesti Ekstra Hati - Hati. Kali ini tidak boleh lagi tajam kebawah tumpul ke bawah *( Sebenarnya Kemarinpun atau kapan saja tidak boleh )* Menyegerakan proses Hukum Pembakar Bendera PKI dan PDIP ' yang sepele ' dari pada sebab pemantik perkara para elite politik, Para Pengagagas dan atau perancang serta pengesah Rancangan Undang - Undang Haluan Ideologi Negara / RUU.HIP sebagai delik dugaan Makar terhadap ideologi Negara Pancasila, yang justru penyebab atau pemantik dan pemicu dari pada ' perbuatan sepele ' Pembakaran Bendera Aquo Incassu
*( Masyarakat sangat fahami, Kelompok Komunisme tentu fihak yang paling keberatan atas penolakan RUU HIP )*
Memproses Hukum terhadap adanya Peristiwa Pembakaran Bendera Sebuah Partai ( PDIP ) di Senayan, saat Unjuk Rasa Pada 24 Juni 2020. Dengan agenda Menolak RUU. HIP oleh sebab RUU. Tersebut kuat nuansa membebaskan ideologi Komunis atau Bela PKI dengan cara menentang TAP MPR RI NO. 25 Tahun 2020 dan melanggar konsitusi - konsitusi yang masih berlaku ( ius konstitutum ) tidak boleh dilakukan sebelum Proses Hukum Terhadap Pemicu Pembakaran Bendera dilakukan. Peristiwa unjuk rasa ini adalah peristiwa politik, walau pastinya adalah wajah keadilan hukum dan tetap hukum sebagai panglimanya ( rule of law ). Sehingga Penangannya tentu harus eksta prudensi. Tidak seperti menangkap pencuri ayam. Walau sistem hukum pidana kita tidak mengenal asas causalitas
Bahwa Perilaku Adil dalam menyikapi terhadap sebuah peristiwa hukum ( pidana ) terlebih berdampak poitik serta akan diikuti kekacauan nasional yang memang dikehendaki oleh propokator selaku stakeholder atau yang berkepentingan, dalam hal ini antek - antek PKI beda gaya atau Neo PKI. Karena yang berkeberatan adanya penolakan RUU.HIP pastinya masyarakat pada umumnya sangat faham mereka Neo Komunisme Di NRI dan Pengikut Liberalisme
Berkaca terhadap asumsi politik hukum tersebut diatas, tentu dibutuhkan peran politik dari Para Pengurus Partai yang tidak terlibat atau tidak melibatkan diri pada pembuatan RUU.HIP , Anggota Partai dan Parlemen yang tidak terlibat mesti bekerja sama dengan Presiden Sebagai Kepala Pemerintahan Negara RI, walau pribadi Presiden' tidak tahu menahu ' akan asal usul RUU. aquo, justru kendali atas dampak RUU. HIP ada ditangan Presiden, oleh karena sebagai Pimpinan Langsung dari Kapolri dan Kajagung RI.
Penegakan hukum mesti bijak, tegas, wibawa dan berkeadilan serta prudensi, sadar atau instopeksi diri atas tren sosio politik dan kekuasaan dalam penegakan hukum yang banyak cacat, yang 'rezim sendiri' terlibat sebagai aktor intelektualnya ( dader ) paling tidak seolah menjastifikasi dengan cara mendiamkan atau tidak berbuat sesuatu yang semertinya dilakukan oleh karena hak dan kewenangan yang dimiliki oleh pemangku jabatan presiden RI.
Para Personal Anggota Legislatif sebagai perancang RUU.HIP mesti sadar atas kekeliruannya. Jangan cuci tangan lalu malah turut serta menyalahkan Para Demostran yang hanya sepele kesalahannya dibanding mereka selaku pemicu yang emperis timbul akibat perbuatan mereka yang diduga meruoakan Makar Terhadap Ideologi Negara Republik Indonesia
Gejala-gejala politik dan penegakan hukum selama ini dalam artian yang lebih luas, justru menimbulkan keresahan masyarakat dan ingat ini ( bakar bendera ) belum pada puncaknya. Masyarakat sudah jemu, mulai gerah dan menuju titik nadir atas perillaku penegakan hukum yang nampak amburadul yang dibalut dengan politik dan kekuasaan berikut penyalah gunaan kekuasaan secara transparan, sejak saat kriminilisasi terhadap Para Ulama , utamanya HRS yang sampai saat ini masih dicekal ( Tangkal ) hingga tak bisa kembali ketanah air
Jokowi selaku Penguasa Pemerintahan dan instrumen penegak hukumnya, mesti saling ingat dan mengingatkan, bahwa intrumen penegakan hukum dalam hal ini khususnya Polri Dan Kejaksaan RI, ( Minus Mahkamah Agung ), bahwa menurut Sistem Konsititusi Dasar Negara ini, UUD.1945. Kepolisian RI/ Polri dan Para Jaksa / Jagung hanya membantu tugas pengelolaan negara yang dilakukan Pimpinan Negara RI. Bukan membantu membentengi pribadi atau kelompok para penguasa
Sehingga antara keduanya tidak memiliki hubungan antara tuan dengan para kulinya. Antara keduanya ada batasan hukum yang jelas menurut undang - undang. Kepala Pemerintahan/ Presiden dan Para Pembantu kabinetnya termasuk semua anggt. Parlemen, sama kedudukannya dimata hukum ( Kapolri Dan Kajagung ) atau equality before the law. Bahwa isi Pemerintahan Hanyalah Sekelompok Subjek Hukum WNI yang mengemban tugas amanah rakyat untuk mengelola negara ini sesuai keahliannya
Ledakan kali ini mengikuti Pembakaran Bendera PKI dan Bendera PDIP l, menurut penulis akan terjadi dan membahayakan nyawa manusia anak bangsa, bila aparatur penegakan hukum masih berperilaku seperti ' kemarin - kemarin, ' cenderung sebagai alat penguasa bukan alat pemerintah dalam mengelola ketertiban dan keamanan masyarakat.
Anggota Polri pada bidangnya, mesti sabar teliti dan tegas dalam penegakan hukum kali ini. Jangan cepat terpropokasi dan tidak boleh cepat lelah. *Karena masyarakatpun sudah lebih sabar dan teramat capek dalam melihat dan mengalami fenomena sandiwara yang dijalankan oleh oknum2 rezim penguasa bangsa ini*
Tanda2 kelelahan tsb. Bisa oleh sebab ditengarai lelakon politik hukum yang diframing sebagai bentuk pelaksanaan hukum, yang faktanya tebang pilih atau sandiwara hukum, fenomena kumulasi pelanggaran hukum fakta emperis atau jejak digital terkait kriminilisasi dan persekusi, telah dilakukan rezim terhadap tokoh-tokoh bangsa antara lain menganiaya Ulama Besar Republik ini HRS, yang sampai saat ini masih di Saudi termasuk U.A. Tanjung, kemudian nampak juga terkait Kasus N. Baswedan, Dan semua peristiwa hukum tsb. Adalah satu kesatuan gejala2 sosiologi yang tak terpisahkan. Diperparah oleh sebab adanya bukti up date yaitu indikasi Makar terhadap Ideologi Pancasila dengan Barang Bukti RUU.HIP Dan Saksi - saksi Para Anggota Legislatif Yang tidak terlibat atau menolak terlibat. Sehingga peristiwa dugaan makar ini telah mencukupi dua alat bukti hukum menurut KUHAP. Untuk alat hukum menjadikan anggota parlemen yang terlibat dapat ditetapkan menjadi para tersangka, alat bukti tersebut dapat ditambahkan dengan Saksi - Saksi dari Para Ulama Dan berikut Barang Bukti Yakni Surat Maklumat MUI Pusat serta MUI Provinsi - Provinsi ( 24 Provinsi dari Sabang Sampai Merauke ).
Jadi sekali lagi para penegak hukum mesti ekstra hati2 dan bijaksana serta Berkeadilan sesuai hukum yang berlaku ( hukum positif ), bukan sekedar cita - cita hukum atau angan belaka atau ius konstituendum serta berkesesuaian dan berkeadilan sesuai ideologi Pancasila yang merupakan Sumber Dari Segala Sumber Hukum NRI
*PENULIS ADALAH ADVOKAT , DAN KETUA ALIANSI ANAK BANGSA/ AAB*
*Pengamat Khusus RUU.HIP Serta Dampak*