FPI, Pemuda Pancasila Dan Ormas Lainnya Bersatu Tolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP)
Ahad, 14 Juni 2020
Faktakini.net, Jakarta - Sejumlah elemen masyarakat dan organisasi kemasyarakatan di Jember menggelar aksi penolakan terhadap Rancangan Undang Undang Haluan Ideologi Pancasila (HIP). Aksi diprakarsai Pengasuh Ponpes Madinatul Ulum KH Lutfi Ahmad, Jumat (12/6) kemarin.
*NU, Muhammadiyah dan MUI Kompak Tolak RUU HIP*
Selain Kiai Lutfi, tampak pula Pengasuh Ponpes Al Azhar KH Hamid Hasbullah serta sejumlah kiai dan pengasuh pondok pesantren lainnya di wilayah Kabupaten Jember. Selain itu, juga tampak tokoh dan ratusan anggota masyarakat dari berbagai organisasi masyarakat seperti Pemuda Pancasila, Banser, FPI, RAJE.
*MUI se-Indonesia Tolak RUU HIP Tanpa Kompromi dan Serukan Umat Islam Bangkit Bersatu*
Menurut KH Lutfi Ahmad, ada dua alasan deklarasi penolakan RUU kontroversial ini dilakukan. “Pertama, adanya penempatan klausul Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi Ketuhanan yang Berkebudayaan,” kata dia.
Penggantian sila pertama Pancasila itu dianggap tidak perlu dilakukan, karena klausul itu hasil rumusan terbaik Sukarno dan para pendiri bangsa di awal pembentukan dasar negara di awal kemerdekaan. “Pada tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno di depan BPUPKI semuanya menolak karena mereka lebih memilih Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Bahkan, lanjut dia, muncul konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pengikutnya. Perbedaan pendapat akhirnya disepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 dengan memunculkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama Pancasila. “Tidak ada kata-kata lain dan itu dikuatkan dengan Dekrit Presiden tahun 1959,” ujar pria yang pernah menjadi anggota DPR RI ini.
Alasan kedua penolakan dilakukan adalah RUU HIP tidak mencantumkan TAP MPRS Nomor XXV Tahun 1966 tentang Pelarangan Ajaran Komunisme di Indonesia. Dirinya khawatir munculnya penafsiran diperbolehkannya paham Marxisme, Komunisme, dan Leninisme di Nusantara jika TAP MPRS tersebut tidak dicantumkan dalam RUU tersebut. “Kalau ini tidak dimasukkan baik dalam konsideran dan batang tubuh akan potensi ditafsirkan bahwa Marxisme dan Leninisme sudah boleh di Indonesia,” tuturnya.
Tak hanya itu, jika ditetapkan menjadi undang-undang, RUU HIP akan menimbulkan penafsiran adanya undang-undang yang menyaingi UUD 45. “Daripada menimbulkan konflik, maka dari sekarang diamankan. Undang-Undang Dasar 45 dimulai dengan pembukaannya Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak usah diubah-ubah lagi, ataupun ditambah penafsirannya ataupun ditambahkan dengan landasan hukum yang lain,” pungkasnya.
*_https://suaraislam.id/mui-se-indonesia-tolak-ruu-hip-tanpa-kompromi-dan-serukan-umat-islam-bangkit-bersatu/_*
*MUI se-Indonesia Tolak RUU HIP Tanpa Kompromi dan Serukan Umat Islam Bangkit Bersatu*
Jakarta (SI Online) – Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat dan MUI Provinsi se-Indonesia mengeluarkan maklumat tegas terkait Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang sedang digodog di DPR RI.
*NU, Muhammadiyah dan MUI Kompak Tolak RUU HIP*
MUI menilai, tidak dicantumkannya TAP MPRS No. XXV Tahun 1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia (PKI), Pernyataan sebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah NKRI bagi PKI dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Paham atau Ajaran Komunis, Marxisme dan Leninisme dalam konsideran RUU HIP adalah sebuah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis, biadab dan memilukan yang pernah dilakukan oleh PKI di Indonesia, sehingga sama artinya dengan persetujuan terhadap pengkhianatan bangsa tersebut.
*Maklumat MUI: Tolak RUU HIP, Waspada Penyebaran Paham Komunis*
Menurut MUI, RUU HIP telah mendistorsi substansi dan makna nilai-nilai Pancasila, sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
“Kami memaknai dan memahami bahwa Pembukaan UUD 1945 dan batang tubuhnya telah memadai sebagai tafsir dan penjabaran paling otoritatif dari Pancasila, adanya tafsir baru dalam bentuk RUU HIP justru telah mendegradasi eksistensi Pancasila,” ujar Wakil Ketua Umum MUI KH Muhyiddin Junaidi melalui pernyataannya yang diterima Suara Islam Online, Jumat (12/6/2020).
MUI juga menilai, memeras Pancasila menjadi Trisila lalu menjadi Ekasila yakni “Gotong Royong”, adalah nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila itu sendiri, dan secara terselubung ingin melumpuhkan keberadaan sila pertama, Ketuhanan yang Maha Esa yang telah dikukuhkan dengan pasal 29 ayat (1) UUD 1945, serta menyingkirkan peran agama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Dengan demikian hal ini adalah bentuk pengingkaran terhadap keberadaan pembukaan dan batang tubuh UUD 1945 sebagai dasar negara, sehingga bermakna pula sebagai pembubaran NKRI yang berdasarkan pada lima sila tersebut,” ungkap Kiai Muhyiddin.
Baca juga: Habib Rizieq Syihab: Tujuh Sebab Rakyat Indonesia Harus Tolak RUU HIP
Oleh karena itu, MUI meminta kepada fraksi-fraksi di DPR RI untuk tetap mengingat sejarah yang memilukan dan terkutuk yang dilakukan oleh PKI terutama peristiwa sadis dan tak berperikemanusiaan yang mereka lakukan pada 1948 dan 1965 khususnya.
“Namun pasca reformasi para aktivis dan simpatisannya telah melakukan berbagai upaya untuk menghapus citra buruknya di masa lalu dengan memutarbalikkan fakta sejarah dan ingin kembali masuk dalam panggung kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberadaan RUU HIP patut dibaca sebagai bagian dari agenda itu, sehingga wajib RUUP HIP ini ditolak dengan tegas tanpa kompromi apapun,” tegas Kiai Muhyiddin.
Kata dia, MUI pantas mencurigai bahwa konseptor RUU HIP ini adalah oknum-oknum yang ingin membangkitkan kembali paham dan PKI, dan oleh karena itu patut diusut oleh yang berwajib.
MUI meminta dan mengimbau kepada umat Islam Indonesia agar tetap waspada dan selalu siap siaga terhadap penyebaran paham komunis dengan pelbagai cara dan metode licik yang mereka lakukan saat ini.
MUI juga mendukung sepenuhnya keberadaan TNI sebagai penjaga kedaulatan NKRI sekaligus pengawal Pancasila.
“Karena itu, jika ternyata ada indikasi penyebaran paham komunis dengan pelbagai cara dan kedok, mari segera laporkan kepada pos atau markas TNI terdekat,” pesan Kiai Muhyiddin.
“Bila maklumat ini diabaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, maka kami Pimpinan MUI Pusat dan segenap Pimpinan MUI Provinsi se-Indonesia mengimbau umat Islam Indonesia agar bangkit bersatu dengan segenap upaya konstitusional untuk menjadi garda terdepan dalam menolak paham komunisme dan berbagai upaya licik yang dilakukannya, demi terjaga dan terkawalnya NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945,” seru Kiai Muhyiddin.
Baca juga: Komunisme Menurut Gus Baha’: Lihat Ajarannya, Jangan Sejarahnya
Maklumat MUI tersebut dikeluarkan pada Jumat, 12 Juni 2020 dan ditandatangani oleh Wakil Ketua Umum MUI Pusat KH Muhyiddin Junaidi dan Sekretaris Jenderal MUI Pusat Dr H Anwar Abbas. Maklumat MUI ini juga diikuti oleh Ketua MUI Provinsi se-Indonesia.
*_https://kaltim.prokal.co/read/news/372844-nu-muhammadiyah-dan-mui-kompak-tolak-ruu-hip_*
*NU, Muhammadiyah dan MUI Kompak Tolak RUU HIP*
https://www.kontenislam.com/2020/06/mui-nu-dan-muhammadiyah-minta-ruu-hip.html
JAKARTA- Keberadaan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat. NU, Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak sepakat dan minta agar RUU tersebut dibatalkan.
*Maklumat MUI: Tolak RUU HIP, Waspada Penyebaran Paham Komunis*
Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan, pihaknya sedang melakukan kajian terhadap RUU HIP. Dari kajian sementara, Muhammadiyah memandang RUU itu tidak urgen. Bahkan, beberapa pasal berpotensi menimbulkan kontroversi dan bertentangan dengan UUD 1945.
*PKS Tolak RUU HIP Gara-Gara Ajaran Marxisme, Ajak Ormas Desak DPR RI*
Menurut Mu'ti, yang sudah terbukti menjadi kontroversi adalah tidak adanya Tap MPRS XXV/1966 tentang larangan komunisme "Karena itu, sebaiknya DPR menunda atau bahkan membatalkan RUU HIP," tegas dia saat dihubungi Jawa Pos kemarin (12/6).
*Tolak RUU HIP, MUI Curigai Konseptor Ingin Bangkitkan Kembali PKI*
Terpisah, M Kholid Syeirazi, sekretaris umum Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama ( PP ISNU) mengatakan, RUU HIP memunculkan penafsiran tunggal Pancasila. Seperti yang terjadi pada masa orde baru. Dia menilai, RUU itu tidak sesuai dengan semangat dan dinamika kehidupan berbangsa saat ini. "RUU HIP tidak diperlukan," paparnya.
Menurut Kholid, tidak perlu penafsiran baku terhadap Pancasila sebagai ideologi. Selain itu, Pancasila juga tidak perlu pelembagaan. Penafsiran baku akan memicu tafsir tunggal dari pemerintah, sehingga menutup penafsiran dari pihak lain yang sangat dibutuhkan dalam proses pematangan sebuah bangsa. Konsekuensinya, lanjut Kholid, pemerintah bisa seenaknya menetapkan pihak mana yang pancasilais dan siapa yang anti Pancasila.
Lebih lanjut Kholid mengatakan bahwa yang dibutuhkan sekarang adalah penerjemahan Pancasila ke dalam ideologi kerja. Saat ini, Indonesia butuh UU Sistem Perekonomian Nasional yang merupakan penjelmaan Pancasila sebagai ideologi kerja. "Daripada kelembagaan ideologisasi Pancasila," ungkapnya.
Sementara itu, MUI mengeluarkan maklumat terkait pembahsan RUU HIP kemarin. Maklumat itu dikeluarkan oleh Dewan Pimpinan MUI Pusat dan Dewan Pimpinan MUI Provinsi Se-Indonesia. Di dalam maklumat itu disebutkan bahwa tidak dicantumkannya TAP MPRS Nomor 25/MPRS/1966 sebuah bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah yang sadis, biadab, dan memilukan.
Fakta sejarah yang sadis, biadab, dan memilukan itu dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia. ’’Sehingga sama artinya dengan persetujuan terhadap penghianatan bangsa tersebut,’’ kata Wakil Ketua Umum MUI Pusat Muhyiddin Junaidi.
MUI juga menyoroti upaya memeras Pancasila menjadi trisila, lalu menjadi ekasila yakni gotong royong. Pemerasan itu nyata-nyata merupakan upaya pengaburan dan penyimpangan makna dari Pancasila. MUI memandang secara terselubung ingin melumpuhkan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
MUI meminta kepada fraksi di DPR untuk tetap mengingat tragedi memilukan yang dilakukan oleh PKI. Memasuki masa reformasi, aktivis dan para simpatisan PKI melakukan berbagai upaya menghapus citra buruk PKI di masa lalu. Diantaranya dengan memutarbalikkan fakta sejarah. MUI merasa pantas mencurigai bahwa di balik pembahasan RUU HIP itu adalah aktor-aktor yang selama ini ingin membangkitkan kembali paham dari PKI di Indonesia. MUI lantas menghimbau umat Islam di Indonesia agar tetap waspada. ’’Selalu siap siaga terhadap penyebaran paham komunis,’’ katanya.
Di akhir maklumatnya, MUI tegas menyampaikan jika butir-butir maklumat diabaikan oleh pemerintah, mereka mengimbau umat Islam di seluruh Indonesia untuk bangkit. Bersatu di barisan terdepan menolak munculnya kembali paham komunisme dan berbagai upaya liciknya. (lum/wan)
*PKS Tolak RUU HIP Gara-Gara Ajaran Marxisme, Ajak Ormas Desak DPR RI*
Presiden PKS, Muhammad Sohibul Iman menyebut, PKS dengan tegas menolak RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) sejak ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR RI.
Menurutnya, di dalam RUU itu tak mencantumkan dengan jelas tentang larangan ajaran komunis hingga pembubaran PKI.
Baca Juga : Di Tengah Pandemi Covid-19, DPD PKS Kota Malang Gelar Halal Bihalal Virtual
Dia menyampaikan, sejak awal PKS sangat antusias saat ada salah satu fraksi di DPR mengusulkan tentang RUU tersebut.
Karena, PKS menilai jika itu akan menjadi salah satu tonggak untuk memperkuat keberadaan Pancasila di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Tapi setelah dipelajari dan dibahas bersama, RUU ini ternyata tak mau memasukkan TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966. Yaitu berupa larangan ajaran komunisme, marxisme, leninisme, dan juga pembubaran PKI," katanya.
PKS menurutnya bertanya-tanya dengan tujuan digulirkannya RUU tersebut.
Karena jika memang tujuan RUU HIP adalah untuk memperkuat kedudukan Pancasila, Tap MPRS Nomor 25 yang jelas memperkuat posisi Pancasila justru tak dimasukkan.
Saat dalam masa pembahasan, pertanyaan itu menurutnya telah dilontarkan.
Jawaban yang keluar pun menyampaikan jika paham itu sudah jelas dilarang dan tak perlu lagi ditulis dalam RUU HIP tersebut.
Sohibul menyampaikan, jawaban itu sama sekali tak memuaskan PKS.
Karena hal yang akan menimbulkan perbedaan persepsi semestinya tetap dituliskan.
Sebab jika ditulis sekalipun, tak akan ada pihak yang dirugikan dengan hal itu.
"Kami justru curiga, jangan-jangan kalau itu (Tap MPRS nomor 25) ditulis, akan ada pihak tertentu yang merasa dirugikan. Ini yang kami rasa harus kami tolak, kami tidak setuju," katanya.
Baca Juga : Sudah Disahkan, Ini Sederet Catatan Fraksi PKS Terkait Pengelolaan BMD Kota Malang
Lebih jauh dia menyampaikan, pembahasan berkaitan dengan RUU HIP tersebut masih terus dilakukan hingga saat ini.
PKS pun akan terus mengikuti proses pembahasan tersebut untuk meminimalkan hal-hal yang tak diinginkan.
Pria berkacamata itu menyampaikan, PKS dan pihak yang konsentrasi dengan hal itu masih memiliki kesempatan hingga akhir pembahasan RUU HIP.
Dia pun mendesak agar TAP MPRS Nomor 25 tersebut masuk menjadi bagian dari RUU HIP.
"Para ormas yang sangat konsen terhadap TAP MPRS nomor 25 tahun 1966 ini teruslah melakukan tekanan terhadap partai yang tidak setuju. Semoga diakhir pembahasan mereka menyetujui TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 ini bisa masuk sebagai dasar pemikiran UU HIP ini," pungkasnya.
Sementara itu, MUI telah mengeluarkan maklumat Nomor: Kep-1240/DP-MUI/VI/2020. Maklumat itu menyoroti beberapa hal, termasuk tak dicantumkan TAP MPRS Nomor 25 tahun 1966 dalam draft RUU HIP tersebut.
Dalam maklumat disebut jika hal itu sebagai bentuk pengabaian terhadap fakta sejarah.
Bukan hanya itu, maklumat tersebut dengan jelas menyatakan kecurigaannya terhadap oknum-oknum konseptor RUU HIP yang justru ingin menghidupkan kembali paham dan PKI.
Sehingga MUI me desak agar pihak berwajib mengusut tuntas kasus tersebut.