Gubernur DKI Terbaik Tangani Covid, Ada Adu Domba Jokowi Vs Anies

Ahad, 7 Juni 2020

Faktakini.net

Gubernur DKI Terbaik Tangani Covid, Ada Adu Domba Jokowi Vs Anies

Penanganan wabah akibat virus Corona (Covid-19) di Jakarta yang sangat baik ternyata mendapatkan perhatian dunia. Terang saja, dalam tempo tiga bulan, Gubernur Anies Baswedan memang menerapkan protokol yang ketat dalam menekan angka penularan (RT).

Sejak Maret 2020 Ia menutup tempat wisata, sekolah, bahkan menghentikan sementara kegiatan keagamaan di tempat ibadah, semua dilakukan untuk menurunkan risiko penularan dan terbukti RT yang semula 4 turun menjadi 0,9.

Gerak cepat Gubernur awalnya dinilai "lebay" oleh orang-orang yang tergabung dalam kelompok Buzzer. Kelompok tersebut bahkan kerap membandingkan Anies dengan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang mereka nilai lebih santai menghadapi Covid-19 saat itu.

Namun bisa dilihat saat ini Surabaya menjadi Zona Hitam, terdapat 3.000 penderita positif Covid-19. Ini seakan menampar pentolan Buzzer Denny Siregar yang dalam video abal-abalnya mengatakan seharusnya Anies mencontoh Risma yang kerja dalam senyap.

Padahal akhir-akhir ini Risma pun sering mengamuk rebutan mobil PCR dengan Gugus Tugas Provinsi Jawa Timur, bahkan di suatu media online memuat berita ia menangis melihat kenyataan merebaknya wabah di wilayah yang dia pimpin.

Nah seperti apa yang dilakukan Buzzer, ada seorang bernama Arifianto seperti mencoba peruntungannya menuai popularitas dengan mengadu domba, Ia bukan seperti Denny Siregar yang membandingkan Anies dengan level walikota.

Alexander Arifianto --yang bahkan sangat tidak dikenal publik Indonesia-- dikutip media internasional "The Economist" terang terangan menyebut Anies memanfaatkan penanganan Covid-19 untuk melawan Jokowi. Ini sangat sangat nyata adu domba.

"When covid-19 arrived, Mr Anies turned the full force of his ire against the president," tuduh Arifianto dalam media luar negeri tersebut.

Yang dapat diartikan: "Ketika Covid-19 masuk, Anies mengubah seluruh daya amarahnya melawan Presiden."

Mengadu domba antara Gubernur Anies Baswedan dan Presiden Jokowi tentu bukan langkah terpuji. Dengan judul artikel yang sangat "click bait" di media The Economist dengan judul "Indonesia’s president has a new rival" atau dalam versi Bahasa "Presiden Indonesia memiliki lawan baru" terlihat bahwa pendapat yang diutarakan Arifianto seperti upaya membangun opini adanya permusuhan Anies-Jokowi --yang sengaja dilakukan dari luar negeri--, agar seolah-olah bahwa penilaian ngawur itu valid karena datangnya dari "masyarakat internasional". Penilaiannya sangat subjektif dan tendnsius.

Senyatanya penanganan Covid-19 di DKI Jakarta ini memang mengangkat citra Gubernur Anies. Tapi itu bukan kehendaknya, tapi lebih merupakan akibat dari baiknya " leadership" sang Gubernur.

Kapasitas dan kredibilitas Anies benar-benar diperhatikan dan dinilai publik ketika dengan sepenuh hati ia terjun langsung dan secara amat detail menjalankan setiap langkah dalam penanganan wabah corona.

Anies melibatkan masyarakat untuk berkolaborasi, dan Ia percaya pada ilmuwan dalam menentukan keputusan terkait pandemi, semua adalah langkah positif.

Jika seperti itu apa benar Anies melakukan pencitraan? Tentu publik menilai, tidak mungkin Anies main-main dengan memanfaatkan wabah hanya untuk mendulang popularitas, fakta dan data berbicara bahwa ia berhasil.

Hal tersebut sangat kontras dengan yang terjadi di salah satu Provinsi di Pulau Jawa dimana Gubernurnya menyewa para Buzzer dan konsultan komunikasi politik, memanfaatkan penanganan Covid-19 untuk sebuah proses pencitraan, dan hasilnya ia dinobatkan sebagai "yang terbaik" menangani Corona.

Tentu lucu, karena faktanya tingkat penularan di provinsi tersebut masih belum bisa ditekan, pertambahan angka positif masih tinggi. Sungguh mengherankan masih sempat melakukan aksi politik untuk meningkatkan popularitas.

Maka sudah sepatutnya para pemimpin daerah lain mencontoh Anies Baswedan . Ia hanya bekerja secara "benar" seperti halnya dilakukan para pemimpin dunia lainnya.

Di Indonesia Anies lebih cepat melakukan inisiatif dan karena Jakarta adalah sentral, tak heran selalu jadi sorotan. Tidak perlu melakukan pencitraan, cukup bekerja dengan sebaik-baiknya biarlah masyarakat yang menilai. Dan hingga saat ini memang ia dinilai sebagai yang terbaik oleh publik.

Masyarakat di Indonesia sudah paham Anies dan Jokowi sebenarnya hanya beda sudut pandang saja dalam menangani Covid-19, nilai luhurnya sama, yakni sama-sama bekerjasama ingin covid ini segera musnah dari Bumi Pertiwi.

Untuk kelompok Buzzer percayalah Jokowi akan usai di 2024, mengadu Anies dengan Jokowi tidak ada manfaatnya untuk rakyat. Kecuali memang ada agenda politik yang sedang dibangun, para Buzzer memang dibayar untuk menjatuhkan Anies.

Publik juga harus tahu, provokasi para pendengung bayaran itu menguntungkan siapa? Anies atau Jokowi? Sudah tentu, bukan! Yang diuntungkan adalah golongan tertentu yang menyimpan dendam karena kalau Pilgub 2017 kemarin. Jangan sampai dendam golongan tertentu tapi yang kacau se-Indonesia.

Mari kita melihat bahwa Covid-19 ini adalah momentum bersatunya dua putera terbaik bangsa ini, Anies dan Jokowi. Dalam berbagai kesempatan keduanya saling melengkapi dan tak segan melemparkan pujian.

Susana yang sebenarnya memang adem, tidak ada kegaduhan, karena semua keributan timbul dari luar jalur kedua pemimpin tersebut. Presiden Jokowi juga tentu menyadari bawa akan ada suksesi kepemimpinan.

Jika 2024 jokowi lengser dan penggantinya adalah Anies baswedan, maka Jokowi pasti akan butuh berkomunikasi dengan Anies begitu juga sebaliknya. Untuk kelompok diluar itu jangan jahil, jangan usil, karena, sadarlah bahwa bangsa ini perlu dibangun dengan semangat kebersamaan bukan agitasi dan adu domba yang menghancurkan!

Ditulis oleh Ardi Jaya Kusuma, Peminat Studi Komunikasi Politik