Membakar Bendera Berlambang Logo PDIP Bukanlah Perbuatan Pidana?
Jum'at, 26 Juni 2020
Faktakini.net
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=187600356120984&id=100046130614840
*MEMBAKAR BENDERA BERLAMBANG LOGO PDI-P BUKANLAH PERBUATAN PIDANA ?*
_[Catatan Hukum Insiden Pembakaran Bendera Berlogo PDIP Dalam Aksi Demo Tolak RUU HIP]_
Oleh : *Ahmad Khozinudin, S.H.*
Advokat, Aktivis Pejuang Khilafah
PDIP dikabarkan mengirim tim hukum ke Polda Metro Jaya guna melaporkan kasus pembakaran bendera berlogo PDI-P pada aksi tolak RUU HIP di depan gerbang DPR RI pada Rabu, 24 Juni lalu. Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery yang juga anggota PDIP, turut hadir dan menemui Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Nana Sudjana dan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat. (26/).
PDIP merasa pembakaran bendera berlogo PDI-P telah mencederai wibawa partai, oleh karenanya PDIP disebut bakal menempuh upaya hukum.
Hanya saja, persoalan ini perlu didudukan secara hukum apakah peristiwa pembakaran bendera berlogo PDI-P merupakan sebuah tindak pidana sehingga bisa dipersoalkan secara hukum ? Hal ini penting untuk dikaji, agar pihak kepolisian tidak gegabah menerima laporan PDIP tanpa mengindahkan asas legalitas dan unsur-unsur pidana dari proses hukum yang akan dilakukan.
*Bendera PDI-P atau Bendera Berlogo PDI-P ?*
Penulis tidak sepakat membuat nomenklatur "Bendera PDIP" pada peristiwa insiden tersebut. Sehingga, penggunaan istilah pembakaran bendera PDIP tidaklah tepat. Sehingga, dugaan kasus hukum yang akan diberlakukan bukan kasus pembakaran bendera PDIP tetapi kasus pembakaran bendera berlogo PDI-P.
Penisbatan "Bendera PDIP" berarti memberikan simpulan bahwa bendera tersebut adalah bendera milik PDIP. Kemungkinan bendera itu milik PDIP bisa dimaknai karena dibawa kader PDIP, dipinjam dari PDIP, atau dicuri dari PDIP.
Mengenai bendera itu milik PDIP dan dibawa kader PDIP, tentu kemungkinan ini tertolak. Mengingat, aksi ini bukan dilakukan oleh PDIP. Jika ada kader PDIP membawa bendera PDIP, kemudian dibakar saat aksi, bisa dipastikan kader PDIP ini penyusup.
Mengenai bendera itu milik PDIP dan dipinjam dari PDIP, kemungkinan ini juga tertolak. Sebab, PDIP tak mungkin mengizinkan benderanya dibawa aksi pada agenda yang bukan dilakukan oleh PDIP. Jika hal ini sampai terjadi, bisa dipastikan ada konspirasi PDIP dalam insiden pembakaran bendera tersebut.
Adapun jika ada asumsi, bahwa bendera yang dibakar adalah bendera milik PDIP yang dicuri peserta aksi lalu dibakar saat aksi, kemungkinannya juga tertolak. Karena sebelumnya, tak ada laporan kehilangan dari PDIP terkait bendera partainya.
Yang tepat adalah bendera itu adalah bendera bertuliskan atau bergambar logo PDI-P. Bendera berlogo PDI-P ini bisa dibuat sendiri oleh pelaku, atau dibeli sendiri oleh pelaku, sehingga status kepemilikan bendera berlogo PDI-P itu milik pelaku bukan milik PDI-P.
Kasusnya adalah insiden pembakaran bendera berlogo PDI-P milik peserta sendiri, yang diperoleh dengan membuatnya atau membelinya dari penjual.
*Membakar bendera berlogo PDI-P tindak Pidana ?*
Berdasarkan asas legalitas, tidak ada tindakan yang dapat dipidana melainkan adanya kekuatan UU yang mengatur suatu perbuatan adalah pidana, sebelum Perbuatan dilakukan.
Karena kasusnya adalah kasus pembakaran bendera berlogo PDI-P, maka berdasarkan ketentuan khusus (Lex Spesialis), peraturan perundangan yang relevan mengatur peristiwa ini adalah UU 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Menurut KBBI Bendera adalah sepotong kain atau kertas segi empat atau segitiga (diikatkan pada ujung tongkat, tiang, dan sebagainya) dipergunakan sebagai lambang negara, perkumpulan, badan, dan sebagainya atau sebagai tanda; panji-panji; tunggul:sering dikibarkan di tiang, umumnya digunakan secara simbolis untuk memberikan sinyal atau identifikasi.
Dalam ketentuan pasal 1 ayat (1) disebutkan bahwa Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.
Sayangnya, dalam UU ini tidak mengatur mengenai bendera partai dan sanksi pidananya. Semua sanksi pidana yang diatur dalam pasal 66 sampai dengan 71, hanya mengatur Pidana terkait bendera Negara, Bahasa dan Lagu kebangsaan.
Oleh karenanya, berdasarkan UU 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, *KASUS INSIDEN PEMBAKARAN BENDERA BERLOGO PDI-P, TIDAK DAPAT DITUNTUT SECARA PIDANA, KERENA BUKAN DAN TIDAK TERKATEGORI PERBUATAN PIDANA.*
*Pembakaran bendera berlogo PDI-P bentuk pencemaran pada PDI-P ?*
Mungkin saja, Penyidik ataupun tim hukum PDIP memaksa insiden tersebut menggunakan pasal pencemaran. Sebelum melihat lebih lanjut, apakah unsur "Pencemaran Nama Baik PDI-P" terpenuhi dalam insiden pembakaran bendera berlogo PDI-P, mari kita kaji ulang sejumlah pasal pencemaran dalam KUHP :
*Pertama,* pasal Penistaan atau Pencemaran berdasarkan ketentuan Pasal 310 ayat (1) KUHP. Menurut R. Soesilo (dalam bukunya yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, hal. 225), supaya dapat dihukum menurut pasal ini, maka penghinaan itu harus dilakukan dengan cara “menuduh seseorang telah melakukan perbuatan tertentu” dengan maksud agar tuduhan itu tersiar (diketahui oleh orang banyak).
Perbuatan yang dituduhkan itu tidak perlu suatu perbuatan yang boleh dihukum seperti mencuri, menggelapkan, berzina dan sebagainya, cukup dengan perbuatan biasa, sudah tentu suatu perbuatan yang memalukan.
Sementara, insiden tersebut hanyalah pembakaran bendera berlogo PDI-P. Justru, yel-yel yang muncul bukan mendeskreditkan PDI-P melainkan mendeskreditkan PKI.
Lantas, bagaimana jika PDI-P merasa tersinggung karena peristiwa itu dianggap mengasosiasikan PDIP dengan PKI karena bendera berlogo PDI-P dibakar bersamaan dengan bendera berlogo PKI ?
Jawabnya, hal ini adalah tafsir dan perasaan saja. Dalam hukum yang dinilai faktanya, bukan perasaan atau tafsirannya. Jika hukum itu ikut-ikutan Baper (baca : Bawa Perasaan), bisa runtuh langit menimpa bumi karena hukum akan mudah dibelokkan sesuai hasrat Penguasa.
*Kedua,* Penistaan dengan surat (Pasal 310 ayat (2) KUHP). Menurut R. Soesilo sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan Pasal 310 KUHP, apabila tuduhan tersebut dilakukan dengan tulisan (surat) atau gambar, maka kejahatan itu dinamakan “menista dengan surat”. Jadi seseorang dapat dituntut menurut pasal ini jika tuduhan atau kata-kata hinaan dilakukan dengan surat atau gambar.
Kasus pembakaran bendera berlogo PDI-P tidak bisa dikategorikan Surat atau gambar. Karena bendera memiliki definisi Khas, tidak bisa disamakan dengan gambar atau tulisan.
*Ketiga,* delik Fitnah berdasarkan Pasal 311 KUHP. Pasal ini lebih terang lagi, tak mungkin bisa dipakai untuk memproses hukum insiden pembakaran bendera berlogo PDI-P.
Bagaimana jika Penyidik memaksakan menggunakan pasal ITE ? Yakni, menyidik perkara dengan ketentuan pasal 45 ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) atau pasal 45a ayat (3) Jo pasal 27 ayat (3) ayat (3) UU Nomor 19 tahun 2016 Tentang Perubahan UU No 11 Tahun 2008 Tentang ITE ?
Jawabnya, lebih tak mungkin lagi. Karena pasal ITE itu mempersoalkan yang mendistribusikan video, bukan pelaku Perbuatan. Terlebih lagi, secara substansi membakar bendera berlogo PDI-P bukanlah perbuatan yang memenuhi unsur-unsur pidana pasal ITE dimaksud.
Berdasarkan hal tersebut diatas, rasanya tidak ada celah hukum yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku pembakaran bendera berlogo PDI-P. Jika ada, itu dipaksakan berdasarkan pasal umum seperti mengganggu dan membuat kegaduhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 174 KUHP. (Persis pasal yang digunakan untuk menyidik perkara pembakaran bendera tauhid di Garut).
Namun, pasal ini ancaman pidananya ringan dan polisi tidak punya wewenang untuk menahan tersangka. Sebab, ancaman pidananya hanya tiga Minggu dan denda hanya Rp 900,-. [].