PPDB Zonasi Umur Kewenangan Mendikbud, Buzzer "Salah Alamat" Salahkan Anies


Rabu, 24 Juni 2020

Faktakini.net

PPDB  Zonasi Umur Kewenangan Mendikbud, Buzzer "SALAH ALAMAT" Salahkan Anies

Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi yang menyebutkan pertimbangan umur menuai penolakan dari sebagian orang tua siswa. Seperti ratusan orang tua yang tergabung dalam Gerakan Emak dan Bapak Peduli Pendidikan dan Keadilan (GEPRAK) menggelar aksi terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020, di Balai Kota Jakarta.

Mereka mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menghapus aturan usia pada PPDB DKI Jakarta lantaran khawatir anak-anaknya tak lolos masuk SMP dan SMA negeri yang dituju.

Sebetulnya protes para orang tua itu sangatlah wajar karena menyangkut masa depan sang Anak. Namun sangat bisa dikatakan bahwa protes mereka ke Gubernur Anies Baswedan adalah *SALAH ALAMAT*

Mengapa demikian?

Seperti disebutkan Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta PPDB jalur zonasi yang mempertimbangkan umur hanya mengikuti aturan dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.

Wakil Kepala Disdik DKI Syaefuloh Hidayat mengatakan berdasarkan aturan Mendikbud, pengukuran jarak dari rumah ke sekolah merupakan pertimbangan utama. Namun jika jaraknya sama, maka pertimbangan selanjutnya adalah umur.

Aturan yang dimaksud adalah *Peraturan Mendikbud RI Nomor 44 Tahun 2019*
tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan.

*Pasal 25 ayat 2* aturan itu mengatakan jika jarak tempat tinggal calon peserta didik dengan sekolah sama, maka seleksi untuk pemenuhan kuota/daya tampung terakhir menggunakan *usia peserta didik yang lebih tua* berdasarkan surat keterangan lahir atau akta kelahiran.

"Kalau jaraknya sama seleksi berikutnya adalah usia dari yang tertua. Itu jelas diatur di permendikbud. Artinya gini, regulasi DKI berpedoman pada regulasi yang ditentukan secara nasional dalam peraturan menteri pendidikan," ujar Syaefuloh saat dihubungi, Jumat (12/6/2020).

"Tapi untuk jarak DKI tidak menggunakan satu titik koordinat ke satu titik koordinat."

Syaefuloh mengatakan dalam menentukan jarak, ia tak mengukur jarak dari rumah calon siswa ke sekolah. Namun hanya berdasarkan Kelurahan saja.

Karena itu, banyak kemungkinan alamat antara satu siswa dengan lainnya sama. Selanjutnya yang dilihat adalah umur, jika lebih tua maka dia yang masuk sekolah itu.

"Tapi untuk jarak DKI tidak menggunakan satu titik koordinat ke satu titik koordinat. Kita menggunakan basis kewilayahan seperti tahun lalu dengan basis kelurahan," pungkasnya.

Keriuhan ini tentu menjadi peluang bagi para Buzzer untuk menyerang dan menyalahkan Anies. Padahal kenyataannya Lagi-lagi kesalahan yang berada di pusat dilimpahkan ke DKI seperti masalah PPDB tahun ajaran (2020/2021) ini. Di berbagai platform media sosial mereka sengaja bergemuruh menyudutkan Anies.

Tapi bagi yang paham dan mau mengerti, ini adalah hal biasa yang dihadapi seorang Anies. Ia tidak pernah menemui jalan yang mulus seratus persen. Selalu ada saja yang sengaja mengganjal dan menganggu!

Oleh Komar Aldian, Pemerhati Pendidikan