Konversi RUU HIP Menjadi RUU BPIP, Umat Wajib Waspada!
Ahad, 19 Juli 2020
Faktakini.net
*KONVERSI RUU HIP MENJADI RUU BPIP, UMAT WAJIB WASPADA !*
Oleh : *Ahmad Khozinudin S.H.*
Aktivis, Advokat Pejuang Khilafah
DPR dan Pemerintah telah menyepakati menarik RUU HIP dan sekaligus mengajukan RUU BPIP. Belum jelas, materi muatan yang terkandung dalam RUU pengganti.
Beberapa petinggi PDIP menekankan, RUU BPIP berbeda jauh dengan RUU HIP. Substansi norma, disebut hanya memberikan dasar hukum bagi eksistensi BPIP yang sebelumnya dibentuk hanya berdasarkan Keppres.
PDIP mengklaim, dengan hadirnya RUU BPIP akan menjadikan BPIP lebih kuat, tak bisa dibubarkan sepihak karena eksistensinya dikuatkan berdasarkan undang-undang. Meskipun begitu, PDIP menyebut pembahasan RUU BPIP ini tidak dilakukan dalam waktu dekat, menunggu setelah Pandemi berakhir.
Hanya saja, keberadaan RUU BPIP yang diklaim akan menguatkan eksistensi BPIP ini justru sumir dilihat dari dua hal :
*Pertama,* munculnya RUU BPIP pengganti RUU HIP ini yang diklaim akan meneguhkan eksistensi BPIP justru keluar disaat Presiden mewacanakan pembubaran sejumlah lembaga. Ada sekitar 18 dari 20 lembaga bentukan Presiden yang tak efektif akan dibubarkan.
Menjadi aneh, jika kemudian lembaga BPIP yang berdiri atas keputusan Presiden ini justru hendak dikuatkan melalui RUU BPIP. Semestinya, justru BPIP perlu ditinjau ulang bersamaan dengan sejumlah lembaga bentukan Presiden lainnya.
*Kedua,* pembentukan RUU BPIP yang akan digunakan untuk memperkuat eksistensi BPIP justru berseberangan dengan aspirasi umat yang menginginkan BPIP dibubarkan. Tuntutan pembubaran BPIP bukan hanya muncul secara sporadis, bahkan tuntutan pembubaran BPIP ini juga muncul sebagai salah satu rekomendasi Kongres Umat Islam Indonesia (KUII).
Tuntutan pembubaran BPIP jelas sangat beralasan, mengingat eksistensi BPIP justru sering menjadi faktor pemecah belah ditengah umat. Dengan berdalih lembaga otoritas Pancasila, BPIP sangat mudah untuk mengklarifikasi kelompok atau elemen mana yang sejalan dengan Pancasila atau bertentangan dengan Pancasila.
Tentu saja, keputusan sejalan atau tidak sejalan dengan Pancasila ini akan dinisbatkan pada pilihan politik sejalan atau berlawanan dengan rezim. Elemen masyarakat yang kritis, kontra kezaliman rezim, khususnya umat Islam yang mengontrol kekuasaan dengan Islam dan menginginkan penerapan syariat Islam akan di cap anti Pancasila.
Adapun mengenai substansi norma yang akan diatur dalam RUU BPIP, menarik untuk kita cermati kutipan pendapat hukum dari Dr Abdul Chair Ramadhan, SH MH, sebagai berikut :
_"Kerja politik ideologis PDI-P kemudian merasuk ke dalam pikiran kolektif rezim guna ‘menghadang’ perjuangan penerapan Syariat Islam dalam sistem hukum nasional secara legal konstitusional. Untuk kepentingan ini, maka sebelumnya diterbitkan Perppu Ormas – kini menjadi Undang-Undang – dengan sasaran awal Hizbut Tahrir Indonesia yang dianggap mengusung ‘ideologi’ Khilafah sebagai “paham lain” yang bertujuan untuk mengganti atau mengubah Pancasila dan UUD 1945. Padahal Khilafah adalah merupakan ajaran agama Islam, telah menjadi model sistem pemerintahan dalam masa Khulafaur Rasyidin. Penulis telah nyatakan pada saat pemberian keterangan Ahli di muka sidang Mahkamah Konstitusi, telah terjadi kriminalisasi terhadap ajaran Khilafah!. Penulis saat itu juga menyatakan penolakan terhadap sikap Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia Pusat yang menyatakan “dapat memahami pemerintah menerbitkan Perppu Ormas”. Resultan dari itu semua sekarang terbukti dengan hadirnya RUU HIP yang berbau sekularis-komunis dan RUU BPIP. Keduanya mengandung agenda memasung ajaran Islam dalam penyelenggaraan negara"._
Dalam artikel berjudul "WASPADA, RUU BPIP LEBIH BERBAHAYA DARI RUU HIP", Dr Abdul Chair Ramadhan menyimpulkan, bahwa substansi materi yang akan menjadi materi muatan RUU BPIP tak sesederhana sebagaimana apa yang dijelaskan PDIP. RUU BPIP adalah kepanjangan tangan dari RUU HIP dalam bentuk dan wajah yang lain.
RUU BPIP akan menguatkan otoritas BPIP sebagai organ tunggal penafsir Pancasila, khususnya dalam tataran penyelenggaraan dan pelembagaan nilai-nilai Pancasila dalam pembentukan, pelaksanaan dan penegakan hukum.
Titik kritisnya adalah BPIP akan menjadi Polisi, Jaksa sekaligus Hakim untuk memproses hukum siapapun yang dituding anti Pancasila. BPIP akan mewujud sebagai "Harder Kekuasaan" yang akan mendatangi segenap elemen Umat untuk mendapatkan komitmen kesetiaan terhadap Pancasila atau akan diperlakukan sebagai pesakitan Pancasila.
BPIP akan mewujud menjadi JAGAL PANCASILA, yang tidak akan ragu untuk memenggal leher siapapun yang dianggap anti Pancasila. BPIP akan menjadi alat represifme rezim, menopang alat kekuasaan lainnya, agar tidak ada lagi elemen anak bangsa khususnya umat Islam yang berlawanan dengan kehendak rezim.
Kesimpulannya, RUU BPIP sama saja dengan RUU HIP bahkan lebih berbahaya. Karena itu, umat Islam tidak boleh tertipu dan menerima RUU BPIP dengan dalih sudah tidak lagi sama dengan RUU HIP.
Itu artinya, perjuangan masih panjang. Segenap umat Islam, wajib terus bersiaga untuk menghadapi berbagai dinamika politik yang bisa tidak terduga. [].
Foto: Aksi Tolak RUU HIP / BPIP di depan Gedung DPR, Kamis (16/7/2020)