Buzzer Dan Influencer Penyakit Demokrasi
Senin, 24 Agustus 2020
Faktakini.net
BUZZER DAN INFLUENCER
PENYAKIT DEMOKRASI
by M Rizal Fadillah
Konon dana yang dikeluarkan Pemerintah hingga 90 Milyar untuk membiayai buzzer dan influencer. Membela, mengkampanyekan, membangun citra hingga memprovokasi adalah tugasnya. Buruknya jika sampai pada membohongi rakyat.
Ketua YLBHI Asfinawati menyatatakan buzzer dan influencer mengkampanyekan positif segala kerja Pemerintah dengan isi yang tergantung orderan. Tentu tidak gratis tetapi ada sejumlah bayaran. Menurutnya dalam proses politik, hal ini dapat menurunkan kualitas dari demokrasi.
Sebenarnya bukan hanya menurunkan tetapi telah menjadi penyakit demokrasi. Melanggengkan budaya politik transaksional, premanisme, serta menghalalkan kebohongan dan kecurangan dalam berpolitik. Penyakit buzzer dan influencer sangat berbahaya.
Di negara komunis seperri Rusia, dan juga China, buzzer dan influencer dapat disetarakan dengan departemen agitasi dan propaganda (agitprop) partai komunis. Tugasnya menyosialisasikan visi, misi, dan atau hasil-hasil kerja pemerintah. Bila perlu dengan memutarbalikkan fakta. Melemahkan hal-hal yang diungkap oposan atau pengeritik.
Agitprop tidak lain "is political propaganda especially the communist propaganda that is spread to the general public through popular media such as literature, plays, phamplets, film, and other art forms with an explicity political message".
Keberadaan buzzer dan influencer bukan ciri dari negara demokratis melainkan komunis dimana informasi dicengkeram Pemerintah, hukum yang menjadi alat kekuasaan, serta lawan-kawan politik yang dibungkam. Adu domba pun dilakukan. Opini publik dimainkan.
Pemerintah sudah memiliki Kementerian Komunikasi dan Informasi yang telah beranggaran pasti. Keberadaan buzzer dan influencer dengan anggaran tersendiri jelas merupakan bagian dari penyimpangan dan korupsi. Anggota Dewan semestinya berteriak keras. Jangan berperilaku seolah-olah menjadi bagian dari buzzer dan influencer pula.
Rezim yang menggunakan dan mengedepankan buzzer dan influencer adalah rezim yang kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri, tidak menghormati rakyat, serta menghalalkan segala cara.
Sulit dipercaya sebagai penyelenggara negara.
*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 23 Agustus 2020