Dibentuk Belanda, Milisi Pao An Tui Lebih Kejam Dari Penjajah Itu Sendiri



Rabu, 19 Agustus 2020

Faktakini.net

Lasykar Poh An Tui Bentukan Belanda
Citrust-Budaya, Cirebon, Terkini
Oleh NURDIN M. NOER*

PADA 21 Oktober 1947, pasukan Belanda terus melakukan serangan pembersihan di sekitar Cilamaya, utara Purwakarta. Kabarnya beberapa orang ditangkap. Beberapa kampemen Belanda ditembaki pasukan TNI. Seperti ditulis Dr. A. H. Nasution (1973), surat kabar Kengpo memberitakan tentang keadaan Cilamaya, bahwa penduduk masih hidup dalam kekuatiran, teruratama pada malam hari. Hal itu disebabkan oleh karena kaum “pengacau” masih merajalela dan sering terdapat penembak-penambak bersembunyi. Hanya siang hari keadaan tenteram.

Selanjutnya dikatakan, bahwa Poa An Tui melakukan pekerjaan baik dan rajin mengadakan patrol. Yang sangat dirasakan kurang oleh mereka ini ialah kendaraan.

Catatan persaudaraansejati.blogspot.co.id, menyatakan Poh An Tui ini terlibat dalam Agresi terhadap RI. Poh An Tui, adalah satuan bersenjata dari orang Cina di Indonesia yang loyal kepada Belanda. Ini fakta sejarah yang tak terungkap dalam sejarah nasional yang diajarkan di bangku sekolah. Tugas laskar Cina ini selain menjadi mata-mata, juga untuk meneror pejuang bangsa Indonesia. Kehadiran serta sepak terjang mereka yang terkenal kejam menjadi salah satu penyebab pejuang Islam sangat membenci etnis Cina.

Aksi-aksi Milisi Poh An Tui ini tergolong kejam bahkan lebih kejam dibanding tentara Belanda itu sendiri. Sayangnya, keberadaan, kejahatan serta aksi-aksi Poh An Tui cenderung diabaikan. Seolah ada upaya sistematis untuk menghilangkan fakta sejarah ini. Ternyata kaburnya Westerling ke Singapura setelah menebar teror di Bandung dan berniat membunuh Menhan (ketika itu) Hamengku Buwono IX dibantu Poh An Tui. Dalam bukunya “Memenuhi Panggilan Tugas,” Jend. AH. Nasution mengisahkan kronologi kaburnya Westerling sang Teroris.

Ternyata kaburnya Westerling dengan mudah ke Singapura karena dibantu oleh milisi Cina Poh An Tui, yang menjemput dengan Pesawat CATALINA di pantai Sampur, Jakarta Utara.

Menurut salah seorang putera pejuang kemerdekaan RI, kekejaman Poh An Tui sempat disinggung dalam persidangan Konstituante di tahun 1950-an. Ia menulis salinan penggalan pidato seorang pejuang yang menjadi anggota Konstituante, pada tahun 1950.

Ini penggalan pidato yang disampaikan Mado Miharna (organisasi Persatuan Rakyat Desa) di hadapan Sidang Pleno Konstituante tahun 1959, (kutipan dalam ejaan lama)

“Saudara Ketua dan Madjelis Konstituante jang terhormat, dalam rangka pemandangan umum; Saudara Ketua, bagi seluruh pedjuang bangsa Indonesia jang mengikuti dan mengalami pahit-getirnja perdjuangan sedjak Proklamasi 1945, lebih2 tentunja bagi perintis2 kemerdekaan bangsa, melihat keadaan dan penderitaan masjarakat dewasa ini, pasti akan sedih, sedih karena ini bukanlah tudjuan kita, bukan masjarakat sematjam sekarang jang kita idam-idamkan.

Seluruh lapisan masjarakat telah berdjuang tetapi baru beberapa gelintir orang-orang sadja jang senang. Beribu-ribu pedjuang kita dibunuh, tetapi golongan pembunuh jang menikmati keuntungan. Para pedjuang kita ditangkap dan disiksa, tetapi hasilnja golongan jang menangkapi dan menjiksa para pedjuang masih berkuasa. Poh An Tui dari golongan Tionghoa jang membantu aktif tentara Belanda jang telah membunuh, membakar, menangkapi anak2 buah kami, sampai sekarang masih bergelandangan, bukan sadja masih bergelandangan, tetapi berkuasa dan menguasai segala sektor penghidupan rakjat. Golongan Po An Tui jang telah dengan kedjamnja membunuh dan membakar para pedjuang kemerdekaan termasuk anak-anak buah kami, karena mereka tidak mngungsi dan terus berada di kota bersama Belanda, mendadak menjadi kaja. Sesudah Belanda tidak ada mereka menduduki bekas tempat Belanda. Ini bukan bajangan, bukan impian, tetapi kenjataan, lihatlah sadja di Bandung, Djakarta” … (Pidato ini yang disampaikan oleh Mado Miharna –organisasi Persatuan Rakyat Desa– di hadapan Sidang Pleno Konstituante, waktu itu (1959).[]

Sumber: citrust.id