Hagia Sophia Saksi Tingginya Akhlak Sultan Muhammad Al-Fatih.



Jum'at, 7 Agustus 2020

Faktakini.net, Jakarta - Pasukan Muslim di bawah pimpinan Sultan Muhammad Al-Fatih menaklukkan Konstantinopel pada hari Selasa 20 Jumadil Ula 857 H atau bertepatan dengan 29 Mei 1453 M. Kala itu, di dalam kota, terdapat sisa-sisa kantong pertahanan yang tetap melakukan perlawanan meski skalanya sangat kecil dan dengan sangat mudah dipatahkan.

Selesai membereskan sisa sisa perlawanan, Al Fatih bersama beberapa pasukan kemudian menuju Hagia Sofia, sebuah bangunan yang sejak kecil hanya bisa dipandang Al Fatih bersama gurunya, Syaich  Aq Syamsudin dari kejauhan. di pintu gerbang Hagia Sofia Al Fatih hanya bisa mengucap :Masya Allah..Masya Allah..Masya Allah sambil menoleh kesekeliling karena beliau begitu kagum dengan Bangunan ikonic dan monumental itu.

Tapi gerbang utama digembok dari dalam,maka beberapa pasukan mencoba mendobrak pintu dengan sangat hati,kwatir itu jebakan terakhir dari pasukan kknstantin. Setelah gerbang berhasil di buka,ternyata di dalam ada ratusan bahkan mungkin ribuan ibu2 beserta anak anaknya,tampak juga orang yang sudah renta di antara mereka, Al Fatih mendekat dan tangis mereka seketika pecah dengan raut muka sangat ketakutan, buru2  Al Fatih menenangkan dan berkata :

"Bismillah...kalian aman,tak akan ada korban lagi, jika kalian menetap di sini kalian berada dalam jaminan (keamanan) ku termasuk semua harta dan properti (rumah,kebun dll), namun jika kalian ingin meninggalkan tempat ini (Konstantinopel) maka akan kami jamin keselamatan (nyawanya) hingga sampai batas kota".

Mereka sangat lega,sama sekali tidak menyangka dengan apa yang di lakukan Al Fatih, sama halnya ketidak percayaan mereka bahwa Al Fatih, Sultan yang namanya sering mereka dengar dari mulut ke mulut itu ternyata seorang pemuda yang baru berusia 21 tahun!! Tangis ketakutan mereka seketika berubah menjadi senyuman, suasana yang semula gaduh menjadi sejuk dan tenang.

Al Fatih kemudian keliling kota, mengumumkan jaminan memeluk agama kepada masyarakat di sana yang non muslim. Tentara kekhalifahan Islam pun  dia dilarang keras mengganggu kebebasan beragama masyarakat Konstantinopel yang non Muslim,Beliau juga memerintahkan agar syiar agama Kristen dijalankan sebagaimana biasanya. Dia lalu mengundang beberapa orang uskup di bekas Kerajaan Romawi itu.

Al Fatih atau Sultan Muhammad II ini Menyampaikan bahwa dia ingin sekali orang Kristen mengerjakan agamanya dengan sungguh-sungguh dan menghilangkan perselisihan sesama mereka. Maka, supaya umat Kristen berjalan dengan baik dan tidak terhalang, Sultan menganjurkan supaya uskup-uskup itu memilih sendiri di kalangan mereka, siapa yang layak menjadi Patriark (gelar uskup tertinggi).

Sultan menyatakan, bahwa dia tidak ingin mengintervensi atau memaksakan kehendaknya siapa yang akan dipilih menjadi Patriark. Hanya saja, Sultan meminta pemilihan itu dilakukan secara cepat dan dia akan menanggung biaya pemilihan Patriark.

Awalnya, para uskup kaget dengan permintaan Sultan itu, seakan-akan tidak percaya. Sebab, negeri mereka pernah diserang dan diduduki pula oleh kawan seagamanya sendiri saat terjadi perang salib.

Diceritakanlah bagaimana sikap tak simpatik dari pasukan yang menduduki itu di Tanah Air mereka. Karena, mereka tidak mau bersatu di bawah pimpinan Paus.

Mereka menyangka akan sama nasib mereka di bawah Sultan Muhammad II ini dan sudah lama pula di Konstantinopel tidak ada Patriark.

Maka, setelah permintaan Sultan itu, dipilihlah oleh para uskup itu Agnadius menjadi Patriark, pendeta yang terkenal menentang keras persatuan dengan Roma dulu. Selesai pelantikan, maka mereka bersama bertemu dengan Sutlan di istana.

Oleh Sultan, mereka disambut dengan  kehormatan dan dijamu dengan sangat baik. Setelah jamuan selesai, keluarlah seorang penggawa membawa tongkat kebesaran Patriark.

Sultan kemudian bersabda, "Tuan adalah Patriark kaum Nasrani di negeri ini. Semoga Tuhan selalu memberikan perlindungan bagi tuan. Pandanglah selalu bahwa saya adalah sahabat tuan dan sahabat jamaah tuan. Segala hak-hak tuan yang dipusakai sejak dari nenek moyang tuan pakailah kembali," kata Sultan.

Setelah upacara selesai, Patriark memohon diri hendak pulang. Sultan pun berdiri dari duduknya dan bersama para pejabatnya, mengantarkan Patriark sampai ke pintu.

Di halaman istana telah menunggu kuda kendaraan Patriark yang sudah disediakan. Sampai terloncat dari mulutnya perkataan yang sebenarnya mesti dirahasiakan oleh Patriark karena terharu oleh sikap rendah hati Sultan.

"Kaisar-kaisar kami sendiri tidak pernah melakukan hal seperti ini kepada kami!".

Dia merasa berhadapan dengan seorang Sultan yang demikian terdidik dan berakhlak. Pembawa misi dan akidah relijius yang kokoh, serta seorang pemimpin yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan, plus seorang kesatria sejati.

Kemudian keluarlah sabda resmi dari Sultan bahwa Patriark aman dalam perlindungan Sultan. Dan kedudukan Patriark disamakan dengan para menteri yang lain dalam Dinasti Turki Utsmani yang bertugas mengurus rakyat Sultan yang beragama Nasrani, baik dalam urusan sipil atau dalam urusan agamanya.

Oleh sebab itu, Patriark Konstantinopel mempunyai dua tugas, yaitu memimpin golongannya sendiri dan menjadi satu di antara menteri-menteri Kerajaan Turki Utsmani yang sama hak nya dengan menteri yang lain.

Begitulah,Sultan Muhammad Al-Fatih memiliki sikap toleransi yang begitu tinggi terhadap orang-orang Nasrani, didasarkan adanya dorongan untuk komitmen terhadap Syariat Islam yang memang memberi toleransi kepada kaum Yahudi dan Nashrani, selagi mereka mau membayar jizyah.

Hal itu seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah, kemudian para Khulafaur Rasyidin. Lembaran-lembaran sejarah mereka penuh dengan sikap toleran terhadap musuh-musuhnya.