Hak-Hak Non-Muslim di Daulah Utsmani (Devlët Osmanlı)
Senin, 31 Agustus 2020
Faktakini.net
Hak-Hak Non-Muslim di Daulah Utsmani (Devlët Osmanlı).
Sama halnya seperti Kesultanan Muslim sebelumnya, Utsmani menunjukkan toleransi dan penerimaan yang besar terhadap komunitas non-Muslim di wilayah Daulah mereka. Hal Ini bersumber terhadap hukum Islam yang ada mengenai status masyarakat non-Muslim di suatu wilayah kekhalifahan islam. Mereka dilindungi, diberi kebebasan beragama, dan bebas dari penganiayaan, menurut Syariat. Salah satu kebijakan pertama dari ini adalah Perjanjian dari Khalifah Sayidina Umar bin al-Khattab, di mana ia menjamin orang-orang Kristen di Yerusalem serta kebebasan dalam agama.
Contoh pertama ialah ketika Ottoman juga mengelola komunitas besar Masyarakat Kristen adalah setelah penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II pada tahun 1453. Konstantinopel secara historis menjadi pusat dunia Kristen Ortodoks, dan waktu itu pun juga masih memiliki populasi Kristen yang besar. Ketika Kesultanan tumbuh ke Eropa, semakin banyak non-Muslim yang datang di bawah otoritas Ottoman. Misalnya, pada 1530-an, lebih dari 80 % populasi di Eropa Utsmani bukanlah Muslim. Untuk menangani masalah-masalah baru Utsmani ini, Fatih Sultan Mehmed melembagakan sistem baru, yang kemudian disebut sistem millet.
Di bawah sistem ini, setiap kelompok agama diorganisasikan ke dalam millet. Millet berasal dari kata Arab untuk "bangsa", yang menunjukkan bahwa Ottoman berperan sebagai pelindung dari banyak negara & bangsa. Setiap kelompok agama dianggap sebagai Milletnya sendiri, dengan saat itu sekaligus memengaruhi banyaknya Millet yang ada di Kesultanan. Misalnya, semua orang Kristen Ortodoks di Kesultanan Ottoman dianggap sebagai satu millet, sementara semua orang Yahudi membentuk millet lain.
Setiap millet diizinkan memilih figur tokoh agamanya sendiri untuk memimpin mereka. Dalam kasus Gereja Ortodoks (Gereja terbesar di Kesultanan Ottoman), Patriark Ortodoks (Uskup Agung Konstantinopel) adalah pemimpin terpilih dari millet. Para pemimpin millet diizinkan untuk menegakkan aturan agama mereka sendiri pada orang-orang mereka.
HUKUM ISLAM TIDAK MEMILIKI YURISDIKSI ATAS NON MUSLIM DI KESULTANAN UTSMANI.
Dalam kasus kejahatan, orang akan diberi hukuman sesuai dengan aturan agama mereka sendiri, bukan aturan Islam atau aturan agama lainnya. Misalnya jika ada seorang Kristen yang mencuri, dia harus dihukum sesuai hukum dalam agama Kristen itu sendiri, begitu oula jika ada Yahudi yang berbuat kriminal, diapun harus dikembalikan kepada hukum Yahudi.