Inilah Kekejaman Raymond Westerling Sang Pembantai 40 Ribu Warga Sulsel



Rabu, 19 Agustus 2020

Faktakini.net, Jakarta - Masa pendudukan penjajah Belanda di Makassar mempunyai jejak rekam yang teramat suram.

Sungguh ironi, di kala setiap daerah di Indonesia baru merayakan proklamasi kemerdekaan, masyarakat Sulawesi justru harus menghadapi operasi militer yang dilakukan pasukan Depot Speciale Troepen di bawah komando Raymond Westerling.

Menurut sejarah, misi pasukan Westerling tersebut memang untuk “membersihkan” orang-orang yang dianggap pemberontak dan pro akan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setiap desa di Sulawesi Selatan tidak luput dari operasi militer yang dijalankan Westerling, sehingga korban-korban tidak berdosa berjatuhan dari berbagai desa. Yang lebih mengerikan, Westerling tidak hanya memberikan komando tetapi juga ikut menembaki orang-orang yang dianggapnya sebagai teroris, penjahat, dan pembunuh. Hingga dalam kurun waktu setahun pendudukan pasukan KNIL di wilayah Sulawesi Selatan, tercatat 40.000 korban jiwa tewas secara sia-sia.

Puncaknya terjadi pada tanggal 11 Desember 1947, oleh karena itulah setiap tanggal 11 Desember rakyat Sulawesi selalu mengenang peristiwa kekejaman Westerling dengan mengibarkan bendera setengah tiang di rumah-rumah.

Untuk mengenang kejadian mengerikan tersebut, pemerintah daerah Sulawesi membangun sebuah monumen yang bernama Monumen Korban 40.000 Jiwa atau orang-orang biasa menyebutnya dengan nama Monumen Korban Westerling. Monumen ini berlokasi di jalan Langgau, ke arah utara kota Makassar tidak jauh dari Lapangan Karebosi.

Memasuki lokasi tersebut pengunjung akan menjumpai sebuah relief besar yang menceritakan tentang kekejaman Raymond Westerling kepada rakyat Sulawesi Selatan. Di sebelah relief tersebut terdapat sebuah patung berukuran tinggi sekitar 5 meter. Patung tersebut menggambarkan penderitaan; berkaki buntung dan disangga. Di bagian lain terdapat puri dan taman yang dipenuhi bunga.

Menurut penjaga monumen, dahulu di sekitar monumen ini terdapat salah satu lubang tempat dimana korban-korban Westerling dikuburkan secara massal. Namun lubang tersebut kini sudah ditutup dan tidak boleh diperlihatkan secara umum lagi, dengan alasan semua kenangan pahit tersebut sudah dikubur dan tidak perlu diperlihatkan kembali.

Menurutnya lagi, belakangan ini Monumen Korban 40.000 Jiwa makin jarang dikunjungi oleh masyarakat Sulawesi sendiri atau masyarakat Indonesia pada umumnya. Mungkin hal ini disebabkan adanya hiburan lain yang lebih modern ketimbang mengunjungi monumen. Hal ini perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah untuk mau mempromosikan dan memperbaiki berbagai fasilitas yang ada, sehingga monumen ini tidak hanya menjadi sekadar pemanis kota saja. Karena dari tempat-tempat seperti inilah rasa nasionalisme kita sebagai sebuah bangsa dapat ditingkatkan, hal ini menjadi penting sebagai tameng sekaligus budaya perlawan atas sikap invidualis masyarakat Indonesia yang belakangan ini makin dominan.

6 Fakta Pembantaian Westerling, Pembunuhan Massal di Sulawesi Selatan
Korbannya mencapai 40.000 jiwa

Nama Raymond Westerling mungkin jadi nama yang asing bagi kita saat ini. Namun siapa sangka, jika di tahun 1946 Westerling justru sangat dikenal bukan hanya di kalangan warga dan militer Belanda namun juga rakyat Indonesia khususnya rakyat Sulawesi Selatan.

Sayangnya kepopuleran nama Westerling bukan karena pria Belanda ini pernah membantu Indonesia melainkan karena kekejamannya dalam upaya pembunuhan massal di Sulawesi Selatan yang kemudian dikenal dengan nama Pembantaian Westerling.

1. Terjadi setelah kemerdekaan

Di awal kemerdekaan, Belanda hanya mengakui Jawa, Sumatera, dan Madura sebagai wilayah Indonesia. Pengakuan itu tertulis dalam Perjanjian Linggarjati. Namun saat perjanjian itu dibuat, beberapa daerah di luar Jawa dan Sumatera masih melakukan berbagai perlawanan dengan Belanda.

Salah satu wilayah yang memiliki perlawanan paling kuat adalah di Sulawesi Selatan. Walaupun banyak pejuang sudah ditangkap, namun perlawanan tidak kunjung padam. Hal ini membuat Belanda kewalahan dan memutuskan mengirimkan pasukan khusus untuk mengatasi perlawanan rakyat Sulawesi Selatan.

2. Mengumpulkan informasi dengan bantuan pengkhianat

Pasukan khusus ini kemudian dinamakan Depot Special Forces atau yang dikenal dengan nama DST dan dipimpin langsung oleh Raymond Westerling. DST tiba di Sulawesi pada tanggal 15 November 1946 dan mendirikan markas di Makassar. Tidak langsung bergerak, dengan bantuan para pengkhianat rakyat, DST lebih dulu mengumpulkan informasi dan melacak keberadaan para pejuang dan pendukungnya.


3. Pembantaian terjadi dalam beberapa tahap

Westerling sendiri baru tiba pada tanggal 5 Desember 1946. Bersama 120 pasukan DST, ia menyusun strategi penumpasan pemberontakan.

Penumpasan pertama dilakukan pada tanggal 12 Desember 1946, pukul 4 pagi.

Seperti yand dilansir dari laman dictio.id, Westerling bersama 58 pasukannya mengepung desa sekitar Batua dan mengumpulkan semuanya. Mereka kemudian memisahkan laki-laki dari anak-anak dan perempuan.

Dengan bantuan kepala desa, Westerling berhasil mengidentifikasi 35 orang yang dianggap sebagai pejuang kemerdekaan dan mengeksekusi mati mereka di depan warga desa untuk memberikan efek jera kepada siapa pun yang berani memberontak kepada pemerintahan Belanda.

4. Sebanyak 40 ribu orang Sulawesi meninggal dalam pembantaian ini

Selain warga desa Batua, Westerling juga melakukan sweeping ke sejumlah desa di Sulawesi Selatan. Pola yang diberlakukan selalu sama yaitu mengepung desa, mengumpulkan seluruh warganya dan kemudian menembak mati orang-orang yang dicurigai sebagai pejuang kemerdekaan.

Selain membunuh para pejuang, Westerling dan pasukannya kerap kali menembak penduduk tidak berdosa. Pembantaian Westerling sendiri berlangsung selama tiga bulan dari bulan Desember 1946 hingga Februari 1947. Hingga kini, tidak ada yang tahu pasti berapa jumlah korban dalam aksi keji ini.

Meski begitu, delegasi Indonesia untuk PBB menyampaikan bahwa ada 40.000 orang tewas dalam Pembantaian Westerling.

5. Ironisnya, Westerling sendiri tidak pernah diadili atas kejahatannya

Pada November 1948, Westerling dipecat oleh Belanda. Sayangnya pemecatan itu tidak membuat Westerling berhenti. Pada tanggal 23 Januari 1950, Westerling kembali membuat ulah. Dia bersama 523 Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) menyerang markas Divisi Siliwangi di Bandung dan menyebabkan kematian 79 tentara Indonesia.

Seperti yang dilansir dari historia.id, Westerling berhasil kabur ke Singapura lalu ke Tangier, sebelum terbang menuju Paris. Westerling kembali ke Belanda tahun 1952. Untuk mempertanggungjawabkan kejahatannya, Indonesia yang saat itu bernama Republik Indonesia Serikat (RIS) meminta Belanda menyerahkan Westerling.

Namun Belanda menolak permintaan itu dengan alasan Westerling adalah warga Belanda dan karena itu dia akan diadili oleh Belanda dengan tuduhan melarikan diri dari tugas militer, pembunuhan, dan perkosaan. Sayangnya hingga kematiannya tahun 1987, Westerling tidak pernah diadili atas kejahatannya.

6. Puluhan tahun berselang, pihak Belanda akhirnya meminta maaf

Pada tahun 2013, pemerintah Belanda melalui duta besarnya di Jakarta akhirnya menyampaikan permohonan maaf untuk seluruh korban pembantaian Westerling di Sulawesi Selatan. Selain itu, pemerintah Belanda juga memberikan kompensasi kepada janda yang suaminya menjadi korban pembantaian Westerling sebesar 20 ribu Euro.

Foto: Westerling

Sumber: indonesiakaya.com, idntimes.com