Keberhasilan Anies Merajut Toleransi Menghempas Fitnah Keji "Gubernur Ayat Mayat" dari Barisan Sakit Hati



Rabu, 12 Agustus 2020

Faktakini.net

Keberhasilan Anies Merajut Toleransi Menghempas Fitnah Keji "Gubernur Ayat Mayat" dari Barisan Sakit Hati

Tuduhan keji barisan sakit hati kalah Pilkada DKI 2017 pada Anies Baswedan masih tajam hingga kini. Bahkan selama lebih dua tahun ini mereka terus merawat kebencian dengan menyematkan label Gubernur "Ayat Mayat" pada sang pemimpin terpilih kecintaan warga DKI Anies Baswedan.

Label busuk tersebut sengaja terus dihembuskan oleh mereka yang hingga kini masih tidak bisa menerima bahwa Anies adalah pemenang yang sah dengan proses pemilihan yang sangat demokratis. Rata-rata dari mereka adalah pendukung pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok - Djarot Syaiful Hidayat. Sedangkan pendukung Agus Harimurti Yudhoyono - Silvyana Murni tidak pernah terdengar merisak Anies Baswedan dengan sebutan keji itu, mereka dapat melebur dan menerima hasil dari proses berdemokrasi dengan baik.

Padahal faktanya ketika melihat mundur, justru Ahok yang pertama membawa ayat, membahasnya saat berpidato dalam kunjungan kerja di Pulau Pramuka kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Ketika itu Ahok datang untuk meninjau program pemberdayaan budi daya kerapu.

"Kan bisa saja dalam hati kecil Bapak Ibu, nggak pilih saya karena dibohongi (orang) pakai Surat Al Maidah 51 macam-macam itu. Itu hak Bapak Ibu. Kalau Bapak Ibu merasa nggak bisa pilih karena takut masuk neraka, dibodohin, begitu, oh nggak apa-apa, karena ini panggilan pribadi Bapak Ibu," kata Ahok saat itu.

Meskipun bukan kapasitasnya,  sangatlah mengherankan kenapa Ahok harus mengucapkan pembicaraan agama padahal bukan di forum keagamaan, terlebih menyebut ayat sebuah kitab suci. Sungguh tidak sesuai dengan semua latar belakang yang dimilikinya.

Seiring berjalannya waktu keberhasilan kepemimpinan Anies di Ibu Kota negara yang berjalan tiga tahun ini menjadi jawaban atas kekejian fitnah para barisan sakit hati tersebut. Anies dinilai sukses merawat tenun kebangsaan terutama di DKI yang masyarakatnya sangat majemuk, multikultural.

Bahkan dalam Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Agustus 2020, Kebebasan Berkeyakinan di DKI Jakarta mendapatkan nilai sempurna 100. Kenyataan ini seakan menjadi pil pahit bagi pendukung Ahok. Seorang Anies Baswedan yang mereka fitnah sebagai Gubernur "Ayat Mayat" justru menjadi pemimpin terbaik dalam memelihara kerukunan umat beragama di Indonesia.

Maka sangat pantas jika kini Gubernur Anies sendiri mempertanyakan pihak yang gemar menuduhnya intoleran.
diskriminatif dan intoleran.

"Setelah 2 tahun saya di Jakarta, baru saya tawarkan pertanyaan balik, tolong ditunjukkan selama 2 tahun ini kebijakan mana yang intoleran, tolong ditunjukkan, kebijakan mana yang diskriminatif, tolong ditunjukkan fakta mana yang bisa membenarkan imajinasi bahwa gubernur dan pemerintahan adalah gubernur pemerintahan intoleran," ujar Gubernur Anies dalam acara Memoar Pilkada DKI 2017 yang disiarkan di Channel YouTube Mardani Ali Sera seperti dikutip detikcom, (10/8/2020 lalu.

Gubernur Anies tidak anti kritik, justru dirinya dan jajarannya membuka pintu bagi siapa saja yang ingin mengkritik selama itu baik untuk kemajuan Ibu Kota, kritik yang dilandasi dengan data dan fakta bukan sebaliknya.
Kalau memang benar Anies pemimpin intoleran, mana mungkin Ia selalu mengadakan dan mendukung kegiatan yang berhubungan dengan kebhinekaan yang ada di Jakarta.

Logika sederhananya begitu.
Untuk membuktikan bahwa Gubernur Anies sedari awal istiqomah merawat toleransi di tengah-tengah warganya yang multikultur, coba flashback dulu sebentar.

Pada awal tahun 2020, tepatnya pada tanggal 8 Februari dengan perasaan riang gembira Anies merayakan Cap Go Meh yang dilaksanakan di kawasan Pecinan Tamansari, Jakarta Barat. Saat itu Anies terlihat elegan mengenakan baju khas Tionghoa, cheongsam berwarna biru tosca ditemani tokoh-tokoh Tionghoa.
Ini bukan kali pertamanya Anies menghadiri perayaan Cap Go Meh, dua tahun sebelumnya Anies juga selalu menghadiri acara tersebut. Menurutnya, Cap Go Meh merupakan bagian dari keberagaman bangsa yang harus tetap dijaga dan dilestarikan.

"Persatuan ini yang harus kita terus hidupkan dan kita jaga kebhinekaan. Keberagaman adalah suratan Tuhan. Satu atau tidak adalah pilihan kita dan bangsa ini berhasil bersatu dalam satu kesatuan," kata Anies dalam sambutannya saat itu seperti dikutip dari detik.com (8/2) lalu.

Akhir tahun lalu, Gubernur Anies juga memeriahkan acara Christmas Carol yang diadakan di Jalan Sudirman dan Thamrin, Jakarta. Saat itu Anies datang langsung ke lokasi Christmas Carol, Terowongan Kendal, Jakarta Pusat pada Jumat (20/12/2019).

Dalam sambutannya, saat itu Anies berjanji akan mengadakan acara yang sama tahun depan dengan lebih meriah dan lebih besar lagi. " Tahun depan, semoga bisa kita adakan lagi. Tiga malam berturut-turut di Jakarta atau lebih besar lagi, lebih panjang lagi waktunya," ucap Anies, seperti dikutip dari detik.com (20/12/2019).

Jadi di mana sebenarnya letak intoleransi yang selalu dituduhkan kepada Gubernur Anies ini? Baiklah, kita bedah lagi kebijakan Anies yang mendukung kebhinekaan di Jakarta. Adalah pembangunan kuil Hindu Tamil yang berada di Jalan Bedugul, Jakarta Barat.  Saat itu Gubernur Anies berkesempatan untuk meletakkan batu pertama ditemani Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat, serta berbagai pihak dari Pemprov DKI Jakarta, DPR RI, DPRD Provinsi DKI, Gema Sadhana, serta tokoh lintas agama.

Menurutnya, pembangunan rumah ibadah merupakan bentuk keadilan sosial bagi seluruh warga.

"Kami di DKI memiliki prinsip sederhana, yakni republik ini berdiri untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Jadi, mengambil keputusan apapun, kita punya tanggung jawab menghadirkan keadilan sosial dalam wujud penyamarataan kesempatan, salah satunya adalah pembangunan rumah ibadah serta perayaaan hari besar keagamaan di Jakarta," kata Gubernur Anies dalam sambutannya,  (14/02/2020) ketika itu.

Yang menjadikan peristiwa itu sangat spesial bagi umat Hindu Tamil ternyata proses pembangunan kuil mandek selam 60 tahun. Di era kepemimpinan Anies, pembangunan ini mendapatkan izin dengan mudah tanpa embel-embel balas budi.

Hal ini bisa dilihat dari sambutan Ketua Umum DPP Gema Sadhama, A. S Kobalen sebagai perwakilan umat Hindu etnis Tamil Jakarta. Kobalen merasa bersyukur atas apa yang diberikan oleh Pemprov DKI untuk membangun rumah ibadah.

"Penantian kami sangat panjang, hampir 60 tahun kami memperjuangkan. Hari ini, hal itu (rumah ibadah) terwujud," kata Kobalen dengan mata berkaca-kaca seperti tertulis dalam situs resmi Pemprov DKI, (14/02/20).

Dengan merawat kebhinekaan dan merajut tenun kebangsaan, sangat wajar membuat popularitasnya makin moncer. Bahkan di hampir semua lembaga survei yang kredibel, nama Anies tetap menjadi yang teratas dibandingkan dengan popularitas kepala daerah lainnya di Indonesia. Nampaknya ini menjadi kekhawatiran bagi para pendukung Ahok, karena kekecewaan dan rasa sakit hati yang terus mereka rawat. Mereka sangat takut kalau Anies jadi Presiden, sebuah ketakutan yang tak beralasan.

Melabeli seseorang dengan sebutan yang buruk seolah menjadi hal biasa. Mereka menyebut Anies menjual "Ayat". Faktanya dalam setiap proses pemilihan kepala daerah, adalah sesuatu yang normal jika seorang calon Gubernur, Bupati, atau Walikota melakukan berbagai pendekatan kepada semua kelompok dan golongan termasuk yang memiliki basis massa agama seperti kelompok pengajian. Dalam sebuah kampanye seorang calon kepala daerah juga akan berbicara menyesuaikan dengan audiensnya. Maka mengucapkan salam, sholawat, dan berdoa di sebuah pengajian juga sesuatu yang amat biasa. Meskipun perbedaan adalah sebuah keniscayaan. Pada akhirnya konstituen akan cenderung memilih orang yang memiliki unsur kesamaan.

Maka selain menawarkan program yang baik kepada calon pemilih, tentu penyampaian dan cara berkomunikasi juga harus baik. Seorang pemimpin kharismatik akan lebih memiliki daya tarik di hadapan publik, sehingga dapat mempengaruhi orang untuk memilihnya.

Jadi berhentilah menyebar dan merawat kebencian, melabeli seseorang dengan fitnah keji menjual "Ayat dan Mayat"!

Oleh Trisna Dirga, Pemerhati Sosial