Mahasiswa Kuningan Dukung Penyegelan Batu Satangtung



Jum'at, 7 Agustus 2020

Faktakini.net

TAK PERLU IKUT CAMPUR SOAL SATANGTUNG<br>
<br>
Oleh Muhammad Iqbal Faturahman (Mahasiswa Mayasih Cigugur)

Akhir-akhir ini polemik batu satangtung milik sundawiwitan kian mencuat, pasalnya setelah dilakukannya penyegelan pada senin, 20/7/2020 pihak paseban sundawiwitan tidak menerima atas kebijakan dan sikap dari Pemda Kuningan yang telah melakukan penyegelan. Karena tidak terima pembangunan batu satangtungnya disegel oleh Pemda Kuningan, akhirnya pihak paseban sundawiwitan melaporkan permasalahan tersebut ke Komnas HAM sehingga muncul sebagai isue nasional.

Yang saya ingin bahas di sini adalah setelah kejadian penyegelan itu dan dilaporkannya Pemda Kuningan ke Komnas HAM, beberapa hari kemudian Pemda Kuningan langsung mendapat tekanan dari salahsatu partai politik dan beberapa ormas yang mengatasnamakan peduli terhadap HAM dan toleransi. Selain itu juga muncul banyak opini-opini miring terkait penyegelan batu satangtung yang mereka sendiri tidak tahu akar permasalahannya terkait penyegelan bagunan tersebut.

Padahal menurut saya, mereka tak perlu repot ikut campur terkait kebijakan Pemda Kuningan yang telah melakukan penyegelan terhadap bangunan yang belum memenuhi syarat pembangunan karena memang belum memiliki IMB Izin Mendirikan Bangunan. Karena memang langkah yang diambil oleh pihak Pemda Kuningan itu sudah sesuai dengan aturan yang ada yaitu Perda Nomor 13 Tahun 2019 tentang IMB, selain itu juga sebelum dilakukannya penyegelan pihak Pemda melalui Satpol PP itu sudah memberikan Surat Peringatan kepada pihak paseban untuk segera memenuhi persyaratan yang ada sebagaimana tertera dalam perda tersebut.

Terlepas dari persoalan IMB, proyek pembangunan batu satangtung juga menjadi suatu keresahan bagi warga masyarakat sekitar. Karena memang warga sekitar dalam hal ini warga Desa Cisantana merasa bahwa pembangunan bakal pasarean atau makam Djati Kusumah sebagai sesepuh sundawiwitan itu tidak lazim karena tidak seperti makam pada umumnya. Di sini saya merasa bahwa memang apa yang menjadi keresahan warga cisantana itu benar adanya, karena bagunan tersebut bukan seperti makam pada umumnya melainkan seperti sebuah tugu yang dibawahnya terdapat seperti tungku, yang mana warga cisantana merasa khawatir akan adanya penyalahgunaan bagunan tersebut. Jika itu dibiarkan, maka yang dikhawatirkan adalah terjadi konflik horizontal antar masyarakat, makanya Pemda melakukan tindakan selain tidak adanya IMB juga karena keresahan masyarakat sekitar.

Jadi, persoalan batu satangtung itu bukan persoalan intoleransi terhadap sundawiwitan, melainkan persoalan bangunan yang tidak sesuai dengan aturan yang ada dan membuat warga sekitar resah dengan adanya bangunan terdebut. Justru Kecamatan Cigugur itu sejak puluhan tahun yang lalu menjadi miniatur kebhinnekaan di Indonesia karena masyarakat yang plural dan saling bertoleransi satu sama lainnya. Termasuk di dalamnya Desa Cisantana dengan warga masyarakatnya yang menghormati keberagaman yang ada selama mereka tidak diganggu.