Habib Idrus Alhabsyi: Bantahan terhadap konsep Demokrasi secara 'Aqliy (Rasional)



Jum'at, 18 September 2020

Faktakini.net

Bantahan terhadap konsep Demokrasi secara 'Aqliy (Rasional)

Oleh: Sayyid Idrus Ali al Habsyi S. Fil, i
(Ketua DPP Lembaga Da'wah Front)

Ciri2 demokrasi:
1. Kedaulatan adl milik rakyat secara mutlak (Manusialah yg membuat peraturan utk dirinya. Akibat nya yg ada peraturan hukum bisa dibuat atau diganti sesuai dgn kepentingan partai dan golongannya

2. Jumlah terbanyak menjadi standar dlm pengambilan keputusan. Akibat nya Yang halal bs jd haram dan yg haram bs jd halal. Dan keputusan yg diambil dari suara terbanyak tidak berdiri diatas ilmu argumentasi yg kuat. Bahkan gara2 sistem voting yg lebih di kedepankan, ilmu dan argumentasi yg kuat, tdk ada artinya.

3. Akal adalah satu2nya rujukan utk membuat undang2. Akibat nya kalo yg membuat undang2 akal nya lebih ke komunis, maka produk undang2 nya berbau komunis. Dan jika yg membuat undang2 nya akal nya liberalis, maka produk undang2 nya berbau liberalis.


Bantahan demokrasi secara 'Aqliy (Rasional)

1. Bantahan bahwa akal merupakan rujukan untuk membuat hukum.

- Akal tidak mampu mendeskripsikan keterpujian iman maupun ketercelaan kekufuran. Contoh meminum khamr, mungkin bagi sebagian orang minum khamr tdk masalah karena itu menyangkut hak asasi manusia. Begitu juga dgn perzinahan, mungkin bagi sebagian orang perzinahan itu tidak masalah, selagi suka sama suka. Begitu juga homo seksual hubungan sesama jenis, mungkin bagi sebagian orang tdk masalah,selagi saling suka sama suka dan tidak boleh ada yang melarang nya, karena ini adalah hak asasi manusia. Lagi lagi hak asasi manusia di jadikan alat untuk membolehkan tindakan tindakan yg tercela. Ini terjadi karena ketundukan hukum hukum akal dipengaruhi oleh Muyul Fithriyyah (kecenderungan alami) apabila kecenderungan alami lebih mendominasi, maka muyul fithriyyah tersebut akan mengeluarkan hukum yg mempengaruhi akal, maka ketika muyul fithriyyah (kecenderungan alami) membisikkan kepada akal terpuji nya perbuatan zina, maka akal akan mengeluarkan hukum boleh nya zina.

Berbeda dgn Syariat. Manakala Syariat mengatakan perbuatan itu tercela, maka akal harus tunduk kpd syari'at. Dan juga sebalik nya manakala syari'at mengatakan perbuatan itu terpuji, maka akal juga harus tunduk dan mengatakan itu terpuji. Disinilah akal harus di ikat dgn hukum Syari'at agar akal tidak menjadi liar. Kalau akal sudah tunduk dan sejalan dgn Syari'at, maka barulah akal menggali hikmah hikmah yg ada pada hukum Syari'at tersebut. Seperti kenapa Syariat mengharamkan khamr dan mengharamkan zina serta Syariat juga kenapa mengharamkan homoseksual. Tentu akal kita akan menemukan hikmah hikmah pengharaman tersebut.


-  Dalam demokrasi hukum bisa berubah disebabkan dgn perubahan zaman dan individu.

2. Dalam demokrasi hukum tidak tetap dan dapat berubah, perbuatan pada satu waktu dianggap tercela kemudian pada waktu yg lain bisa dihukumi dianggap terpuji atau sebaliknya. Seperti di negara AS. Dulu pada tahun 1930 an pemerintah AS memerangi habis habisan terhadap minuman keras. Tetapi setelah itu minuman keras tetap tidak bisa hilang di AS. Dan pada akhir nya pemerintah AS melegalkan minuman keras, bahkan minuman keras menjadi tren modern dalam kehidupan disana. Maka dari itu dampak dari hukum demokrasi ini perkara yg dibenci bisa berubah menjadi perkara yg disukai, dan perkara yg berbahaya dan di benci bisa menjadi suatu yang mubah (boleh) dan sesuatu yg semula dianggap keji berubah menjadi sesuatu yang biasa.

Ini sesuai dgn perkataan Napoleon Bona Parte yang mengatakan sesungguhnya undang2 yg paling agung adalah undang2 produk zaman

3. Dalam demokrasi suara terbanyak diambil sebagai penentu hukum.

- Demokrasi adalah hukum pemerintahan mayoritas, maka setiap prodak hukum ditentukan dgn suara mayoritas. Suara mayoritas menghasilkan undang2 dgn baju kebenaran dan keadilan, selama dia muncul dari pendapat mayoritas. Tentu ini sangat berbahaya, manakala legeslatif tempat untuk membuat undang2 di kuasai sama orang orang yang berhaluan kiri, liberalis, komunisme, kapitalisme. Maka prodak hukum yang keluar juga akan berbau pemahaman yg berhaluan kiri.

Islam mengajarkan kita untuk musyawarah ber argumentasi dengan hujjah dan argumen yang kuat. Ini artinya dalam Islam, apa yg dilihat oleh mayoritas tidak berarti itu adalah perkara yg pasti benar dan pendapat minoritas pasti salah. Pendapat yg mengatakan suara mayoritas selalu benar dan adil tidak datang dari orang yg berfikir cemerlang. Islam tdk mengabaikan suara mayoritas, tetapi yg di tolak oleh Islam, bahwa suara mayoritas sebagai barometer standar untuk mengambil keputusan ini yg di tolak oleh Islam

Islam mengajarkan dalam mengambil keputusan dgn Syuro (musyawarah) dan musyawarah berdiri di atas argumentasi hujjah yang kuat, bukan berdiri di atas suara terbanyak. Adapun suara terbanyak hanya sekedar penunjang saja bukan sebagai acuan. Maka dari itu Allah SWT memerintahkan Rasul nya utk bermusyawarah sebagaimana dlm al Qur'an (dan musyawarahlah kpd mereka di dlm urusan. al Imran 159). Bahkan dlm al Qur'an ada surat yg di namakan surat asy syuro (musyawarah)